Ads block
Tafsir Ayat Kode Etik Bimbingan Konseling
KODE ETIK BIMBINGAN (QS. An-Nisa ayat 8) A. QS. AN-NISA [4]: 8 # s Î ) u r u | Ø y m s p y J ó ¡ É ) ø 9 $ # ( # q ä 9 ' r é &a…
Baca selengkapnya »
Puisi Sedih - Rintihan Hati
Puisi Rintihan Hati by: Huzai A ndai langit mendengar Jeritan hati kecil ku Tangisan kesendirian ku Tangisan kesedihan ku Rintihan kehamp…
Baca selengkapnya »
Budaya Sebagai Perekat Masyarakat - IBD (Ilmu Budaya Dasar)
Budaya Sebagai Perekat Masyarakat Penulis: M. KHUZAIFAH Manusia merupakan makhluk sosio-budaya, yang hidupnya tidak lepas dari kehidupan bermasyarak…
Baca selengkapnya »
SEARCH
LATEST
3-latest-65px
SECCIONS
- Artikel (2)
- dinasti syafawi (1)
- makalah (21)
- Makalah Model Bimbingan dan Konseling (1)
- Novel (2)
- Puisi Kesedihan (2)
- slide (5)
About us
Total Pageviews
Tafsir Ayat Kode Etik Bimbingan Konseling
KODE ETIK
BIMBINGAN
(QS. An-Nisa ayat 8)
A.
QS.
AN-NISA [4]: 8
#sÎ)ur u|Øym spyJó¡É)ø9$# (#qä9'ré& 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ßûüÅ6»|¡yJø9$#ur Nèdqè%ãö$$sù çm÷YÏiB (#qä9qè%ur óOçlm; Zwöqs% $]ùrã÷è¨B ÇÑÈ
Artinya
: “Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang
miskin, Maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada
mereka Perkataan yang baik”. (QS. An-Nisa : 8)
B.
Penafsiran
Ayat
Pada Q.S
An-Nisa yang lebih tepatnya pada ayat yang ke 8 ini menjelaskan tentang
pembagian hak harta warisan, yang dimana pada saat pembagian harta warisan itu
hadir kerabat atau kaum lemah seperti anak yatim dan orang miskin yang
membutuhkan uluran tangan.
Dalam tafsir
Al-Mishbah[1],
dijelaskan bahwasannya dalam ayat ini berisikan hal-hal pokok yang meliputi; apabila
sewaktu pembagian (harta warisan) itu hadir, yakni diketahui oleh kerabat
yang tidak berhak mendapatkan harta warisan, baik mereka dewasa maupun
anak-anak, atau hadir anak yatim dan orang miskin, baik mereka
kerabat atau bukan, bahkan baik mereka hadir atau tidak, selama diketahui oleh
yang menerima adanya orang-orang yang butuh, maka berilah mereka sebagian,
yakni walau sekedarnya dari harta itu, dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang baik, yang menghibur hati mereka karena sedikitnya yang
diberikan kepada mereka atau bahkan karena tidak ada yang dapat diberikan
kepada mereka.
Ayat yang
memerintahkan pemberian sebagian harta warisan kepada kerabat dan orang-orang
lemah tidak harus dipertentangkan dengan ayat-ayat kewarisan, karena ini
merupakan anjuran dan yang itu adalah hak yang tidak dapat dilebihkan atau
dikurangi.
Ibnu Al Jauzi[2]
menukil dari kebanyakan ahli ilmu bahwa yang dimaksud ‘kerabat’ adalah mereka
yang tidak mewarisi, dan makna فَارْزًقًوْهًمْ (berilah rezeki kepada mereka)
yakni berikan harta kepada mereka. Ulama lain berkata “berilah mereka makan”.
Namun sifatnya hanyalah sebagai anjuran. Pendapat terakhir inilah yang kuat,
karena jika seandainya perintah tersebut adalah wajib konsekuensinya mereka
memiliki hak mutlak pada warisan dan
bersekutu dengan para ahli waris dari pihak yang tidak diketahui. Dengan
demikian akan menimbulkan pertengkaran dan permusuhan. Bagi mereka yang
mengatakan perintah ini hanya sebagai anjuran, maka dikatakan hal yang
melakukan itu adalah wali bagi anak yatim yang ada di dalam asuhan. Pendapat
lain mengatakan tidak demikian, bahkan yang benar adalah mengatakan “harta
bukanlah milik ku tetapi untuk anak yatim”, dan inilah maksud firman-Nya, وَقُوْلُوْالُهُمْ قَوْلًامَّعْرُوْفًا (dan katakan kepada mereka perkataan yang ma’ruf). Atas
dasar ini maka huruf waw (و) pada firman-Nya, وَقُوْلُوْا berfungsi untuk perincian kalimat. Sementara dari
Ibnu Sirin dan sekelompok ulama disebutkan, “maksud firman-Nya, فَارْزًقًوْهًمْ
(berikan mereka rezeki kepada mereka) مِنْهُ (darinya), yakni buatlah makanan untuk
mereka. Hal ini berlaku secara umum, baik pada harta mereka yang mahjur
(dilarang untuk membelanjakan hartanya) maupun selainnya.
Pada ayat ini
terdapat kata (قولا معروفا) yakni kalimat-kalimat yang baik sesuai dengan kebiasaan dalam
masing-masing masyarakat, selama kalimat tersebut tidak bertentangan dengan
kalimat-kalimat ilahi. Ayat ini mengamanatkan agar pesan hendaknya disampaikan
dalam bahasa yang sesuai dengan adat kebiasaan yang baik menurut ukuran setiap
masyarakat.
C.
Relasi
Isi Kandungan Ayat dengan BKI
Kegiatan
konseling merupakan hubungan timbal balik antara dua orang yaitu konselor dan
konseli, yang dalam penerapan kegiatannya tidak lepas dari hubungan komunikasi.
Seorang konselor harus berkopetensi atau mempunyai kecakapan dan terampil dalam
berkomunikasi dengan kliennya, karena itu merupakan syarat terpenting bagi
seorang konselor yang berkenaan dengan kemampuan. Tanpa memiliki kopentinsi
dalam bidang komunikasi, tidak mungkin seorang konselor dapat melaksanakan
tugasnya secara baik. Tanpa komunikasi yang baik konselor sulit untuk memahami
masalah yang dihadapi klien, tentunya sulit juga untuk mengatasi masalah yang
dihadapi klien itu juga. Kemampuan komunikasi yang baik yang dimiliki oleh
seorang konselor merupakan hal yang menentukan tinggi atau rendahnya mutu
pelayanan profesional dan dapat menguntungkan atau merugikan klien.
Dari ayat ke
delapan QS. An-Nisa, dalam korelasinya dengan bahasan konseling yang menjadi
sasaran utamanya adalah pada kata قولا معروفا (perkataan yang baik). Berbicara
tentang ukuran kebaikan sifatnya ialah relatif. Baik dan benar itu merupakan
dua hal yang berbeda, setiap manusia berbeda cara pandangnya dalam mengukur kebaikan,
karna kebaikan ialah yang sesuai dengan kebiasaan dalam masing-masing
masyarakat. Seorang konselor sebelum melakukan konsultasi maka terlebih dahulu
harus memahami kliennya terlebih dahulu, baik memahami permasalahan yang
dihadapinya, latar belakang sosial budayanya, dan aspek lainnya dari klien yang
menyangkut dengan psikologinya.
Seorang
konselor terlebih dahulu harus membuang prasangka-prasangka yang tidak baik
yang ada didalam dirinya terhadap klien. Karena hal ini dapat mempengaruhi
hubungannya dengan kliennya. Seorang konselor tidak boleh melontarkan
ungkapan-ungkapan yang bersifat destruktif, yang seharusnya memberikan
ungkapan-ungkapan yang bersifats konstruktif kepada klien. Kita ketahui
bahwasannya setiap klien yang datang kepada seorang konselor ialah orang yang
mengalami gangguan psikis yang membutuhkan bantuan untuk pemecahan masalah oleh
konselor, dan tentunya memiliki perasaan yang sensitif dan pesimis. Untuk itu
konselor harus menganggap klien itu adalah orang yang mampu mengatasi masalahnya,
bukan menjastifikasi klien sebagai orang yang buruk yang tidak bisa menghadapi
masalahnya.
Mengenai
penjelasan ini sangat erat sekali kaitannya dengan salah satu model konseling
yaitu model konseling rasional emotif behavior terapi (rational emotive
behaviortherapy / REBT). Yang dimana pada penerapan teori ini banyak
didominasi oleh teknik-teknik yang menggunakan pengolahan verbal. Yakni pada
teori ini seorang konselor diharapkan memiliki kemampuan berbahasa yang baik,
dan harus memiliki ketrampilan untuk membangun hubungan konseling. Pandangan
teori ini mengenai permasalahan individu adalah bahwasannya permasalahan atau
gangguan emosional pada individu merupakan akibat dari persepsi-persepsi
induvidu terhadap lingkungannya yang irasional. Yakni emosi-emosi adalah produk
dari pemikiran manusia. Untuk itu seorang konselor dalam model konseling ini
harus mempunyai kopetensi dalam berbahasa yang baik, karena teknik-teknik yang
digunakan menggunakan pengolahan verbal. Konselor pada model konseling rasional
emotif terapi harus terus-menerus mengkonfrontasi pikiran irasional konseli
secara langsung, serta mengajak konseli untuk mengatasi masalahnya dengan
kekuatan berpikir, bukan emosi.
Dari penjelasan
diatas jelaslah bahwasannya perkataan, berbahasa, atau berkomunikasi dengan
baik merupakan bagian yang terpenting dalam melakukan kegiatan atau operasional
konseling. Menggunakan perkataan yang baik adalah kunci utama dalam pelaksanaan
konseling untuk pencapaian tujuan konseling, karena berkomunikasi dengan baik
adalah salah satu kode etik bimbingan konseling. Adapun kode etik bimbingan
konseling yang menyebutkan bahwa konselor diwajibkan memiliki kualifikasi yang
terdiri dari nilai, sikap, keterampilan, pengetahuan dan wawasan, diantaranya
adalah:[3]
1.
Konselor
wajib terus menerus berusaha mengembangkan dan menguasai dirinya. Ia wajib
mengerti kekurangan-kekurangan dan prasangka-prasangka pada dirinya sendiri,
yang dapat mempengaruhi hubungannya dengan orang lain dan mengakibatkan
rendahnya mutu pelayanan profesional serta merugikan konseli.
2.
Konselor
wajib memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati janji,
dapat dipercaya, jujur, tertib dan hormat.
3.
Konselor
wajib memiliki rasa tanggung jawab terhadap saran ataupun peringatan yang
diberikan kepadanya.
4.
Konselor
wajib mengusahakan mutu kerja yang setinggimungkin dan tidak mengutamakan
kepentingan pribadi, termasuk keuntungan material, finansial, dan popularitas.
5.
Konselor
wajib memiliki ketrampilan menggunakan teknik dan prosedur khusus yang
dikembangkan atas dasar wawasan yang luas dan kaidah-kaidah ilmiah.
[1]
Muhammad Quraish Sihab, Tafsir Al-Mishbah, Volume 2, (Jakarta: Lentera
Hati, 2000), hlm. 337.
[2]
Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari, jilid 22, pembahasan tafsir
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hlm. 318.
[3]
Ditetapkan oleh Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) No: 010 tahun
2006. Gantina Komalasari,dkk, teori dan teknik konseling, (Jakarta: Indeks,
2011), hlm. 10.
Puisi Sedih - Rintihan Hati
Puisi Rintihan Hati
by: Huzai
Andai langit mendengar
Jeritan hati kecil ku
Tangisan kesendirian ku
Tangisan kesedihan ku
Rintihan kehampaan jiwa ku
Ku tau ini adalah perasaan yang salah
Ku juga tau jika hati ini salah
Namun ku tak tau mengapa cinta ini hadir
Bayang mu selalu hadir dalam ingatan ku
Cinta dan rinduku selalu menyiksa ku
Ku tak tau mengapa hari ku dalam kesedihan
Hati ku selalu menangis saat ku mengingat mu
Hati ku merintih saat jauh dari mu
Andai kau dapat merasakan
Rintihan hatiku memanggil nama mu
Hari-hari ku begitu sepi tanpa mu
Hidup ku selalu dalam lamunan tentang mu
Ku selalu ingat saat kita bersama
Saat kita menjadi teman
yang baik
Namun semua berubah
saat kau tau ku mencintai mu
Cinta ku hanya membuat
mu menjauh dari ku
Ku tau cinta ini salah
Karna ku tak sempurna
untuk mu
Ku tau cinta mu tak
pernah ada untuk ku
Karna hati mu hanya
mencintai dia
Ku selalu mengatakan ku
ikhlas bila kau dengannya
Meskipun hati ku
menangis dan terbakar karena cemburu
Namun ku tetap berusaha
tersenyum meski hati ku trus merintih
Meskipun dalam
pertemanan
Ku akan tetap mencintai
dan menyayangi mu
Kan ku hadirkan selalu
keceriaan di hari mu
Meskipun kesedihan
selalu terpendam dalam hati ku
Tak kan kubiarkan
kesedihan basahi pipi mu
Walaupun hati ku trus
layu dan patah karna mu
Dalam kesendirian ku ku
selalu mengingat mu
Dalam kesedihan ku ku
selalu merindukan mu
Ku tau cinta ku hanya
mimpi yang tak pernah menjadi nyata
Hati ku hanya bisa
mencintai meski tak pernah dicintai
Karna cinta mu hanya
mimpi dalam hidup ku
Ku terjatuh meskipun ku
merangkak untuk pergi dari mimpi ku
Mungkin, Ku akan
benar-benar terbangun dari mimpi dan harap ku
Saat ku benar-benar
tertidur dan menutup mata ku
Untuk
selamanya
Budaya Sebagai Perekat Masyarakat - IBD (Ilmu Budaya Dasar)
Budaya Sebagai Perekat Masyarakat
Penulis: M. KHUZAIFAH
Manusia merupakan makhluk sosio-budaya, yang
hidupnya tidak lepas dari kehidupan bermasyarakat. Tanpa bermasyarakat manusia
tidak dapat menunjukkan sifat-sifat kemanusiaannya. Terwujudnya kebudayaan
merupakan hasil dari proses interaksi antara manusia dengan segala isi alam
raya ini, salah satunya ialah interaksi antara manusia satu dengan manusia
lainnya. Kehidupan bermasyarakat akan menimbulkan kebudayaan, dan kebudayaan
tersebut digunakan untuk mengatur hubungan dan sebagai wadah segenap manusia
sebagai anggota masyarakat, karena kebudayaan itulah yang mengatur agar manusia
dapat mengerti bagaimana bertindak, berbuat, serta menentukan sikapnya jika
berhubungan dengan manusia yang lain.
Salah
satu wujud kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat adalah kelakuan berpola
dari manusia dalam masyarakat itu sendiri, misalnya kegiatan berinteraksi yang
dilakukan manusia, berhubungan, maupun bergaul satu sama lainnya. Kegiatan
kegiatan tersebut senantiasa berpola menurut pola-pola tertentu yang
berdasarkan adat istiadat. Selanjutnya dari pola inilah yang melahirkan
beberapa unsur dalam budaya yang bersifat mengikat kehidupan bermasyarakat. Hal
inilah yang melatar belakangi penulisan makalah ini, dalam menganalisis
kebudayaan hingga dapat dikatakan kebudayaan suatu perekat bagi kehidupan
bermasyarakat.
A.
Pengertian Budaya dan Masyarakat
1. Budaya
Secara etimologi kata budaya berasal dari bahasa sansakerta yaitu buddhayah
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.
Pendapat lain mengatakan, bahwa kata budaya adalah sebagai suatu perkembangan
dari kata majemuk budidaya, yang berarti daya dan budi. Karena itu mereka
membedakan antara budaya dan kebudayaan. Budaya adalah daya dari budi yang
berupa cipta, karsa dan rasa. Sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta,
karsa dan rasa tersebut.[1]
Secara terminologi banyak pendapat ahli yang mengartikan definisi
kebudayaan diantaranya:
Kebudayaan atau budaya menurut Bapak Antropologi Indonesia,
Koenjtaraningrat (1996), adalah
keseluruhan sistem gagasan,
tindakan dan hasil
karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
belajar.
Kebudayaan menurut ahli antropologi E.B. Taylor dalam bukunya Primitive
Culture bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks yang di dalamnya
terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat
dan kemampuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai
anggota masyarakat.
B. Kluckhohn dan W.H. Kelly merumuskan definisi kebudayaan dari
hasil tannya jawab dengan ahli-ahli antropologi, ahli-ahli hukum, ahli-ahli
psikologi, dan lainnya, menyatakan bahwa kebudayaan adalah pola untuk hidup
yang tercipta dalam sejarah, yang explisit, implisit, rasional, irrasional yang
terdapat padasetiap waktu sebagai pedoman-pedoman yang potensial bagi tingkah
laku manusia.
Bagi ilmu pengetahuan sosial, pengertian kebudayaan sangatlah luas,
yang meliputi kelakuan dan hasil kelakuan manusia, yang teratur oleh tata
kelakuan yang harus didapatkan dengan belajar dan semua tersusun dalam
kehidupan masyarakat.
Dari beberapa definisi mengenai kebudayaan tersebut dapat
disimpulkan bahwa kebudayaan merupakan suatu pola dalam kehidupan manusia yang
merupakan hasil pembentukan dari proses interaksi manusia dengan lingkungannya,
yang berupa ide-ide dan gagasan yang berdasarkan rekaan atau penemuan manusia
yang selanjutnya menjadi suatu sistem dalam kehidupan, baik sistem religi,
norma maupun sistem sosial, kemudian menjadi kebiasaan yang terus menerus
diteruskan oleh generasi atau masyarakat lain.
2.
Masyarakat
Istilah masyarakat
berasal dari bahasa Arab dengan kata "syaraka". Syaraka,
yang artinya ikut serta (berpartisipasi).[2] Definisi
masyarakat menurut beberapa para ahli adalah diantaranya:
·
Karl Marx : Menurut
Karl Marx, pengertian masyarakat adalah suatu sturktur yang mengalami
ketegangan organisasi maupun perkembangan karena adanya pertentangan antara
kelompok-kelompok yang terpecah secara ekonomi.
·
M. J. Herkovits :
Menurut M. J. Herkovits, pengertian masyarakat adalah kelompok individu yang
diorganisasikan dan mengikuti suatu cara hidup tertentu.
·
J. L. Gillin dan J.
P. Gillin : Menurut J. L. Gillin dan J. P. Gillin, pengertian masyarakat adalah
kelompok yang tersebar dengan perasaan persatuan yang sama
Dari beberapa definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa definisi masyarakat adalah suatu kumpulan manusia yang hidup
dalam suatu daerah tertentu, yang telah cukup lama, dan mempunyai aturan-aturan
yang mengatur mereka, untuk menuju tujuan yang sama.
B.
Keterkaitan Antara Budaya dan Masyarakat
Budaya dan masyarakat merupakan dua hal yang
tidak dapat dipisahkan, yang saling bersangkutan antara satu sama lain. Dengan
kata lain di mana ada manusia hidup bermasyarakat maka di sanalah ada
kebudayaan. Munculnya kebudayaan merupakan hasil pembentukan dari pola-pola perilaku individu
dalam kehidupan bermasyarakat. Manusia memiliki kemampuan daya berupa akal atau
intelegensi, perasaan, nafsu, serata fantasi, Yang merupakan suatu sumber untuk terciptanya suatu kebudayaan.
Kebudayaan yang dihasilkan oleh manusia tersebut tersusun dari beberapa wujud,
yaitu wujud ideal kebudayaan, wujud dalam bentuk tindakan, dan wujud fisik
kebudayaan.
Wujud ideal kebudayaan merupakan wujud dalam
bentuk ide-ide atau gagasan yang sifatnya abstrak yang terletak dalam pikiran
manusia. Wujud ideal ini juga disebut sebagai “adat tata kelakuan” atau
dalam bentuk jamak “adat istiadat”. Adat istiadat ini dapat dimengerti
sebagai suatu sistem budaya yang menjadi komponen dari kebudayaan dalam bentuk
gagasan, konsep atau keyakinan. Jika suatu masyarakat menyatakan gagasannya
dalam bentuk aktivitas atau tindakan, maka aktivitas atau tindakan itu
digolongkan ke dalam wujud budaya sebagai bentuk tindakan. Wujud ini terdiri
dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi antara satu dengan lainnya
dari waktu ke waktu yang tindakannya menurut pola-pola tertentu yang
berdasarkan adat istiadat. Karena wujud ini dalam bentuk tindakan atau
aktivitas manusia maka wujud ini bersifat konkrit, yang dapat dilihat maupun
difoto. Selanjutnya jika tindakan atau aktivitas masyarakat tersebut
menghasilkan karya dalam kehidupan bermasyarakat, maka karya ini digolongkan ke
wujud fisik budaya. Wujud fisik budaya ini merupakan seluruh total hasil dari
aktivitas manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Karena hasil dari wujud fisik
ini berupa karya manusia, maka sifatnya sangat konkrit berupa benda-benda yang
dapat dilihat maupun diraba.
Pandangan ini dapat digambarkan sebagai contoh
jika masyarakat mempunyai ide, gagasan atau anggapan bahwasannya ruh nenek
moyang mereka dapat memberikan keberuntungan, keselamatan kepada meraka. Anggapan ini digolongkan ke wujud
pertama. Selanjutnya dari gagasan atau anggapan tersebut muncul aktivitas-aktivitas
atau ritual dalam upaya memanggil atau mendatangkan roh nenek moyang mereka,
baik ritual dalam bentuk tarian-tarian, atau dengan berdiam diri atau istilah
lain yaitu “bertapa” di tempat-tempat tertentu. Bentuk aktivitas semacam
ini digolongkan ke dalam wujud yang ke dua. Dan selanjutnya dari aktivitas
ritual tersebut muncul ciptaan atau karya berupa properti yang dianggap sakral
seperti patung, alat musik untuk mengiringi tarian, kendi-kendi, maupun
bangunan tempat peribadahan seperti candi atau kuil. Benda-benda hasil karya
ini digolongkan ke dalam wujud yang ke tiga.
Bila kita tinjau ke tiga wujud budaya yang
telah disebutkan di atas, maka dari wujud yang peratama yaitu wujud ideal
kebudayaan, dari wujud tersebut tersusunlah pikiran-pikiran atau gagasan yang
membentuk sistem budaya. Sistem budaya tersebut merupakan komponen dari
kebudayaan yang bersifat konkrit. Wujud ideal atau sistem budaya tersebut
berfungsi mengatur dan mengarahkan tindakan atau perbuatan manusia, baik
pikiran-pikiran atau ide-ide, maupun perbuatan dan karya ilmiah manusia.
Sebaliknya kebudayaan pisik membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang
makin lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya, hingga
mempengaruhi pola-pola perbuatannya, bahkan juga mempengaruhi cara berfikirnya
(Koentjaraningrat, 1974).[3]
Wujud kebudayaan baik wujud idealnya sebagai
adat istiadat, sebagai sistem sosial maupun kebudayaan fisik, mencerminkan
bahwasannya kebudayaan merupakan pengikat kehidupan bermasyarakat. Sistem
budaya yang bersifat mengikat atau menjadi perekat kehidupan bermasyarakat
ialah di antaranya sistem religi atau keagamaan, sistem norma, dan sistem sitem
sosial atau organisasi kemasyarakatan yang akan dijelaskan berikutnya.
C.
Unsur-unsur Budaya Yang Mengikat Kehidupan
Bermasyarakat
1.
Sistem Religi
Kata religi berasal dari bahasa Inggris
yaitu religion, yang berasar dari bahasa Latin: religare,
yang berarti “menambatkan”, merupakan sebuah unsur kebudayaan yang penting
dalam sejarah umat manusia.
Terbentuknya agama dikelompokkan menjadi dua yaitu agama budaya atau disebut
sebagai agama filsafah, yang merupakan agama hasil ciptaan manusia untuk
menemukan sumber kekuatan yang berada diluar manusia. Agama kebudayaan itu
diantaranya iallah Hindu, Budha dan
lain-lain. Selanjutnya agama yang dikelompokkan sebagai agama Samawi atau
agama Abrahamik, yaitu agama yang diwahyukan. Agama ini ialah Yahudi,
Kristen, dan Islam. Ketiga agama tersebut memiliki sejumlah tradisi yang sama
namun juga perbedaan-perbedaan yang mendasar dalam inti ajarannya. Ketiganya
telah memberikan pengaruh yang besar dalam kebudayaan manusia di berbagai
belahan dunia.[4]
Pada dasarnya, manusia yang memiliki naluri
untuk menghambakan diri kepada yang Mahatinggi, yaitu dimensi lain di luar diri
dan lingkungannya yang memiliki kemampuan lebih atau disebut supranatural yang
dianggap mampu mengendalikan hidup manusia. Dorongan ini sebagai akibat atau
refleksi ketidak mampuan manusia dalam menghadapi tantangan-tantangan hidup,
dan hanya yang Mahatinggi saja yang mampu memberikan kekuatan dalam mencari
jalan keluar dari permasalahan hidup dan kehidupan.
2. Sistem Norma
Norma merupakan suatu aturan, patokan atau
ukuran yang bersifat pasti yang tidak berubah. Yang merupakan sejumlah aturan sosial atau pedoman perilaku
yang pantas, yang menjadi kesepakatan semua anggota masyarakat
untuk dipegang dan dijadikan pedoman untuk mengatur kehidupan bersama. Sistem norma memungkinkan kerja antar para
anggota masyarakat didalam upaya menguasai alam sekelilingnya.
Norma berupa aturan-aturan atau pedoman
sosial yang khusus mengenai tingkah laku, sikap, dan perbuatan yang boleh
dilakukan dan tidak boleh dilakukan di lingkungan kehidupannya. Dari pengertian
itu maka muncul istilah hukum yang merupakan suatu sistem yang bersifat
mengikat dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar tingkah laku
manusia dapat terkontrol dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat.
Hukum pada awalnya lahir dari nilai yang
ingin dipertahankan (nilai yang baik) atau nilai yang tidak diinginkan (nilai
yang buruk). Nilai dalam hal ini merupakan gambaran mengenai apa yang
diinginkan, yang pantas, yang berharga, yang mempengaruhi perilaku sosial dari
orang yang memiliki nilai tersebut.[5] Hukum ini mempunyai
fungsi ialah sebagai sarana pengadilan sosial dan juga sarana rekayasa sosia,
yakni hukum dilihat sebagai suatu alat atau sarana untuk mewujudkan
tujuan-tujuan negara.
3. Sistem dan
Organisasi Kemasyarakatan
Sistem organisasi kemasyarakatan adalah
perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat baik yang berbadan hukum
maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi
masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu
hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri. Sistem sosial atau
organisasi kemasyarakatan merupakan sistem yang muncul karena kesadaran manusia
bahwa meskipun diciptakan sebagai makhluk yang paling sempurna namun tetap
memiliki kelemahan dan kelebihan masing – masing antar individu sehingga timbul
rasa utuk berorganisasi dan bersatu.
[1]
Drs. Joko Tri Prasetya, dkk, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: Rineka Cipta,
2013), hlm. 28.
[2]
Pengertian Masyarakat Menurut Definisi Para Ahli, (http://www.artikelsiana.com/2015/06/para-ahli-pengertian-masyarakat-definisi.html#
Diakses: 10 November 2015)
[3]
Drs. H. M. Arifin Noor, Ilmu Sosial Dasar, (Bandung: Pustaka Setia,
1999), hlm. 65.
[4]
Konsep Ilmu Budaya Dasar Dalam Konsep Kepercayaan (https://risnajunianda.wordpress.com
Diakses: 10 November 2015)
[5]
Rianto Adi, Sosiologi Hukumi, (Jakarta: Pustaka Obor, 2012), hlm. 11.
Langganan:
Postingan (Atom)
Cari Blog Ini
- September 2021 (6)
- Juni 2019 (12)
- April 2017 (1)
- Januari 2017 (2)
- Desember 2016 (2)
- September 2016 (1)
- Mei 2016 (8)
- April 2016 (7)
- Maret 2016 (2)
- November 2015 (3)
- Juli 2015 (1)
- April 2015 (2)
- Maret 2015 (2)
- Februari 2015 (1)
- November 2014 (1)
- Februari 2014 (1)
Translate
Popular Posts
-
PERADABAN ISLAM DI ASIA TENGGARA Disusun Oleh M khuzaifah ...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan po...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepribadian pada hakikatnya merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia secara ...