Budaya Sebagai Perekat Masyarakat - IBD (Ilmu Budaya Dasar)


Budaya Sebagai Perekat Masyarakat
Penulis: M. KHUZAIFAH


Manusia merupakan makhluk sosio-budaya, yang hidupnya tidak lepas dari kehidupan bermasyarakat. Tanpa bermasyarakat manusia tidak dapat menunjukkan sifat-sifat kemanusiaannya. Terwujudnya kebudayaan merupakan hasil dari proses interaksi antara manusia dengan segala isi alam raya ini, salah satunya ialah interaksi antara manusia satu dengan manusia lainnya. Kehidupan bermasyarakat akan menimbulkan kebudayaan, dan kebudayaan tersebut digunakan untuk mengatur hubungan dan sebagai wadah segenap manusia sebagai anggota masyarakat, karena kebudayaan itulah yang mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana bertindak, berbuat, serta menentukan sikapnya jika berhubungan dengan manusia yang lain.
Salah satu wujud kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat adalah kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat itu sendiri, misalnya kegiatan berinteraksi yang dilakukan manusia, berhubungan, maupun bergaul satu sama lainnya. Kegiatan kegiatan tersebut senantiasa berpola menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat istiadat. Selanjutnya dari pola inilah yang melahirkan beberapa unsur dalam budaya yang bersifat mengikat kehidupan bermasyarakat. Hal inilah yang melatar belakangi penulisan makalah ini, dalam menganalisis kebudayaan hingga dapat dikatakan kebudayaan suatu perekat bagi kehidupan bermasyarakat. 

A.        Pengertian Budaya dan Masyarakat
1.  Budaya
Secara etimologi kata budaya berasal dari bahasa sansakerta yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Pendapat lain mengatakan, bahwa kata budaya adalah sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budidaya, yang berarti daya dan budi. Karena itu mereka membedakan antara budaya dan kebudayaan. Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa. Sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa tersebut.[1]
Secara terminologi banyak pendapat ahli yang mengartikan definisi kebudayaan diantaranya:
Kebudayaan atau budaya menurut Bapak Antropologi Indonesia, Koenjtaraningrat (1996), adalah  keseluruhan  sistem  gagasan,  tindakan  dan  hasil  karya  manusia  dalam  rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Kebudayaan menurut ahli antropologi E.B. Taylor dalam bukunya Primitive Culture bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
B. Kluckhohn dan W.H. Kelly merumuskan definisi kebudayaan dari hasil tannya jawab dengan ahli-ahli antropologi, ahli-ahli hukum, ahli-ahli psikologi, dan lainnya, menyatakan bahwa kebudayaan adalah pola untuk hidup yang tercipta dalam sejarah, yang explisit, implisit, rasional, irrasional yang terdapat padasetiap waktu sebagai pedoman-pedoman yang potensial bagi tingkah laku manusia.
Bagi ilmu pengetahuan sosial, pengertian kebudayaan sangatlah luas, yang meliputi kelakuan dan hasil kelakuan manusia, yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkan dengan belajar dan semua tersusun dalam kehidupan masyarakat.
Dari beberapa definisi mengenai kebudayaan tersebut dapat disimpulkan bahwa kebudayaan merupakan suatu pola dalam kehidupan manusia yang merupakan hasil pembentukan dari proses interaksi manusia dengan lingkungannya, yang berupa ide-ide dan gagasan yang berdasarkan rekaan atau penemuan manusia yang selanjutnya menjadi suatu sistem dalam kehidupan, baik sistem religi, norma maupun sistem sosial, kemudian menjadi kebiasaan yang terus menerus diteruskan oleh generasi atau masyarakat lain.
2.  Masyarakat
Istilah masyarakat berasal dari bahasa Arab dengan kata "syaraka". Syaraka, yang artinya ikut serta (berpartisipasi).[2] Definisi masyarakat menurut beberapa para ahli adalah diantaranya:
·      Karl Marx : Menurut Karl Marx, pengertian masyarakat adalah suatu sturktur yang mengalami ketegangan organisasi maupun perkembangan karena adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terpecah secara ekonomi.
·      M. J. Herkovits : Menurut M. J. Herkovits, pengertian masyarakat adalah kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti suatu cara hidup tertentu. 
·      J. L. Gillin dan J. P. Gillin : Menurut J. L. Gillin dan J. P. Gillin, pengertian masyarakat adalah kelompok yang tersebar dengan perasaan persatuan yang sama
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa definisi masyarakat adalah suatu kumpulan manusia yang hidup dalam suatu daerah tertentu, yang telah cukup lama, dan mempunyai aturan-aturan yang mengatur mereka, untuk menuju tujuan yang sama.
B.        Keterkaitan Antara Budaya dan Masyarakat
Budaya dan masyarakat merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yang saling bersangkutan antara satu sama lain. Dengan kata lain di mana ada manusia hidup bermasyarakat maka di sanalah ada kebudayaan. Munculnya kebudayaan merupakan hasil  pembentukan dari pola-pola perilaku individu dalam kehidupan bermasyarakat. Manusia memiliki kemampuan daya berupa akal atau intelegensi, perasaan, nafsu, serata fantasi, Yang merupakan suatu sumber  untuk terciptanya suatu kebudayaan. Kebudayaan yang dihasilkan oleh manusia tersebut tersusun dari beberapa wujud, yaitu wujud ideal kebudayaan, wujud dalam bentuk tindakan, dan wujud fisik kebudayaan.
Wujud ideal kebudayaan merupakan wujud dalam bentuk ide-ide atau gagasan yang sifatnya abstrak yang terletak dalam pikiran manusia. Wujud ideal ini juga disebut sebagai “adat tata kelakuan” atau dalam bentuk jamak “adat istiadat”. Adat istiadat ini dapat dimengerti sebagai suatu sistem budaya yang menjadi komponen dari kebudayaan dalam bentuk gagasan, konsep atau keyakinan. Jika suatu masyarakat menyatakan gagasannya dalam bentuk aktivitas atau tindakan, maka aktivitas atau tindakan itu digolongkan ke dalam wujud budaya sebagai bentuk tindakan. Wujud ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi antara satu dengan lainnya dari waktu ke waktu yang tindakannya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat istiadat. Karena wujud ini dalam bentuk tindakan atau aktivitas manusia maka wujud ini bersifat konkrit, yang dapat dilihat maupun difoto. Selanjutnya jika tindakan atau aktivitas masyarakat tersebut menghasilkan karya dalam kehidupan bermasyarakat, maka karya ini digolongkan ke wujud fisik budaya. Wujud fisik budaya ini merupakan seluruh total hasil dari aktivitas manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Karena hasil dari wujud fisik ini berupa karya manusia, maka sifatnya sangat konkrit berupa benda-benda yang dapat dilihat maupun diraba.
Pandangan ini dapat digambarkan sebagai contoh jika masyarakat mempunyai ide, gagasan atau anggapan bahwasannya ruh nenek moyang mereka dapat memberikan keberuntungan, keselamatan  kepada meraka. Anggapan ini digolongkan ke wujud pertama. Selanjutnya dari gagasan atau anggapan tersebut muncul aktivitas-aktivitas atau ritual dalam upaya memanggil atau mendatangkan roh nenek moyang mereka, baik ritual dalam bentuk tarian-tarian, atau dengan berdiam diri atau istilah lain yaitu “bertapa” di tempat-tempat tertentu. Bentuk aktivitas semacam ini digolongkan ke dalam wujud yang ke dua. Dan selanjutnya dari aktivitas ritual tersebut muncul ciptaan atau karya berupa properti yang dianggap sakral seperti patung, alat musik untuk mengiringi tarian, kendi-kendi, maupun bangunan tempat peribadahan seperti candi atau kuil. Benda-benda hasil karya ini digolongkan ke dalam wujud yang ke tiga.
Bila kita tinjau ke tiga wujud budaya yang telah disebutkan di atas, maka dari wujud yang peratama yaitu wujud ideal kebudayaan, dari wujud tersebut tersusunlah pikiran-pikiran atau gagasan yang membentuk sistem budaya. Sistem budaya tersebut merupakan komponen dari kebudayaan yang bersifat konkrit. Wujud ideal atau sistem budaya tersebut berfungsi mengatur dan mengarahkan tindakan atau perbuatan manusia, baik pikiran-pikiran atau ide-ide, maupun perbuatan dan karya ilmiah manusia. Sebaliknya kebudayaan pisik membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya, hingga mempengaruhi pola-pola perbuatannya, bahkan juga mempengaruhi cara berfikirnya (Koentjaraningrat, 1974).[3]
Wujud kebudayaan baik wujud idealnya sebagai adat istiadat, sebagai sistem sosial maupun kebudayaan fisik, mencerminkan bahwasannya kebudayaan merupakan pengikat kehidupan bermasyarakat. Sistem budaya yang bersifat mengikat atau menjadi perekat kehidupan bermasyarakat ialah di antaranya sistem religi atau keagamaan, sistem norma, dan sistem sitem sosial atau organisasi kemasyarakatan yang akan dijelaskan berikutnya.
C.        Unsur-unsur Budaya Yang Mengikat Kehidupan Bermasyarakat
1.     Sistem Religi
Kata religi berasal dari bahasa Inggris yaitu religion, yang berasar dari bahasa Latin: religare, yang berarti “menambatkan”, merupakan sebuah unsur kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia.
Terbentuknya agama dikelompokkan  menjadi dua yaitu agama budaya atau disebut sebagai agama filsafah, yang merupakan agama hasil ciptaan manusia untuk menemukan sumber kekuatan yang berada diluar manusia. Agama kebudayaan itu diantaranya iallah  Hindu, Budha dan lain-lain. Selanjutnya agama yang dikelompokkan sebagai agama Samawi  atau agama Abrahamik, yaitu agama yang diwahyukan. Agama ini ialah Yahudi, Kristen, dan Islam. Ketiga agama tersebut memiliki sejumlah tradisi yang sama namun juga perbedaan-perbedaan yang mendasar dalam inti ajarannya. Ketiganya telah memberikan pengaruh yang besar dalam kebudayaan manusia di berbagai belahan dunia.[4]
Pada dasarnya, manusia yang memiliki naluri untuk menghambakan diri kepada yang Mahatinggi, yaitu dimensi lain di luar diri dan lingkungannya yang memiliki kemampuan lebih atau disebut supranatural yang dianggap mampu mengendalikan hidup manusia. Dorongan ini sebagai akibat atau refleksi ketidak mampuan manusia dalam menghadapi tantangan-tantangan hidup, dan hanya yang Mahatinggi saja yang mampu memberikan kekuatan dalam mencari jalan keluar dari permasalahan hidup dan kehidupan.
2.     Sistem Norma
Norma merupakan suatu aturan, patokan atau ukuran yang bersifat pasti yang tidak berubah. Yang merupakan sejumlah aturan sosial atau pedoman perilaku yang pantas, yang menjadi kesepakatan semua anggota masyarakat untuk dipegang dan dijadikan pedoman untuk mengatur kehidupan bersama.  Sistem norma memungkinkan kerja antar para anggota masyarakat didalam upaya menguasai alam sekelilingnya.
Norma berupa aturan-aturan atau pedoman sosial yang khusus mengenai tingkah laku, sikap, dan perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan di lingkungan kehidupannya. Dari pengertian itu maka muncul istilah hukum yang merupakan suatu sistem yang bersifat mengikat dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar tingkah laku manusia dapat terkontrol dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat.
Hukum pada awalnya lahir dari nilai yang ingin dipertahankan (nilai yang baik) atau nilai yang tidak diinginkan (nilai yang buruk). Nilai dalam hal ini merupakan gambaran mengenai apa yang diinginkan, yang pantas, yang berharga, yang mempengaruhi perilaku sosial dari orang yang memiliki nilai tersebut.[5] Hukum ini mempunyai fungsi ialah sebagai sarana pengadilan sosial dan juga sarana rekayasa sosia, yakni hukum dilihat sebagai suatu alat atau sarana untuk mewujudkan tujuan-tujuan negara.
3.     Sistem dan Organisasi Kemasyarakatan
Sistem organisasi kemasyarakatan adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri. Sistem sosial atau organisasi kemasyarakatan merupakan sistem yang muncul karena kesadaran manusia bahwa meskipun diciptakan sebagai makhluk yang paling sempurna namun tetap memiliki kelemahan dan kelebihan masing – masing antar individu sehingga timbul rasa utuk berorganisasi dan bersatu.



[1] Drs. Joko Tri Prasetya, dkk, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), hlm. 28.
[2] Pengertian Masyarakat Menurut Definisi Para Ahli, (http://www.artikelsiana.com/2015/06/para-ahli-pengertian-masyarakat-definisi.html# Diakses: 10 November 2015)
[3] Drs. H. M. Arifin Noor, Ilmu Sosial Dasar, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm. 65.
[4] Konsep Ilmu Budaya Dasar Dalam Konsep Kepercayaan (https://risnajunianda.wordpress.com Diakses: 10 November 2015)
[5] Rianto Adi, Sosiologi Hukumi, (Jakarta: Pustaka Obor, 2012), hlm. 11.

Tidak ada komentar: