Budaya dan Kepribadian




BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Kepribadian pada hakikatnya merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia secara umum yang tercermin dari ucapan dan perbuatannya. Kepribadian berbeda dengan karakter, karena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai. Meskipun demikian baik kepribadian maupun karakter berwujud tingkah laku yang ditujukan ke lingkungan sosial, keduanya relatif permanen serta menuntun, mengerahkan dan mengorganisasikan aktifitas individu. Kepribadian meliputi segala corak perilaku dan  sifat yang khas dan dapat diperkirakan pada diri seseorang atau lebih bisa dilihat dari luar, yang digunakan untuk bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap rangsangan, sehingga corak tingkah lakunya itu merupakan satu kesatuan fungsional yang khas bagi individu. Wujud tingkah laku yang ditujukan kelingkungan tersebut tentu terus berkembang dan adanya komponen-komponen atau faktor-faktor yang mempengaruhinya yang saling berinteraksi sehingga membentuk suatu kepribadian.
Diantara faktor yang mempengaruhi kepribadian budaya sangat berpengaruh terhadap kepribadian. Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada diri masing-masing orang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat di mana seseorang itu dibesarkan. Pada tulisan ini akan dibahas lebih lanjut mengenai keterkaitn antara kepribadian dan budaya.
B.            Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan diantaranya:
1.             Apa definisi dari kepribadian?
2.             Bagaimana keterkaitan antara budaya dengan kepribadian?
3.             Bagaimana keterkaitan kepribadian dengan teori konseling?
C.           Tujuan
1.             Untuk mengetahui definisi dari kepribadian.
2.             Untuk mengetahui keterkaitan antara budaya dengan kepribadian.
3.             Untuk mengetahui keterkaitan kepribadian dengan teori konseling.


BAB II
PEMBAHASAN
A.           Pengertian Kepribadian
Banyak kita temukan saat ini berbagai definisi mengenai kepribadian. Namun yang akan kita bahas di sini hanyalah definisi kepribadian yang dapat dipertanggungjawabkan. Matsumoto dan Juang (2004) mendefinisikan kepribadian sebagai satu set perilaku dan ciri-ciri kognitif sifat (traits), atau predisposisi (kecenderungan) yang relatif berlangsung secara terus menerus, dan dibawa oleh seseorang dalam berbagai konteks kehidupannya serta saat berinteraksi dengan orang lain sehingga membedakannya dari orang-orang yang lainnya. Sementara itu, Allport (1961) berpendapat bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu yang terdiri atas sistem-sistem psikofisik yang menentukan cara manusia menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Definisi Allport mengenai kepribadian ini menekankan kepada kita bahwa kepribadian bersifat dinamis, bukan statis. Ia merupakan struktur fundamental yang akan terus berubah seiring.[1]
Inti dari kepribadian itu sendiri adalah sifat (trait). Dari berbagai kamus dikumpulkan sekitar 4.500 sifat (lexicalhypothesis) yang kemudian berhasil dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu:
·      Tiait kardinal: paling dominan. Contohnya, Bung Karno, Superman, Arjuna, Don Juan, Machiavelli, Narsis, dan lain sebagainya.
·      Tiait sentral: sering digunakan untuk menyebut seseorang. Contohnya, seseorang yang pemalu, penakut, banyak akal, menyenangkan, dan lain  sebagainya.
·      Trait sekunder: muncul dalam situasi tertentu. Contohnya, demam Panggung, tidak sabar antri, dan lain sebagainya.
Allport kemudian juga membedakan antara motif dan dorongan (drive). Dorongan bermula dari motif (dorongan untuk melakukan sesuatu), narnun dorongan bisa berkembang sehingga melebihi motif. Meskipun motifnya telah selesai, dorongan dapat berjalan terus-menerus dan berusaha agar menghasilkan sesuatu yang semakin baik. Misalnya, tukang bakso yang awalnya berjualan untuk mencari nafkah (motif: mencari nafkah; dorongan: berjualan bakso). Namun lama-kelamaan usahanya semakin maju (motif tercapai). Kesuksesannya tersebut tidak membuatnya berhenti bekerja, melainkan si tukang bakso tersebut terus menciptakan variasi bakso yang lebih menarik dan lebih enak (dorongan yang terus berjalan) akhir dan terus menjadi tukang bakso sampai akhir hayatnya. Ibaratnya roda yang diputar akan terus berputar walaupun pemutarnya sudah berhenti. Allport menamakan dorongan untuk berputar terus ini sebagai autonomi fungsional (functional autonomy).
Konsep-konsep kepribadian sebenarnya merupakan aspek-aspek atau komponen-komponen  kepribadian karena  pembicaraan mengenai kepribadian senantiasa mencakup apa saja yang ada di dalamnya, seperti karakter, sifat-sifat, dan lainnya. Interaksi antara berbagai aspek tersebut kemudian terwujud sebagai kepribadian.
Ada beberapa konsep yang berhubungan erat dengan kepribadian bahkan kadang-kadang disamakan dengan kepribadian. Konsep-konsep yang berhubungan dengan kepribadian diantaranya ialah character, temperament, traits, type dan habit.[2]
1.             Character (Watak)
Penjelasan umum mengenai watak ialah kepribadian yang dipengaruhi oleh motivasi yang menggerakkan kemauan sehingga orang tersebut bertindak. Yang dimaksudkan bahwa kepribadian seseorang menunjukkan tindakan akibat kemauan yang teguh dan kukuh maka ia dinamakan seseorang yang berwatak atau sebaliknya. Menurut Sumadi (1985) dikutp dari Sunaryo (2004), watak adalah keseluruhan atau totalitas kemungkinan-kemungkinan bereaksi secara emosional dan volisional seseorang yang terbentuk selama hidupnya oleh unsur-unsur dari dalam (dasar, keturunan, dan faktor-faktor endogen) dan unsur-unsur dari luar (pendidikan dan pengalaman, serta faktor-faktor eksogen).[3]
Secara arti normatif kata watak dipergunakan apabila orang bermaksud mengenakan norma-norma kepada orang yang sedang dibicarakan. Misalnya ungkapan “Ia orang yang pandai, tetapi sayang tidak berwatak dan Ia orang yang terdidik, tetapi tak punya watak”. Orang berwatak apabila sikap, tingkah laku, dan perbuatannya dipandang dari segi norma-norma sosial adalah baik dan sebaliknya.
Secara arti deskriptif watak menurut Allport (1937) bahwa “character is personality evaluated, and personality is character devaluated”. Menurutnya kepribadian dan watak adalah satu dan sama, tetapi dipandang dari segi yang berlainan. Apabila orang akan mengenakan  norma-norma, yang berarti mengadakan penilaian lebih tepat dipergunakan istilah “watak”. Apabila tidak mengadakan penilaian sehingga menggambarkan apa adanya, dipakai istilah “kepribadian”.[4]
2.             Temperament (Tabiat)
Temperament adalah kepribadian yang lebih bergantung pada keadaan badaniah, atau kepribadian yang berkaitan erat dengan determinan biologis atau fisiologis. Secara singkat dapat dikatakan bahwa tabiat adalah konstitusi kejiwaan. Temperament memiliki aspek yang meliputi:
a.       Motalitas (kegestian atau kelincahan) ditentukan oleh otot, tulang dan saraf perifer.
Contoh:
·      Orang bekerja dan bereaksi dengan lincah dan gesit.
·      Orang bekerja dengan tenang.
b.      Vitalitas (daya hidup) lebih ditentukan keadaan hormonal dan saraf otonom.
Contoh:
·      Orang dengan vitalitas tinggi: baru bangun pagi sudah penuh gairah hidup dan memiliki berbagai rencana.
·      Orang yang mudah bosan, kurang kreativ, dan kurang inovatif.
c.       Emosionalitas (daya rasa) lebih ditentukan keadaan neurohormonial dan saraf pusat.
Contoh:
·      Bila ada sesuatu yang menakutkan, ada orang yang bereaksi segera dan spontan secara emosional.
·      Ada orang yang biasa-biasa saja dalam menghadapi hal yang menakutkan atau mengejutkan.


3.             Traits (Sifat)
Sifat adalah sistem neuropskis yang digeneralisasikan dan diarahkan, dengan kemampuan untuk menghadapi bermacam-macam perangsang secara sama, memulai serta membimbing perilaku adaptif dan ekspensi secara sama.
4.             Tipe
Perbedaan antara sifat dan tipe menurut Allport adalah:
a.       Individu dapat memiliki sesuatu sifat, tetapi tidak dapat memiliki suatu tipe.
b.      Tipe adalah konstruksi ideal si pengamat dengan mengabaikan sifat-sifat khas individualnya.
c.       Tipe menunjukkan perbedaan buatan, sedangkan sifat refleksi sebenarnya dari individu.

5.             Habit  (Kebiasaan)
Kebiasaan adalah bentuk tingkah laku yang tetap dari usaha menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang mengandung unsur afektif perasaan
B.            Paradigma Kepribadian
Ada lima paradigma yang biasa digunakan saat membahas mengenai kepribadian. Kelima paradigma tersebut adalah sebagai berikut:
·                    Antropologi
Paradigma Antropologi mengutamakan proses belajar melalui praktik budaya, bukan pada faktor biologis dan evolusi. Meinarno dkk. (2011) menyebutkan bahwa dalam paradigma ini, budaya dan kepribadian harus dilihat sebagai keutuhan aspek yang ditemukan di lapangan, bukan sistem-sistem yang dilihat secara rerpisah. Selanjutnya philip K. Bock (1980) menyebutkan empat pendekatan yang biasa digunakan untuk mempelajari hubungan antara budaya dan kepribadian, yaitu konfigurasi, modal dan dasar kepribadian, karakter nasional, dan lintas kebudayaan.
·                    Psikologi
Dalam paradigma Psikologi, hal yang lebih ditekankan adalah sifat (trait) (G.W.Allport). Namun, masing-masing tokoh sebenarnya memiliki pendekatannya masing-masing untuk menjelaskan kepribadian manusia. Misalnya, pendekatan psikoanalisis Freud yang mementingkan alam ketidaksadaran dan libido seksualis, pendekatan humanistik Rogers dan Masrow yang mengutamakan memahami manusia sebagai keseluruhan yang utuh, pendekatan kognitif bandura yang fokusnya adalah kesadaran, dan tokoh-tokoh psikologi lainnya. Meskipun berbagai pendekatan ini memiliki konsep yang berbeda mengenai bagaimana kepribadian manusia terbentuk, namun mereka konsisten menyatakan bahwa kepribadian merupakan sesuatu yang relatif stabil dalam berbagai konteks dan situasi (Matsumoto & Juang, 2004).
·                    Lintas budaya
Paradigma Lintas Budaya memandang kepribadian sebagai gejala universal yang sama bermakna dan relevannya antar budaya yang diteliti. Dalam hal ini ada dua kemungkinan terpisah namun berhubungan satu sama lain, yaitu: Adanya faktor bawaan biologis dan evolusi adaptif yang menciptakan kecenderungan genetik untuk ciri-ciri kepribadian. Kemungkinan prinsip-prinsip pembelajaran budaya-konstan dan prosesnya.
·                     Ulayat (indigenous)
Dalam paradigma ini, kepribadian dipandang sebagai sifat-sifat yang hanya ditemukan di lingkungan etnik tertentu saja. Pada umumnya, tidak hanya konsep kepribadian yang mengakar dan berasal dari kelompok budaya tententu, namun metodologi yang digunakan untuk menelitinyapun perlu disesuaikan dengan budaya tersebut. Hal ini menyebabkan studi-studi mengenai kepribadian indigenous sering kali menggunakan inetodologi  tidak  terstandardisasi  milik penelitinya.
·                     Budaya
Paradigma budaya menyatakan bahwa kepribadian bukan hanya dipengaruhi oleh budaya, namun juga dibentuk olehnya (Markus & Kitayama, 1998). Paradigma ini melihat budaya dan kepribadian bukan sebagai dua konsep yang terpisah, melainkan sebagai sistem yang terkait satu sama lain yang mana masing-masingnya menciptakan dan mempertahankan yang lain.

1.             Pengukur Kepribadian
Dalam pengukuran kepribadian, ada beberapa hal yang menurut psikologi dapat diukur, yaitu antara lain kecerdasan (IQ), kreativitas (CQ), emosi (EI), religiusitas, sikap, minat, locus of control, extraversion/introversion, dan lain sebagainya. Konsep-konsep ini diukur dengan menggunakan metode pengukuran psikometri. Contohnya, seseorang diberikan alat ukur MBTI (Myers Briggs Type indicator) untuk melihat tipe kepribadiannya (berdasarkan teori dari psikoanalis carl Gustav Jung). Partisipan diminta untuk mengurutkan berbegai kegiatan dari yang ia sukai sampai yang tidak ia sukai. Diakhir tes, pemberi tes kemudian menghitung dan melihat skala kecenderungan yang dimiliki partisipan tersebut, yang terbagi ke dalam empat kecendrungan: ekxtrovert vs introvert, sensing vs intuition, thinking vs feeling, dan judging vs perceiving.
C.           Budaya Sebagai Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian
Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada diri masing-masing orang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat di mana seseorang itu dibesarkan. Beberapa aspek kebudayaan yang sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan kepribadian antara lain:
1.      Nilai-nilai (values). Di dalam setiap kebudayaan terdapat nilai-nilai hidup yang dijunjung tinggi oleh manusia-manusia yang hidup dalam kebudayaan itu. Untuk  dapat diterima sebagai anggota suatu masyarakat, kita harus memiliki kepribadian yang selaras dengan kebudayaan yang berlaku di masyarakat itu.
2.      Adat dan tradisi, yang berlaku disuatu daerah, di samping menentukan nilai-nilai yang harus ditaati oleh anggotaanggotanya, juga menentukan pula cara-cara bertindak dan bertingkah laku yang akan berdampak pada kepribadian seseorang.
3.      Pengetahuan dan keterampilan. Tinggi rendahnya pengetahuan dan keterampilan seseorang atau suatu masyarakat mencerminkan pula tinggi rendahnya kebudayaan masyarakat itu. Makin tinggi kebudayaan suatu masyarakat makin berkembang pula sikap hidup dan cara-cara kehidupannya.
4.      Bahasa. Bahasa merupakan salah satu faktor yang turut menentukan ciri-ciri khas dari suatu kebudayaan. Betapa erat hubungan bahasa dengan kepribadian manusia yang memiliki bahasa itu. Karena bahasa merupakan alat komunikasi dan alat berpikir yang dapat menunukkan bagaimana seseorang itu bersikap, bertindak dan bereaksi serta bergaul dengan orang lain.
5.      Milik kebendaan. Semakin maju kebudayaan suatu masyarakat/bangsa, makin maju dan modern pula alat-alat yang dipergunakan bagi keperluan hidupnya. Hal itu semua sangat mempengaruhi kepribadian manusia yang memiliki kebudayaan itu.

D.           Pembentukan Karakteristik Kepribadian
Pembentukan kepribadian juga merupakan hasil dari pengalaman-pengalaman yang dialami oleh individu, khususnya mengenai pengalaman-pengalaman yang ikut membentuk kepribadian menurut Drs. H. Abu Ahmadi (2005:202) dapat dibedakan dalam dua golongan, yaitu pengalaman umum dan pengalaman khusus.
Pengalaman umum yaitu pengalaman yang dialami oleh tiap-tiap individu dalam kebudayaan tertentu. Pengalaman ini erat hubungannya dengan fungsi dan peranan seseorang dalam masyarakat. Misalnya, sebagai laki-laki atau wanita mempunyai hak dan kewajiban tertentu. Beberapa dari peran itu dipilih sendiri oleh orang yang bersangkutan tetapi masih tetap terikat pada norma-norma masyarakat, misalnya jabatan atau pekerjaan. Selanjutnya pengalaman khusus, yang merupakan suatu pengalaman yang khusus dialami oleh individu sendiri. pengalaman ini tidak bergantung kepada status dan peranan orang yang bersangkutan dalam masyarakat.
Pengalaman-pengalaman umum maupun khusus di atas memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada tiap-tiap individu, dan individu tersebut juga merencanakan pengalaman-pengalaman tersebut secara berbeda-beda pula sampai akhirnya ia membentuk dalam dirinya suatu struktur kepribadian yang tetap (permanen). Sebelum sampai kepada proses pembentukan kepribadian yang matang, dewasa dan permanen, proses pembentukan pembentukan identitas diri harus melalui berbagai tingkatan. Salah satu tingkatan yang harus dilalui adalah identifikasi, yaitu dorongan untuk menjadi sama (identik) dengan orang lain, misalnya dengan ayah, ibu, kakak, saudara, guru, dan sebagainya.
Pada masa remaja tahap identifikasi ini dapat menyebabkan kebingungandan kekaburan akan peranan sosial, karena remaja-remaja cendrung mengdentifikasikan dirinya dengan beberapa tokoh sekaligus, misalnya dengan ayah, bintang filem kesayangannya, dan tokoh idola lainya. Kepribadian seseorang itu diekspresikan ke dalam beberapa karakteristik, sehingga dengan mengerti karakteristik-karakteristik tersebut dapat dimengerti pula kepribadian orang yang bersangkutan.
Menurut Drs. H. Abu Ahmadi karakteristik untuk mengenali kepribadian adalah:[5]
1.      Penampilan fisik: tubuh yang besar, wajah yang tampan, tubuh yang sehat, pakaian yang kusut, semuanya menggambarkan kepribadian dari orang yang bersangkutan, apakah ia berwibawa dan percaya diri sendiri atau kurang semangat dan mempunyai rendah diri.
2.      Temperamen: yang merupakan suasana hati yang menetap dan khas pada orang yang bersangkutan, misalnya pemurung, pemarah, periang, dan sebagainya.
3.      Kecerdasan dan sebagainya
4.      Arah minat dan pandangan mengenai nilai-nilai.
5.      Sikap sosial.
6.      Kecendrungan-kecendrungan dalam motivasinya.
7.      Cara-cara pembawaan diri, misalnya sopan-santun, banyak bicara, mudah bergaul dan sebagainya.
8.      Kecendrungan patologis, yaitu tanda-tanda adanya kelainan kepribadian seperti reaksi-reaksi yang skiofrenis dan sebagaiya.
Karakteristik juga terbagi dalam dua hal, yaitu karakteristik kepribadian yang sehat, dan karakteristikkepribadian yang tidak sehat. Menurut E. B. Hurlock (1986) karakteristik kepribadian yang sehat ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1.        Mampu menilai diri secara realistic. Individu yang kepribadiannya sehat mampu menilai diri apa adanya, baik kelebihan maupun kelemahannya, menyangkut fisik (postur tubuh, wajah, keutuhan dan kesehatan) dan kemampuan (kecerdasan dan keterampilan).
2.        Mampu menilai situasi realistic. Individu dapat menghadapi situasi atau kondisi kehidupan yang dialaminya secara realistic dan mau menerima secara wajar. Dia tidak mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai suatu yang harus sempurna.
3.        Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistic. Individu dapat menilai prestasinya (keberhasilan yang diperolehnya) secara realistic dan mereaksinya secara rasional. Dia tidak menjadi sombong, angkuh atu mengalami “Superiority complex”, apabila memperoleh prestasi yang tinggi, atau kesuksesan dalam hidupnya. Apabila mengalami kegagalan, dia tiak mereaksinya dengan frustasi, tetapi dengan sikap optimistic (penuh harapan).
4.        Menerima tanggung jawab. Individu yang sehat adalah individu yang bertanggung jawab. Dia mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.
5.        Kemandirian (autonomy). Individu memiliki sifat mandiri dalam cara berfikir dan bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di lingkungannya.
6.        Dapat mengontrol emosi. Individu merasa nyaman dengan emosinya. Dia dapat menghadapi situasi frustasi, depresi atau stress secara positif atau konstruktif, tidak deskruptif (merusak).
7.        Berorientasi tujuan. Setiap orang mempunyai tujuan yang ingin dicapainya. Namun, merumuskan tujuan itu ada yang realistic dan ada yang tidak realistic. Individu yang sehat kepribadiannya dapat merumuskan tujuannya berdasarkan pertimbangan secara matang (rasional), tidak atas dasar paksaan dari luar. Dia berupaya untuk mencapai tujuan tersebut dengan cara mengembangkan kepribadian (wawasan) dan keterampilan.
8.        Menghargai dan menilai orang lain seperti dirinya sendiri.
9.        Merasa nyaman dan terbuka terhadap orang lain.
10.    Tidak membiarkan dirinya dimanfaatkan untuk menjadi korban orang lain dan tidak mengorbankan orang lain karena kekecewaan dirinya.
11.    Penerimaan social. Individu dinilai positif oleh orang lain, mau berpartisipasi aktif dalam kegiatan social, dan memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain.
12.    Memiliki filsafat hidup. Dia mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat hidup yang berakar dari keyakinan agama yang dianutnya.
13.    Berbahagia. Individu yang sehat, situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan. Kebahagiaan ini didukung oleh factor-faktor achievement (pencapaian prestasi), acceptance (penerimaan dari orang lain), dan affection (perasaan dicintai atau disayangi orang lain).
Adapun karakteristik kepribadian yang tidak sehat, ditandai dengan:
1.      Mudah marah (tersinggung.
2.       Menunjukan kekhawatiran dan kecemasan.
3.      Sering merasa tertekan (stress atau depresi).
4.      Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap binatang.
5.      Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah diperingati atau dihukum.
6.      Mempunyai kebiasaan berbohong.
7.      Hiperaktif.
8.      Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas.
9.      Senang mengkritik/mencemooh orang lain.
10.  Sulit tidur.
11.  Kurang memiliki tanggung jawab.
12.  Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama.
Bersikap psimis dalam menghadapi kehidupan.
Dalam pembahasan ranah (domain) perilaku sosial dan bagaimana perilaku sosial berhubungan atau dipengaruhi konteks umum budaya,  dimana perilaku ini mengambil tempat dalam suatu konteks sosial dan budaya yang bervariasi luas dari suatu tempat ke tempat yang lain. Dalam seksi ini, kita bergelut dengan dua matra penting dari variasi sosial dan budaya yang ditemui lintas-budaya: keragaman peran (Role Diversity) dan kewajiban peran.[6]
E.            Keterkaitan Antara Teori Kepribadian dan Pendekatan Konseling
Suatu teori terdiri dari segugusan asumsi yang saling berhubungan tentang gejala-gejala empiris tertentu, dan definisi-definisi empiris yang memungkinkan si pemakai beranjak dari teori abstrak ke observasi empiris.[7] Dapat disimpulkan bahwa teori kepribadian harus merupakan segugusan asumsi tentang tingkah laku manusia beserta definisi-definisi empirisnya. Suatu teori kepribadian harus terdiri dari sekumpulan asumsi tingkahlaku manusia beserta aturan-aturan untuk menghubungkan asumsi-asumsi dan definisi-definisi supaya menjadi jelas interaksinya dengan peristiwa-peristiwaempiris atau peristiwa-peristiwa yang bisa diamati.
Teori kepribadian mempunyai peranan penting dalam pendekatan konseling, yang dimana konseling merupakan suatu proses interaksi antar konselor dan konseli dalam upaya membantu pemecahan masalah yang dihadapi oleh konseli. Penyelesaian masalah yang dihadapi oleh suatu individu tentunya menggunakan berbagai pendekatan yang berkaitan dengan teori-teori kepribadian. Yang kepribadian itu sendiri merupakan corak tingkah laku individu yang terhimpun dalam dirinya, yang digunakan untuk bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap segala rangsang, baik yang datang dari dalam dirinya sendiri (internal) sehingga corak tingkah lakunya itu merupakan suatu kesatuan fungsional yang khas bagi individu itu. Teori kepribadian memberikan pemahaman mengenai gejala tingkah laku individu, yang dimana masalah yang dihadapi oleh individu berkaitan dengan tungkah laku yang timbul dari dalam diri dan lingkungannya. Segala tingkah laku individu adalah manifestasi dari kepribadian yang dimilikinya sebagai perpaduan yang timbul dari dalam diri dan lingkungannya.
Bila dicermati, pada hakekatnya konseling itu bersifat psikologis. Dari sisi tujuan, proses serta konsep yang tercakup menunjukkan bukti bahwa konseling merupakan proses psikologis. Dari sisi tujuannya, rumusan tujuan konseling itu adalah berupa pernyataan yang menggambarkan segi-segi psikologis (perilaku) dalam diri klien, dari prosesnya, seluruh proses konseling merupakan proses kegiatan yang bersifat psikologis, dan dilihat dari teori atau konsepnya, konseling bertolak dari teori -teori atau konsep-konsep psikologi.




BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Kepribadian mencakup sistem fisik dan psikologis meliputi perilaku yang terlihat dan pikiran yang tidak terlihat, serta tidak hanya merupakan sesuatu, tetapi melakukan sesuatu. Kepribadian adalah substansi dan perubahan, produk dan proses serta struktur dan perkembangan, yang dipengaruhi berbagai faktor termasuk salah satunya budaya.
B.            Saran
Pribadi dan budaya sangat erat kaitannya dalam pembentukan perilaku yang dihasilkan manusia. untuk itu sangat direkomendasikan bagi para mahasiswa bimbingan dan konseling untuk mendalami pengetahuannya mengenai konseling lintas budaya.
















DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 2005. Psikologi Perkembangan, Jakarta: Rineka Cipta
Alwisol. 2005. Psikologi Kepribadian, Malang: Universitas Muhammadyah Malang
Calvin S, dkk. 1993. Psikologi Kepribadian 1Teori-teori Psikodinamik (klinis), Yogyakarta: Kanisius
Ngurah, Anak Agung. 2013. Konseling Lintas Budaya, Yogyakarta: Graha Ilmu
Sarwono, Sarlito W. 2015. Psikologi Lintas Budaya,  Jakarta: Rajawali Pers
Sunaryo. 2002. Psikologi Untuk Keperawatan, Jakarta: Buku Kedokteran EGC



[1] Sarlito W Sarwono, Psikologi Lintas Budaya,  (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm 93.
[2]  Alwisol, Psikologi Kepribadian, (Malang: Universitas Muhammadyah Malang, 2005), hlm. 8.
[3] Sunaryo, Psikologi Untuk Keperawatan, (Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2002), hlm. 128.
[4] Ibid.,
[5] Abu Ahmadi, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 204.
[6] Anak Agung Ngurah, Konseling Lintas Budaya, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hlm. 46.
[7] Calvin S, dkk, Psikologi Kepribadian 1Teori-teori Psikodinamik (klinis), (Yogyakarta: Kanisius, 1993), hlm. 37.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Free Baccarat - No download, no registration
Play with bitcoin 메리트카지노 today - a no download, no registration, 바카라 사이트 free coins, no registration. Play online baccarat with no download 1xbet korean required!