TEORI PEMBENTUKAN
PERILAKU (Skinner)
(Psikologi
Kepribadian)
PENDAHULUAN
Di antara para
ahli yang mencetuskan mengenai teori belajar behaviorisme ini, B.F Skinner lah
yang paling produktif dalam mengemukakan gagasan dan penelitiannya, serta yang
paling berpengaruh, dan dapat menjawab segala macam tantangan serta kritikan
atas behaviorisme. Pada intinya, teori belajar behaviorisme ini berorientasi
pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Dengan dilakukannya pengulangan dan
pelatihan supaya perilaku dari individu yang diobservasi mengalami perubahan ke
arah yang lebih baik dan mencapai hasil yang diinginkan. Perilaku yang
diinginkan akan mendapatkan penguatan yang positif sementara perilaku yang
tidak diinginkan akan diberikan penguatan negatif agar sedikit demi sedikit
perilaku negatif itu tidak tampak pada individu tersebut. Karena semua tingkah
laku baik yang dikehendaki maupun tidak, diperoleh melalui belajar dan
lingkungan. Pada tulisan ini selanjutnya akan dibahas lebih terperinci mengenai
teori dari Skinner.
A.
Biografi Skinner
Burrhus
Frederic Skinner dilahirkan pada tanggal 20 Maret 1904 di Susquehanna,
Pensylvania, Amerika Serikat. Ayahnya adalah seorang pengacara yang menjadi
General Counsel di sebuah perusahaan batu bara besar, dan ibunya adalah seorang
ibu rumah tangga yang cerdas. Dia dididik oleh orang tuanya dengan didikan
model kuno dan disiplin.
Skinner
merupakan anak yang kreatif, ia banyak menghasilkan waktu untuk merancang dan
membuat berbagai alat permainan seperti gerobak, sumpit, layang-layang dan
model-model pesawat terbang. Skinner tumbuh dalam keluarga yang hangat dan
harmonis. Ia pun mengenang masa kanak-kanaknya sebagai kehidupan yang penuh
kehangatan namun cukup ketat dalam kedisiplinan.
Skinner lebih
suka hidup di luar rumah, ia pun sangat menikmati sekolahnya dan menciptakan
sesuatu. Dalam hidupnya pernah terjadi suatu tragedi, yaitu saudara
laki-lakinya meninggal dunia pada usia 1 tahun, karena pembengkakan pembuluh
darah pada otak.
Skinner ingin
sekali menjadi seorang penulis dan ia pun mencobanya dengan mengarang lalu
mengirim puisi dan cerita pendek. Skinner terus saja menulis dan selalu
berkarya sampai akhir hayatnya. Dan Skinner pun meninggal pada tanggal 18
Agustus 1990, karena Leukimia. Ia telah berhasil menjadi seorang tokoh
psikologi yang paling terkenal sejak Sigmund Freud.
Skinner kecil
adalah seorang anak yang selalu aktif. Sehingga ia pun tetap aktif ketika
beranjak remaja. Keinginannya untuk menjadi seorang penulis membuat ia selalu
berkarya melalui tulisan. Selama menuntut ilmu di sekolah menengah, ia didorong
oleh guru bahasa Inggrisnya agar mengambil jurusan sastra di perguruan tinggi.
Di sekolah menengah, Skinner berusaha mencari uang sendiri dengan berbagai cara
antara lain dengan membuat iklan pertunjukan¬pertunjukan, bermain jazz band dan
bersama temannya mengorganisasi pertunjukan musik. Setelah lulus dari sekolah
menengah, ia pun melanjutkan belajarnya di Hamilton College, di dekat Uthica.
Pada masa itu ia menunjukkan minat seni dan intelektual yang besar pada seni
sastra. Di Hamilton College, Skinner menjadi editor surat kabar mahasiswa
sastra, menulis puisi, berlatih musik, menjadi pelukis dan permain saksofon.
Setelah lulus
dari Hamilton College tahun 1926, Skinner ingin menjadi seorang penulis. Tetapi
ayahnya tetap saja melarang dan menganjurkan untuk meninggalkan karir potensial
ini. Skinner muda tetap saja tidak menghiraukan ayah dan kemudian ia
menghabiskan waktu satu tahun untuk menulis cerita fiksi di Greenwich Village,
tempat berkumpulnya para sastrawan di New York. Namun masa ini tidak produktif,
kemudian Skinner berhenti menulis dan mengikuti kuliah psikologi di Harvard
pada tahun 1928 dengan mengkhususkan diri pada bidang tingkah laku hewan.
Sebelum mengambil keputusan untuk kuliah jurusan psikologi, Skinner telah
membaca karya dari Ivan Pavlov seorang fisiologi, dari Rusia yang telah
mengadakan eksperimen dengan anjing yang refleks dikondisikan. Selain itu,
Skinner juga membaca karya J.B Watson tentang behaviorisme dan Skinner pun tertarik.
Dan Skinner berhasil meraih gelar doctor pada tahun 1931.
Selama tahun 1930-an dan 1940-an, Skinner
mengembangkan teorinya dengan melakukan eksperimen-eksperiman pengondisian
operan (operant conditioning). Dan pada tahun 1954, Skinner ikut serta dalam
sebuah symposium tentang kecenderungan-kecenderungan modern dalam psikologi.
Skinner menggunakan media ketika proses belajar mengajar Berdasarkan
prinsip-prinsip yang mengaturnya. Presentasi tersebut dipublikasikan dalam
Harvard Educational Review pada tahun 1954 dan menobatkan Skinner sebagai
“pencipta teknologi pendidikan”.[1]
B.
Manusia dalam Pandangan
Fokus utama
dalam konsep behaviorisme adalah perilaku yang terlihat dan penyebab luar yang
menstimulasinya. Skinner menekankan pentingnya kontrol terhadap prilaku.
Menurutnya, “jika ilmu pengetahuan dapat menyediakan cara untuk mengontrol
perilaku, faktor penentu internal lain yang memprediksi dan menjelaskan
perilaku bukanlah mengontrol.
Behaviorisme
memandang manusia sangat mekanistik, karena menganalogikan manusia seperti
mesin. Konsep mengenai stimulus-respons seolah-olah menyatakan bahwa manusia
akan bergerak atau melakukan sesuatu apabila ada stimulasi.[2]
Skinner
menjelaskan perilaku manusia dengan tiga asumsi dasar, dimana asumsi pertama dan
kedua pada padasarnya menjadi asumsi psikologi pada umumnya, bahkan juga
merupakan asumsi semua pendekatan ilmiah. Ketiga asumsi tersebut adalah:[3]
1.
Tingkah
laku itu mengikuti hukum tertentu (behavior is lawful). Ilmu adalah usaha untuk
menbemukan keteraturan, menunjukkan bahwa peristiwa tertentu berhubungan secara
teratur dengan peristiwa lain.
2.
Tingkah
laku dapat diramalkan (behavior can be predicted). Ilmu bukan hanya
menjelaskan tetapi juga meramalkan. Bukan hanya menangani peristiwa masa lalu
tetapi juga masa yang akan datang. Teori yang berdaya guna adalah yang
memungkinkan dilakukannya prediksi mengenai tingkah laku yang akan datang dan
menguji prediksi itu.
3.
Tingkah
laku dapat decontrol (behavior can be controlled). Ilmu dapat melakukan
antisipasi dan menentukan/membentuk tingkah laku seseorang.
C.
Konsep Utama Behaviorisme
Bagi Skinner,
istilah “ kepribadian” tidak ada, yang ada adalah perilaku, karena perilaku
sepenuhnya dapat dipaham karena merupakan tanggapan terhadap faktor-faktor dari
lingkungan. Upaya untuk memahami atau menjelaskan perilaku sebagai struktur
internal, seperti kepribadian atau ego hanya merupakan fiksi, karena istilah
ini tidak cukup membantu. Alasannya adalah sebagai berikut. Pertama,
disajikan sedemikian rupa sehingga tidak dapat secara langsung diamati. Kedua,
sangat sulit untuk menyimpulkan defenisi operasionalnya. Ketiga, hampir
tidak mungkin untuk mengembangkan sarana untuk menguji kepribadian secara
sistematis dan empirik. Sebaliknya, Skinner menyarankan agar kita
berkonsentrasi pada konsekuensi lingkungan yang menentukan dan mempertahankan
perilaku individu. Hal ini berarti tidak perlu untuk menempatkan kekuatan
internal atau motivasi dalam diri seseorang sebagai faktor penyebab perilaku.
Skinner tidak menyangkal bahwa kondisi seperti itu terjadi sebagai produk
perilaku. Tetapi, baginya, tidak ada gunanya menggunakan kepribadian sebagai
variabel sebab-akibat karena tidak dapat didefenisikan secara operasional dan
intensitasnya tidak dapat diukur.
Dari pada
mencoba menjelaskan bagaimana seseorang lapar, Skinner lebih memilih untuk
menentukan variabel atau kekuatan dari lingkungan yang memengaruhi perilaku
makan, “apa efek yang terjadi dari makanan terakhir dia makan”? apa konsekuensi
dari jumlah makanan yang dikonsumsi? Faktor-faktor lingkungan dapat
didefenisikan secara spesifik, dapat diukur, dan ditangani secara empiris.
Skinner
menekankan subjek penelitian yang bersifat individual. Ia mempelajari setiap
binatang secara terpisah dan melaporkan hasilnya dalam bentuk catatan
individual. Berbeda dengan peneliti lain, mereka umumnya menarik kesimpulan
berdasarkan kerja kelompok sebagai pembanding dari keseluruhan. Skinner percaya
bahwa hukum perilaku harus ditentukan setiap subjek individual bila diamati
dibawah kondisi yang sesuai. Psikologi sulit dikatakan sebagai sebuah ilmu
apabila tetap berada dalam system dimensi alamiah.[4]
1.
Perkembangan Perilaku melalui Belajar
Ketika lahir
manusia hanyalah seikat kapasitas bawaan dan konsekuensi perilaku yang muncul
sebagai hasil belajar. Skinner membuat defenisi sederhana mengenai penguatan.
Sesuatu yang memperbuat menurutnya adalah segala sesuatu yang meningkatkan
kemungkinan kemunculan perliaku tertentu.
2.
Penguatan instrumental
Perilaku
instrumental muncul tanpa memerlukan keberadaan stimulus. Perilaku tersebut
muncul secara spontan. Tidak semua bayi yang lahir memiliki reflek. Beberapa tanggapan
mengenai perilaku instrumental. Perbedaan utama antara perilaku sppontan dan
perilaku instrumental adalah terletak pada sumber stimulus. Perilaku responsif
terjadi karena adanya stimulus, sementara perilaku instrumental muncul secara
bebas yang dibuat oleh organisme yang bersangkutan. Sifat penguatan juga
berbeda dengan pengkondisian klasik yang stilmulus yang menjadi penguatnya
muncul mendahului perilaku.
3.
Pembentukan (shaping)
Skinner
memperkenalkan pembentukan atau metode aproksimiasi. Metode ini merupakan cara
untuk menguatkan suatu perilaku, misalnya pada orang yang mengalami fobia terhadap
hewan tertentu akan diterapi dengan metode aprokmiasi. Tahap awal metode ini
adalah dengan menempatkan hewan yang ditakuti pada jarak tertentu secara
bertahap didekatkan lebih dekat.
4.
Ransangan permusuhan
Stimulus
permusuhan adalah kebalikan dari stimulus yang memperkuat. Iya merupakan suatu
yang tidak menyenangkan atau menyakitkan. Stimulus permusuhan digambarkan
sebagai bentuk pengondisian yang dikenal dengan sebagai hukuman.
D.
Penerapan Behaviorisme dalam Konseling
Beberapa
prinsip pengubahan tingkah laku yang dikembangkan Skinner diaplikasikan dalam
pelaksanaan konseling. Bentuk aplikasi tersebut adalah sebagai berikut:[5]
1.
Modifikasi Perilaku
Modifikasi
perilaku sering disebut b-mood, yaitu teknik terapi berdasarkan teori
Skinner. Caranya adalah dengan memadamkan perilaku yang tidak diinginkan
(dengan menghapus renforcer) dan menggantinya dengan perilaku yang
diinginkan melalui penguatan. Teknik ini digunakan pada berbagai macam gangguan
psikologis, seperti kecanduan obat-obatan, neurosis, rasa malu, autism, bahkan
skizofrenia, dan ternyata hasilnya sangat baik terutama untuk anak-anak.
Contohnya, seorang penderita psikotik yang belum dapat berkomunikasi dengan
orang lain selama bertahun-tahun yang kemudian berhasil dikondisikan untuk
dapat berprilaku normal, seperti makan dengan pisau dan garpu, mengurus
kebutuhan sendiri, berpakaian sendiri, dan sebagainnya. Dibawah ini, selain
bentuk-bentuk aplikasi pelaksanaan konseling pengubahan tingkah laku yang
dikembangkan Skinner, juga merupakan cabang-cabang dari b-mood.
2.
Pembanjiran (flooding)
Membanjiri klien dengan situasi atau penyebab yang menimbulkan
kecemasan atau tingkah laku yang dikehendaki. Klien diminta untuk tetap
bertahan dalam sebuah kondisi sampai yang bersangkutan menyadari bahwa
malapetaka yang dicemaskannya tidak terjadi. Fooding hatus dilakukan
dengan sangat hati-hati Karen reaksi emosi yang sangat tinggi bisa menimbulkan
akibat yang membahayakan. Utnuk penderita gangguan jantung, flooding
bisa berakibat fatal, meskipun dampaknya sangat luar biasa. Penderita fobia
ketinggian dapat disembuhkan dengan memaksanya naik lift dan
berjalan-jalan di atas panggung gedung bertingkat. Penjenuhan (satiation)
adalah varian flooding yang dipakai seseorang untuk mengontrol tingkah
lakunya sendiri (self control)
3.
Terapi Aversi
Pada control diri, pelaksanaan terapi dapat dilakukan oleh individu
sendiri. Sedangkan pada terapi aversi, pengaturan kondisi aversi diciptakan
oleh terapis. Misalnya, remaja yang senang berkelahi akan dintunjukkan foto
teman-temannya yang kesakitan karena berkelahi. Pada saat yang sama, remaja
tersebut dikenai kejut listrik yang menimbulkan rasa sakit. Dengan cara ini
diharapkan terjadi proses pembalikan renforcement positive (berupa
perasaan senang/bangga) karena menyakiti teman lain, berbah menjadi reinforcement
negative (perasaan iba, berdosa, dan takut) karena melihat luka dan
merasakan sakit karena kejut listrik.
4.
Pemberian Reward / punishment secara selektif
Strategi terapi ini untuk memperbaiki tingkah laku anak dengan
melibatkan figure disekeliling anak sehari-hari, khususnya orang tua dan guru.
Terapis meneliti klien dalam situasi yang alamiah, bekerja sama dengan orang
tua dan guru untuk memberi hadiah ketika anak melakukan tingkah laku yang
dikehendaki, dan menghukum apabila muncul tingkah laku yang tidak dikehendaki.
Bentuk hadiah atau hukuman yang diberikan sebelumnya direncanakan secara teliti
dan dipilih karena memberikan dampak yang paling efektif.
5.
Latihan Keterampilan Social
Teknik ini banyak dipakai untuk membantu penderita depresi. Teori
depresi yang popular memandang depresi sebagai akibat daari perasaan tidak
mendapat hadiah (perhatian) dari lingkungan, mungkin karena tidak memiliki
keterampilan untuk memperolehnya. Kepada penderita diajarkan teknik-teknik
khusus dalam berinteraksi social.
6.
Kartu berharga (token Economic)
Teknik yang didasarkan pada prinsip pengondisian operan didesain
untuk mengubah tingkah laku klien. Intervensi ini bisa dipakai untuk mendidik
anak di rumah atau di sekolah, khususnya kepada anak yang lambat belajar,
autistic, dan delinkuen. (di rumah sakit jiwa dipakai untuk mengubah tingkah
laku psikiatrik kronik). Hadiah kartu berharga diberikan kepada setiap klien
ketika memunculkan tingkah laku yang dikehendaki, misalnya memakai pakaian
sendiri, makan semdiri, mengatur tempat tidur sendiri, menyapu lantai, belajar,
dan sebagainya. Pemberian reinforcementdiatur dalam interval atau rasio,
bisa divariasikan dengan member hukuman, yakni mengambil kartu yang sudah
dimiliki klien kalau dia melakukan kesalahan. Sesudah kartu ditangan klien
mencapai jumlah tertentu, dapat ditukar dengan reinforcement primer yang
disukainya. Strategi kartu berharga pada dasarnya memakai prinsip premack:
“kumpulkan kartu dulu, nanti (sesudah jumlahnya cukup) kamu boleh/mendapat…….”
Teknik ini sering digunakan di lembaga-lembaga, seperti rumah sakit
jiwa dan penjara. Aturan-aturan tertentu yang dibuat secara eksplisit dalam
lembaga, dan setiap perilaku yang sesuai akan dihargai dengan token, seperti:
poker chips, tiket, uang. Sementara perilaku buruk tertentu akan diikuti dengan
penarikan token tersebut. Token dapat ditukar dengan bentuk-bentuk lain yang
diinginkan, seperti permen, rokok, game, film, liburan, dan seterusnya. Cara
ini terbukti sangat efektif untuk menjaga ketertiban di lembaga-lembaga yang
dulunya sulit dilakukan. Kelemahan dari token ekonomi terutama untuk pengubahan
tingkah laku orang yang dipenjara: ketika seorang narapidana kembali ke
masyarakat, mereka tidak lagi mendapatkan penguat prilaku seperti yang biasa
mereka terima. Sementara untuk pasien psikologis mungkin akan tetap dilakukan
oleh keluarga.
KESIMPULAN
Teori belajar
behaviorisme adalah teori yang menunjukkan hubungan antara respon yang muncul
dengan rangsangan yang diberikan yang dikaji dari pendekatan behavioristik,
yang berarti suatu sudut pandang yang menekankan kajian ilmiah terhadap
berbagai respon perilaku yang dapat diamati dan penentu lingkungannya. Menurut
Skinner, manusia pada dasarnya dilahirkan netral “tabula rasa”. Lingkungan yang
menentukan arah perkembangan tingkah laku manusia lewat proses belajar. Kaitan
teori belajar behaviorisme dengan pembentukan kepribadian dari setiap individu adalah
karena lingkungan memberikan stimulus-stimulus kepada masing-masing individu.
Dan individu-individu akan memberikan respon terhadap stimulus tersebut dengan
tingkah laku yang mereka tunjukkan. Jika stimulus datang secara terus menerus
dan terdapat penguatan maka kepribadian yang terbentuk akan semakin
menonjol/kuat.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat Dede Rahmat. 2011. Psikologi
Kepribadian dalam Konseling, Bogor: Ghalia Indonesia
Kuntjojo. 2009. Psikologi
Kepribadian, Kediri: PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING UNIVERSITAS NUSANTARA
PGRI KEDIRI
[1] Biografi
Burrhus Frederick Skinner (http://www.referensimakalah.com/2013/01/biografi-burrhus-frederic-skinner.html diakses: 21
April 2017)
[2]
Dede Rahmat
Hidayat, Psikologi Kepribadian dalam Konseling, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2011), hlm. 126.
[3]
Awisol dalam Kuntjojo, Psikologi Kepribadian, (Kediri: PENDIDIKAN
BIMBINGAN DAN KONSELING UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI, 2009), hlm. 34.
[4]
Dede Rahmat Hidayat., Op.cit., hlm. 127.
[5]
Ibid., hlm. 131.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar