Ads block
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Hubungan Interpersonal
By
Aile Pixel
Artikel
·
makalah
Psikologi Komunikasi: Hubungan Interpersonal HUBUNGAN INTERPERSONAL (Psikologi Komunikasi) (Materi Disajikan dalam Seminar Kelas) Oleh: M Khuza…
Baca selengkapnya »
Kualitas dan Pendidikan Konselor
By
Aile Pixel
Artikel
·
makalah
Konseling: Kualitas dan Pendidikan Konselor KUALITAS DAN PENDIDIKAN KONSELOR (Makalah Disajikan dalam Seminar Kelas) Oleh: M. Khuzaifah Program S…
Baca selengkapnya »
SEARCH
LATEST
3-latest-65px
SECCIONS
- Artikel (2)
- dinasti syafawi (1)
- makalah (21)
- Makalah Model Bimbingan dan Konseling (1)
- Novel (2)
- Puisi Kesedihan (2)
- slide (5)
About us
Total Pageviews
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Hubungan Interpersonal
Psikologi Komunikasi: Hubungan Interpersonal
HUBUNGAN INTERPERSONAL
(Psikologi Komunikasi)
(Materi
Disajikan dalam Seminar Kelas)
Oleh: M Khuzaifah
ABSTRAK
Hubungan interpersonal dapat
meningkatkan sebuah komunikasi yang efektif. Pada tahap awal hubungan
interpersonal seseorang memperoleh stimulasi dari orang lain. Dari rangsangan yang
diterima baik secara mental, emosi maupun fisik dapat menimbulkan daya tarik
untuk berinteraksi sehingga terciptanya sebuah keakraban. Dari segi psikologi
komunikasi, hubungan yang baik akan meningkatkan komunikasi yang baik pula.
Melalui hubungan dengan orang lain, seseorang dapat memperoleh pemahaman diri
yang lebih baik. Dengan membina interaksi dengan orang lain, seseorang dapat
lebih meningkatkan kesadaran tentang siapa dirinya yang tidak dapat dilepaskan
dari cara bagaimana orang lain memandang dan memperlakukan dirinya. Hubungan
interpersonal menumbuhkan kepekaan dan keterampilan untuk dapat berkomunikasi
secara efektif.
Kata kunci: Hubungan Interpersonal, Interaksi, komunikasi
Hubungan
Interpersonal
Manusia
merupakan makhluk sosial yang saling melakukan interaksi dengan manusia lainnya.
Sesuai dengan yang dijelaskan oleh Larson, Csikszantmihalyi, dan Graef yang
dikutip dari Dian Wisnuwardhani (2012:1) bahwa 70 persen dari 197 remaja dan
orang dewasa melakukan aktivitas bersama orang lain setidaknya dua kali dalam
sehari. Hal ini menunjukkan bahwa melakukan hubungan dengan orang lain
merupakan aspek yang signifikan dan sangat penting bagi kehidupan kita. Hubungan
interpersonal merupakan hubungan yang terdiri dari dua orang yang saling
tergantung satu sama lain dan menggunakan pola interaksi yang konsisten.
Hubungan ini dapat disebut juga sebagai hubungan timbal balik yang dapat
memberikan pengaruh antara satu dengan yang lainnya.
A.
Teori Hubungan Interpersonal
Melihat
pentingnya hubungan interpersonal ini, maka akan dibahas teori tentang hubungan
interpersonal. Siapapun yang mengemukakan penjelasan tentang mengapa manusia
ingin mempunyai sebuah hubungan dengan manusia lain atau bagaimana terjadinya
sebuah hubungan interpersonal, maka dapat dikatakan bahwa ia sedang berteori tentang
hubungan interpersonal. Dalam tulisan ini penulis akan mengemukakan beberapa
teori hubungan interpersonal
Atraction Theory
Berdasarkan attraction
Theory, dasar bagi seseorang dalam membentuk sebuah hubungan adalah
ketertarikan (Devito 2003) dikutip dari (Dian wisnuwardhani 2012:12). Teori ini
menjelaskan bahwa ketertarikan atau tidak ketertarikan kita terhadap orang lain
atau sebaliknya merupakan proses pembentukan hubungan interpersonal. Timbulnya
ketertarikan ini dipicu oleh empat faktor yang meliputi:
1.
Similarity
(kesamaan), seseorang akan memilih hubungan dengan orang lain yang
memiliki kesamaan dengan dirinya dalam berbagai aspek, seperti ras, kebangsaan,
penampilan, pola pikir, dan lainnya. Meskipun ada sebagian orang justru
tertarik dengan orang yang berkebalikan dengan dirinya yang disebut dengan complementarity.
2.
Proximity
(kedekatan), seseorang akan mudah tertarik dengan orang-orang yang
memiliki kedekatan secara fisik dengan dirinya, seperti teman kerja atau teman
kuliah yang pada umumnya adalah orang-orang yang tinggal disekitarnya.
Kedekatan secara fisik memberikan kemungkinan seseorang untuk mudah bertemu,
berkomunikasi, dan pada akhirnya timbul ketertarikan. Kedekatan merupakan
faktor terpenting dalam membentuk sebuah hubungan atau terjadinya interaksi.
Seperti halnya teman seasrama yang lebih memiliki hubungan dekat dengan teman
yang sekamar dengannya.
3.
Reinforcement
(hadiah), seseorang akan tertarik kepada orang lain yang memberikan
hadiah, pujian, atau semacamnya.
4.
Physical
attractivennes and personality (daya tarik
fisik), seseorang akan tertarik untuk membina interaksi dengan orang yang
memiliki fisik dan kepribadian menarik.
Relationship Rules Apporoach
Pada teori ini,
kajian tentang sebuah hubungan atau relationship ditinjau dari sudut
pandang aturan-aturan yang ada di dalam hubungan tersebut. terciptanya sebuah
hubungan baik itu hubungan pertemanan ataupun percintaan, apabila individu yang
terlibat mematuhi aturan-aturan yang ada di dalam hubungan tersebut. Begitu
sebaliknya hubungan akan memudar dan berakhir apabila aturan-aturan yang ada di
dalamnya dilanggar. Dengan mengetahui beberapa tingkah laku dari hubungan yang
berhasil maupun gagal, maka dapat
diketahui mengapa hubungan itu putus dan bagaimana memperbaikinya.
Social Penetration Theory
Konsep yang
penting pada teori penetrasi sosial yang dikembangkan oleh Irwin Altman dan
Dalman Taylor (1987) adalah keluasan (breadth) dan kedalaman (depth)
dalam sebuah hubungan. Bila sebuah hubungan memudar, keluasan dan kedalaman
akan berbalik arah dengan sendirinya yang diistilahkan dengan depenetrasi. Seiring
dengan memudarnya sebuah hubungan, kita
akan mengurangi pengungkapan perasaan yang terdalam dari diri kita kepada pasangan.
Hubungan sebelumnya yang diwarnai dengan kedekatan secara fisik dan emosi, kini
berjarak baik secara emosi maupun fisik.
Social Exchange Theory
Dalam social
exchange theory dikatakan bahwa alasan kita mengembangkan sebuah hubungan
adalah untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya. Seseorang akan sukarela
mengembangkan sebuah hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup
memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biya (Thibault dan Kelley) dikutip
dari (Jalaluddin Rakhmat, 2007:121). Dengan menggunakan model ekonomi
(untung-rugi) ini, social exchange theory mengatakan bahwa sebuah hubungan akan
dibangun, baik hubungan pertemanan maupun percintaan bila hubungan tersebut
mendatangkan manfaat yang besar bagi seseorang, yang dimana rewards yang
didapat lebih besar dari cost yang diberikan.
Equity Theory
Teori ini
merupakan pengembangan dari teori social exchange. Dijelaskan
bahwasannya dalam sebuah hubungan akan dibangun atau dipertahankan apabila
perbandingan antara manfaat dan biaya pada seseorang sama dengan perbandingan
manfaat dan biaya dari orang lain. Berbagai penelitian telah mendukung bahwa
seseorang menginginkan keadilan dalam sebuah hubungan interpersonal (Ueleke et
al, 1983) dikutip dari (Dian Wisnuwrdhani, 2012:17).
Jadi, di dalam
sebuah hubungan seseorang akan tidak puas dalam hubungan interpersonal apabila
hasil tidak sesuai dengan usaha dan pengorbanan, rewards yang didapatkan
tidak seimbang dengan cost
yang diberikan. seperti contohnya dalam hubungan pertemanan kita akan merasa
kesal dengan seorang teman bila dalam kesehariannya kita lebih sering membantu
teman tersebut sementara teman tersebut hanya sekali-kali saja membantu atau
sama sekali tidak. Adanya ketidak adilan dalam suatu hubungan interpersonal
yang terus berlanjut tanpa adanya perbaikan dapat menyebabkan memudarnya sebuah
hubungan.
Games People Play Theory
Teori
yang berasal dari Eric Berne (1972) dikutip dari (Jalaluddin Rakhmat, 2007:123)
memandang orang-orang berhubungan dalam bermacam-macam permainan, yang didasari
oleh tiga kepribadian manusia yaitu; orang tua (parent), orang dewasa (adult),
dan anak (child). Dalam hubungan interpersonal kita menampilkan salah
satu aspek kepribadin kita dari ketiga aspek tersebut, dan orang lain
membalasnya dengan salah satu aspek itu juga.
Interactional
Theory
Teori
interaksional ini mencoba menggabungkan teori exchange, role dan games.
Yang memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem, setiap sistem
memiliki sifat-sifat struktural, integratif dan medan yang bertindak sebagai
satu kesatuan.
B.
Tahap-tahap Hubungan Interpersonal
Sebuah
hubungan tidak terjadi begitu saja melainkan melewati tahapan. Seseorang tidak
langsung menjadi akrab begitu saja setelah pertemuan terjadi antara Ia dengan
orang lain yang Ia jumpai, melainkan
adanya sebuah proses sehingga terjadinya sebuah keakraban. Sebuah hubungan
bersifat sekuensial, yakni mengikuti suatu tahap yang berurutan dengan sedikit
kesempatan untuk lompat dari tahap yang satu ke tahap berikutnya. Tahapan dalam
hubungan interaksional dapat berupa tahapan yang maju atau tahapan yang mundur
. Seseorang dapat berkenalan lalu menjadi teman akrab bahkan dapat menjadi
pasangan hidup, namun ada juga terjadi sebaliknya, setelah akrab dapat
merenggang karena adanya masalah atau hal lain.
Adapun
tahap-tahap tersebut adalah contact (kontak), involvement
(keterlibatan), intimacy (keakraban), deterioration (pemudaran),
repair (pemulihan) dan dissolution (pemutusan).
Pada
setiap tahap hubungan memiliki peran yang berbeda. Tahap-tahap awal hubungan
biasanya ditandai dengan adanya komunikasi-komunikasi ringan yang ditujukan
untuk saling mengenal satu dengan yang lainnya. Bila berlanjut, maka tahap
komunikasi berikutnya lebih ditujukan untuk memelihara, mengembangkan dan
meningkatkan hubungan, hal ini terjadi karena adanya daya tarik untuk mengenal
lebih jauh dan pembicaraan bercorak personal dan lebih mendalam. Pada sebuah
hubungan yang semakin melemah, waktu dan hubungan komunikasi yang sering
dilakukan semakin sedikit, merupakan tahap pemudaran dalam sebuah hubungan.
Pada tahap pemudaran, masing-masing pihak dpat melakukan usaha pemulihan agar
hubungan dapat membaik seperti semula. Pada sebuah hubungan yang tidak dapat
dipertahankan, maka tahap tahap akhir komunikasi ditujukan untuk mengakhiri
hubungan diantara kedua belah pihak. Umumnya pada tahap ini kedalaman
pembicaraan mulai memudar dan hubungan menjadi dangkal kembali.
C.
Faktor-Faktor yang Menumbuhkan Hubungan Interpersonal
Ada
beberapa faktor-faktor yang menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik,
diantaranya ialah trust, sportive attitude, dan open mindedness
(Jalaluddin Rakhmat, 2007:129).
Trust
(percaya) merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam
hubungan interpersonal. Percaya dapat meningkatkan komunikasi interpersonal,
karena membuka dan memperluas peluang
komunikan untuk mencapai maksudnya. Percaya menentukan efektivitas komunikasi,
memberikan daya tarik untuk komunikasi yang ditujukan untuk pengenalan lebih
lanjut hingga ke tahap intimacy. Sikap suportif merupakan sikap yang
mengurangi sikap defensif, menumbuhkan sikap menghargai, penerimaan, jujur,
serta empatis dalam komunikasi. Selanjutnya ialah sikap terbuka yang merupakan
faktor yang besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang
efektif. Sikap terbuka mendorong timbulnya saling pengertian, saling menghargai
dan saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal kepada kedua pihak
yang menjalin hubungan.
D.
Memelihara Hubungan Interpersonal
Hubungan
interpersonal tidak selalu stabil. Walaupun pada awal perkembangannya sebuah
hubungan berjalan dengan stabil, namun selanjutnya sebuah hubungan bisa saja
mengalami pemudaran, bahkan sebuah hubungan yang sudah terikat dalam status
perkawinan dapat bermasalah. Beragam penyebab memburuknya sebuah hubungan dapat
terkait dengan sudah tidak terpenuhinya lagi apa yang diharapkan dari seseorang
dari sebuah hubungan. Secara umum, bila dalam sebuah hubungan lebih banyak
diperoleh penderitaan dari pada kesenangan, maka hubungan dapat memburuk dan
bila tidak diperbaiki dapat putus.
Sebelum
sebuah hubungan menjadi semakin buruk, yang berakibat pada rusak atau putusnya
sebuah hubungan, ada beberapa strategi yang dapat dipakai untuk memulihkan
hubungan (Devito, 2003) dikutip dari (Dian Wisnuwardhani, 2012:129):
1.
Mengenali
masalah. Dalam menyelesaikan sebuah konflik, harus diketahui apa yang menjadi
akar permasalahannya. Seseorang harus mengemukakan secara terbuka apa yang ia
pikirkan, inginkan atau yang ia rasakan secara jelas, sehingga identifikasi
terhadap masalah menjadi lebih mudah.
2.
Menyelesaikan
konflik secara konstruktif. Penyelesaian konflik secara konstruktif adalah
penyelesaian masalah yang bertujuan untuk win-win solution yaitu
pemecahan masalah mementingkan kedua belah pihak.
3.
Ajukan
alternatif pemecahan masalah. Setelah masalah dapat diidentifikasikan, ajukan
alternatif pemecahannya yang mementingkan kepentingan kedua belah pihak. Dan
selanjutnya diintegrasikan kedalam tingkah laku sehari-hari.
4.
Saling
mendukung.
KESIMPULAN
Hubungan
interpersonal yang baik sangat mempengaruhi komunikasi yang efektif. Semakin
kuat sebuah hubungan interpersonal maka semakin terbuka seseorang mengungkapkan
dirinya, semakin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya,
sehingga semakin efektif komunikasi yang berlangsung di antara komunikan.
Tahap-tahap
terbentuknya sebuah hubungan interpersonal meliputi; kontak, keterlibatan,
keakraban (penguatan), jika dalam sebuah hubungan tidak terpenuhinya atau
dilanggarnya aturan yang telah disepakati bersama dalam hubungan maka hubungan
akan berlanjut kepada tahap pemudaran, jika tidak ada perbaikan di dalam
hubungan maka hubungan dapat dangkal seperti semula (putus).
DAFTAR PUSTAKA
Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Wisnuwardhani, Dian., & Fatmawati Mashoedi, Sri. 2012. Hubungan
Interpersonal, Jakarta: Selemba Humantika
Kualitas dan Pendidikan Konselor
Konseling: Kualitas dan Pendidikan Konselor
KUALITAS DAN
PENDIDIKAN KONSELOR
(Makalah Disajikan dalam Seminar Kelas)
Oleh: M. Khuzaifah
Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam IAIN Langsa
ABSTRAK
Kualitas kepribadian dan kualifikasi pendidikan, pengetahuan, serta
penguasaan atas berbagai teori dan teknik konseling, merupakan modal utama yang
harus dimiliki oleh seorang konselor. Dua modal tersebut sangat menentukan
efektifitas dan keberhasilan aktifitas konseling. Kualitas konselor adalah
semua kriteria keunggulan termasuk pribadi, pengetahuan, wawasan, keterampilan,
dan nilai-nilai yang dimiliki konselor, yang akan menentukan keberhasilan
(efektivitas) proses bimbingan dan konseling.
PENDAHULUAN
Aktivitas bimbingan dan konseling, pada dasarnya
merupakan interaksi timbal-balik, yang di dalamnya terjadi hubungan saling
mempengaruhi antara konselor sebagai pihak yang membantu dan klien sebagai
pihak yang dibantu. Konselor diasumsikan sebagai pribadi yang akan membimbing
konseli dalam mencapai tujuan tertentu, maka dalam relasi ini sangat dibutuhkan
adanya kapasitas tertentu yang harus dimiliki oleh seorang konselor. Kapasitas
tertentu inilah yang menentukan kualitas konselor.
Masih banyak
orang yang memandang bahwa pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan
oleh siapa juga, asalkan mampu berkomunikasi dan berwawancara. Pelayanan
bimbingan dan konseling tidak semata-mata diarahkan kepada pemecahan masalah
saja, tetapi mencakup berbagai jenis layanan dan kegiatan yang mengacu kepada
terwujudnya fungsi-fungsi yang luas. Berbagai jenis bantuan dan kegiatan itu
menuntut adanya unjuk kerja profesional tertentu, yang mana rumusan unjuk kerja
profesional itu mengacu kepada wawasan dan keterampilan yang hendaknya dapat
ditampilkan oleh para lulusan program studi bimbingan konseling.
PEMBAHASAN
A.
Kualitas Konselor
Willis Sofyan S
(2007:79) menjelaskan kualitas konselor adalah semua kriteria keunggulan
termasuk pribadi, pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan nilai nilai yang
dimiliki konselor, yang akan menentukan keberhasilan (efektivitas) proses
bimbingan dan konseling. Salah satu kualitas yang kurang dibicarakan adalah
kualitas pribadi konselor, yang menyangkut segala aspek kepribadian yang amat
penting dan menentukan efektivitas konseling.
Efektivitas
proses konseling akan sangat dipengaruhi oleh besar modal yang dimiliki oleh
kon selor. Modal ini meliputi dua aspek, yaitu aspek personal dan profesional.
Modal personal adalah hal- hal yang menyangkut kualitas kepribadian yang
dimiliki oleh konselor, sementara modal profesional lebih mengarah pada
persoalan kualifikasi pendidikan, pengetahuan, serta penguasaan konselor atas
berbagai teori dan teknik konseling. modal personal dapat dimaknai sebagai
kecerdasan emosional dan spiritual, sementara modal profesional lebih
berorientasi pada intelektualitas (kecerdasan intelektual).
Samsul Munir
Amin (2010:269) menjelaskan bahwasannya kriteria atau ciri kepribadian konselor
secara islami meliputi:
1.
Konselor
harus menjadi cermin bagi klien, keberhasilan (efektivitas) bimbingan dan
konseling terletak pada sejauh mana seorang konselor dapat menanamkan nilai
(sikap dan perilaku) pada klien. Persoalannya adalah bagaimana hal itu bisa
dilakukan? Prinsipnya adalah keteladanan.
2.
Konselor
islami hendaklah orang yang menguasai materi khususnya dalam masalah keilmuan
agama Islam, sehingga pengetahuannya mencakupi dalam hal-hal yang berkaitan
dengan masalah keagamaan.
3.
Konselor
islami hendaklah orang yang mengamalkan nilai-nilai agama Islam dengan baik dan
konsekuen.
4.
Konselor
islami hendaknya menguasai metode dan strategi yang tepat dalam menyampaikan
bimbingan dan konseling kepada klien, sehingga klien dengan tulus akan menerima
nasehat konselor.
5.
Konselor
islami memiliki pribadi yang terpuji sebagai teladan dalam perilaku baik di
tempatnya bekerja maupun di luar tempat bekerja.
6.
Konselor
islami hendaknya menguasai bidang psikologi secara integral, sehingga dalam
tugasnya melaksanakan bimbingan dan konseling akan dengan mudah menyampaikan
nasihat dengan pendekatan psikologi.
Sementara itu,
ABKIN (Asosiasi Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia) merumuskan bahwa
salah satu komponen standar kompetensi yang harus dijiwai dan dimiliki oleh
konselor adalah mengembangkan pribadi dan profesionalitas secara berkelanjutan,
yang di dalamnya meliputi:
1.
Beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Menunjukkan
integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat.
3.
Memiliki
kesadaran diri dan komitmen terhadap etika profesional.
4.
Mengimplementasikan
kolaborasi intern di tempat tugas dan secara eksternal antarprofesi.
5.
Berperan
dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling.
Dalam konteks
bimbingan dan konseling kualitas pribadi konselor dalam hal sikap dan perilaku sehari-hari akan
menjadi modal utama dan pertama dalam menjalankan bimbingan dan konseling yang
efektif. Hal itu terjadi karena hanya dengan kualitas pribadi yang tinggilah
setengah tujuan konseling akan tercapai, setengah yang lainnya ditentukan oleh
teknik yang digunakan. Hal ini
menunjukkan bahwa betapa pentingnya kualitas pribadi yang harus dimiliki oleh
konselor.
B.
Pendidikan
Konselor
Untuk bisa memenuhi standar kompetensi konselor
yang telah dipaparkan di atas, diperlukan model pendidikan profesional konselor
yang terintegrasi, artinya penyelenggaraan program pendidikan S-1 Bimbingan dan Konseling
terintegrasi dengan program pendidikan profesi konselor (PPK). LPTK yang
diberikan izin menyelenggarakan pendidikan S-1 Bimbingan dan Konseling dan
memiliki peringkat Akreditasi minimal B dilakukan evaluasi, bila layak dari
aspek ketenagaan, infrastruktur, dan manajemen pengelolaan secara langsung
diberikan wewenang untuk menyelenggarakan PPK. Dengan demikian, para
guru pembimbing (guru BK) di sekolah-sekolah yang memiliki kualifikasi akademik
S-1 Bimbingan dan Konseling dapat mengikuti PPK di LPTK terdekat, sehingga
harapan sebagaimana yang diatur di dalam pasal 2 Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Konselor, segera bisa diwujudkan.
Pendidikan S-1
Bimbingan dan Konseling di tanah air saat ini diselenggarakan secara terpisah
dengan Pendidikan Profesi Konselor (PPK) oleh beberapa LPTK atas izin dari
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional, dan
dilakukan akreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT).
Kurikulum pendidikan S-1 Bimbingan dan Konseling yang dikembangkan berdasarkan
Kepmendiknas Nomor 232/U/2000 dan Nomor 045/U/2002 yang mengacu kepada konsep
pendidikan tinggi abad XXI UNESCO, yang semula disusun dan ditetapkan oleh
pemerintah lewat sebuah Konsorsium (Kurikulum Nasional), diubah menjadi
kurikulum inti yang disusun oleh perguruan tinggi bersama dengan pemangku
kepentingan dan kalangan profesi, dan ditetapkan oleh perguruan tinggi yang
bersangkutan.
Pendidikan
Profesional Konselor menerima mahasiswa dari lulusan SMA dan atau sederajat.
Pendidikan ini diselenggarakan dengan beban minimal 144 SKS, dan maksimal 160
SKS berdasarkan Kepmendiknas Nomor 232/U/2000 dan Nomor 045/U/2002, dengan masa
studi antara 4-4,5 tahun. Kurikulum ditetapkan oleh LPTK masing-masing yang pengembangannya dilakukan dengan melibatkan
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) dan pemangku kepentingan,
dengan menggunakan paradigma KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Pendekatan
pembelajaran menggunakan Students Centered Learning (SCL) yang ditunjang dengan
metode:
1.
Small Group
Discussion.
2.
Role-Play &
Simulation.
3.
Case Study.
4.
Discovery
Learning.
5.
Self-Directed Learning.
6.
Cooperative Learning.
7.
Collaborative
Learning.
8.
Contextual Instruction.
9.
Project Based
Learning.
10.
Problem
Based Learning and Inquiry.
Dosen pengampu
mata kuliah adalah para dosen profesional yang memenuhi tuntutan pasal 1 ayat
(2) dan pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen. Para dosen adalah
pendidik profesional dan ilmuwan yang bertugas melakukan transformasi,
mengembangkan, dan menyebarluaskan IPTEKS melalui pendidikan, penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, yang memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian,
profesional, dan sosial, serta mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Lulusan Program
S-1 Bimbingan dan Konseling dapat langsung mengikuti PPK selama 2 (dua) semester. Kurikulum PPK ditetapkan
oleh LPTK, yang pengembangannya melibatkan ABKIN dan pemangku kepentingan. PPK
memberikan pengalaman belajar bagi para mahasiswa berupa kemampuan dalam
menerapkan kompetensi akademik yang diperolehnya pada program S-1 Bimbingan dan
Konseling. Lulusan PPK dianugrahi Sertifikat keahlian Bimbingan dan Konseling
sebagai Konselor profesional, dengan sebutan Konselor (Kons). Konselor adalah sosok profesional dalam bidang bimbingan dan
konseling yang ahli memberikan pelayanan bimbingan dan konseling baik pada
lembaga pendidikan formal maupun di masyarakat. Konselor yang praktik di
masyarakat harus mendapatkan izin praktik dari ABKIN sebagai organisasi profesi
Bimbingan dan Konseling.
Prayitno
(2004:340) mengemukakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling adalah suatu
profesi yang dapat memenuhi ciri-ciri dan persyaratan sebagai profesi.
Pengembangan profesi bimbingan dan konseling antara lain melalui; standardisasi
unjuk kerja profesional konselor, standarisasi penyiapan konselor, akreditasi,
stratifikasi dan lisensi, serta pengembangan organisasi profesi.
KESIMPULAN
Kualitas
konselor menyangkut dua hal, yaitu; personal yang merupakan hal-hal yang menyangkut
kualitas kepribadian yang dimiliki oleh konselor, yang dapat dimaknai sebagai
kecerdasan emosional dan spiritual, dan profesional yang merupakan hal yang lebih
mengarah pada persoalan kualifikasi pendidikan, pengetahuan, serta penguasaan
konselor atas berbagai teori dan teknik konseling, yang lebih berorientasi pada
intelektualitas (kecerdasan intelektual).
Penyelenggaraan
program pendidikan S-1 Bimbingan dan Konseling terintegrasi dengan program
pendidikan profesi konselor (PPK). LPTK yang diberikan izin menyelenggarakan
pendidikan S-1 Bimbingan dan Konseling dan memiliki peringkat Akreditasi
minimal B, dilakukan evaluasi, bila
layak dari aspek ketenagaan,
infrastruktur, dan manajemen
pengelolaan secara langsung diberikan wewenang untuk menyelenggarakan PPK.
DAFTAR RUJUKAN
Hartono.
2011. Program Pendidikan Profesional Konselor masa Depan dan Tantangan di Era
Globalisasi, Jurnal PPB. Vol. 12. No. 2. Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
Mukhsinul
Fuad. 2009. Kualitas Pribadi Konselor: Urgensi dan Pengembangannya, Jurnal
Dakwah dan Komunikasi, Vol.3 No.2. Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto.
Prayitno,
Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: PT
Rineka Cipta
Samsul Munir Amin. 2010. Bimbingan
Konseling Islam, Jakarta: Amzah
Willis Sofyan S. 2007. Konseling
Individual Teori dan Praktek, Bandung: Alfabeta
Langganan:
Postingan (Atom)
Cari Blog Ini
- September 2021 (6)
- Juni 2019 (12)
- April 2017 (1)
- Januari 2017 (2)
- Desember 2016 (2)
- September 2016 (1)
- Mei 2016 (8)
- April 2016 (7)
- Maret 2016 (2)
- November 2015 (3)
- Juli 2015 (1)
- April 2015 (2)
- Maret 2015 (2)
- Februari 2015 (1)
- November 2014 (1)
- Februari 2014 (1)
Translate
Popular Posts
-
PERADABAN ISLAM DI ASIA TENGGARA Disusun Oleh M khuzaifah ...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan po...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepribadian pada hakikatnya merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia secara ...