Ads block
Makalah Implementasi Manajement Layanan Bimbingan dan Konseling
IMPLEMENTASI MANAJEMENT LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING (Materi Disajikan dalam Seminar Kelas) Oleh: Lia Hartina (3022015053) & M Khuzaifah (302201…
Baca selengkapnya »
Hubungan Interpersonal
By
Aile Pixel
Artikel
·
makalah
Psikologi Komunikasi: Hubungan Interpersonal HUBUNGAN INTERPERSONAL (Psikologi Komunikasi) (Materi Disajikan dalam Seminar Kelas) Oleh: M Khuza…
Baca selengkapnya »
Kualitas dan Pendidikan Konselor
By
Aile Pixel
Artikel
·
makalah
Konseling: Kualitas dan Pendidikan Konselor KUALITAS DAN PENDIDIKAN KONSELOR (Makalah Disajikan dalam Seminar Kelas) Oleh: M. Khuzaifah Program S…
Baca selengkapnya »
SEARCH
LATEST
3-latest-65px
SECCIONS
- Artikel (2)
- dinasti syafawi (1)
- makalah (21)
- Makalah Model Bimbingan dan Konseling (1)
- Novel (2)
- Puisi Kesedihan (2)
- slide (5)
About us
Total Pageviews
Makalah Implementasi Manajement Layanan Bimbingan dan Konseling
IMPLEMENTASI MANAJEMENT LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING
(Materi Disajikan dalam Seminar Kelas)
Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam
Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah
IAIN Zawiyah Cot Kala Langsa
BAB I
PENDAHULUAN
Manajemen merupakan suatu
sistem tingkah laku manusia yang koperatif dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya dengan kepemimpinan yang tertatur melalui usaha yang terus
menerus dilandasi tindakan yang rasional. Manajemen bimbingan dan
konseling merupakan
salah satu kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh konselor. Hal tersebut
dikarenakan dalam kegiatannya seorang konselor harus merencanakan,
mengorganisasikan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan bimbingan dan konseling.
Melalui perencanaan yang baik akan memperoleh kejelasan arah pelaksanaan
kegiatan bimbingan dan konseling serta memudahkan untuk mengontrol kegiatan
yang dilaksankan.
Didalam
manajemen bimbingan konseling pastinya ada fungsi dan peran tertentu yang
sangat penting. Manajemen memiliki peran fungsi sebagai
alat untuk menjadikan pelaksanaan program bimbingan dan konseling lebih
terarah, teratur, terorganisir dengan baik. Sehingga bimbingan dan konseling
mampu mencapai tujuan yang efektif dan efesien. Oleh karena dalam kesempatan kali ini pemakalah akan menjelaskan lebih
lanjut bagaimana fungsi manajemen bimbingan konseling dan implementasai
Manajemen dalam Layanan Bimbingan Konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manajemen Bimbingan Konseling
1. Manajemen
Manajemen
berasal dari kata managio yaitu pengurusan atau managiare atau
melatih dalam mengatur langkah-langkah. Manajemen sering diartikan sebagai
ilmu, kiat dan profesi. Manajemen merupakan suatu sistem tingkah laku manusia
yang koperatif dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan
kepemimpinan yang tertatur melalui usaha yang terus menerus dilandasi tindakan
yang rasional. Inti dari manajemen adalah leadership yaitu kepemimpinan
menggerakkan orang-orang mengikuti pemimpin.[1]
Manajemen
dapat berarti pencapaian tujuan melalui pelaksanaan fungsi-fungsi tertentu. Ada
lima fungsi manajemen yang paling penting, yaitu planning,
organizing, staffing, leading
dan controlling kegiatan-kegiatan organisasi.[2]Manajemen
bimbingan dan konseling merupakan
salah satu kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh konselor. Hal tersebut
dikarenakan dalam kegiatannya seorang konselor harus merencanakan,
mengorganisasikan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan bimbingan dan
konseling. Melalui perencanaan yang baik akan memperoleh kejelasan arah
pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling serta memudahkan untuk mengontrol
kegiatan yang dilaksankan.
2. Bimbingan dan Konseling
Bimbingan
dan konseling merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris “Guidance and
Counseling”. Istilah ini terbentuk dari dua kata yang menjadi satu. Antara kata yang satu
mengendung pengertian yang berbeda dengan kata yang lainnya, tetapi tujuannya
sama. Kata guidance adalah kata dalam bentuk masdar yang berasal dari
kata kerja “to guida” artinya
menunjukkan, membimbing orang lain ke jalan yang benar. Guidance berarti
pemberian petunjuk, pemberian bimbingan atau pemberian tuntunan. Sedangkan
counseling merupakan masdar dari “to counsel” yang berarti
memberi nasihat. Counseling
mengandung pengertian pemberian nasihat secara tatap muka secara
langsung atau face to face. Kemudian
dikenal dengan istilah konseling.[3]
Samsul
Munir Amin menguraikan secara umum dan
luas tujuan bimbingan dan konseling adalah membantu individu mencapai
kebahagiaan hidup pribadi, membantu individu mencapai kehidupan yang efektif
dan produktif dalam masyarakat serta hidup bersama dengan individu-individu
lain, dan membantu individu mencapai harmoni antara cita-cita dan kemampuan
yang dimilikinya.[4] Bimbingan
dan konseling juga merupakan bagaian integral dari upaya pendidikan, oleh sebab itu, tujuan bimbingan dan konseling
pada hakikatnya adalah untuk mencapai tujuan pendidikan.
Dari
kedua definisi tersebut maka penulis menyimpulkan bahwasannya pengertian
manajemen bimbingan dan konseling
merupakan suatu proses penerapan konsep manajemen yang meliputi; pleaning,
organizing, actualizing dan controling, ke dalam program pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling, agar pelaksanaan dan penerapan bimbingan konseling
dapat terarah dan mencapai tujuan yang efektif dan efesien.
B. Fungsi Manajemen Bimbingan dan Konseling
Terry (dalam Saidah) merumuskan
fungsi-fungsi manajerial sebagai berikut, antara lain: Planning
(perencanaan) yaitu menetapkan pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh kelompok
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Planning mencakup
kegiatan pengambilan keputusan,
karena termasuk pemilihan
alternatif-alternatif keputusan. Organizing (pengorganisasian) mencakup
membagi komponen-komponen kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dalam
kelompok-kelompok, membagi tugas kepada seorang manajer untuk mengadakan
pengelompokan, dan menetapkan wewenang di antara kelompok atau unit-unit
organisasi. Pengorganisasian melahirkan perananan kerja dalam struktur formal
dan dirancang untuk memungkinkan manusia bekerja sama secara efektif guna
mencapai tujuan bersama. Actuiting, atau disebut juga “gerakan aksi” mencakup
kegiatan yang dilakukan seorang manajer untuk mengawali dan melanjutkan
kegiatan yang ditetapkan. Staffing mencakup mendapatkan, menempatkan dan
mempertahankan anggota pada posisi
yang dibutuhkan oleh pekerjaan organisasi yang bersangkutan. Directing
merupakan pengarahan yang diberikan kepada bawahan sehingga mereka menjadi
pegawai yang berpengetahuan dan akan bekerja efektif menuju sasaran yang telah
ditetapkan. Controlling mencakup
kelanjutan tugas untuk
melihat apakah kegiatan-kegiatan
yang dilaksanakan sesuai dengan rencana.[5]
Manajemen
memiliki peran fungsi sebagai alat untuk menjadikan pelaksanaan program
bimbingan dan konseling lebih terarah, teratur, terorganisir dengan baik.
Sehingga bimbingan dan konseling mampu mencapai tujuan yang efektif dan
efesien.
C. Impelementasi Manajemen dalam Layanan Bimbingan
Konseling
Aktualisasi
pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling perlu disadari bahwa berbeda
dengan guru bidang studi yang lain yang sudah terjadwal secara rinci dan jelas,
sedangkan pada konselor kegiatan dapat dilakukan di dalam kelas dan diluar
kelas, sehingga konselor dituntut mampu mengalokasikan kegiatan – kegiatan yang
ada di dalam kelas dan di luar kelas sehingga kegiatan berjalan dengan baik dan
dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Selanjutnya semua kegiatan yang
telah dilaksankan dievaluasi secara komprehensif yang mencakup penilaian
personil, program dan penilaian dampak/hasil, baik dalam jangka pendek,
menengah maupun jangka panjang.
Manajemen
bimbingan dan konseling yang terarah dan sistematis merupakan manifestasi dan
akumulasi pelayanan bimbingan dan konseling sehingga merupakan salah satu
indikator kerja konselor. Selanjutnya dengan manajemen bimbingan dan konseling
yang sistematis dan terarah yang baik pada gilirannya akan memberikan panduan
pelaksanaan kegiatan bimbingan konseling sekaligus menghilangkan kesan bahwa
konselor bekerja sifatnya isedental dan bersifat kuratif semata – mata.
Sehubungan dengan konsep manajemen maka penerapan atau implementasi manajemen
bimbingan dan konseling merupakan salah satu manifestasi suatu kegiatan yang
sistematis tentang bagaimana merencanakan suatu aktifitas bimbingan dan
konseling, bagaimana menggerakkan sumber daya manusia yang ada dalam organisasi
bimbingan dan konseling untuk mencapai tujuan, mengawasi bagaimana kegiatan
bimbingan dan konseling berjalan dan menilai kegiatan bimbingan dan koseling.
1. Planning (Perencanaan)
Perencanaan
(planning) adalah pemilihan atau penetapan tujuantujuan organisasi, penentuan
strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode,
sistem, anggaran dan
standar yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan.[6]Perencanaan (planning) dalam pelayanan
bimbingan dan konseling yaitu melalui program layanan. Program layanan
bimbingan dan konseling meliputi: program
tahunan, program semesteran, program bulanan, program mingguan dan
program harian. Program harian (program layanan dan program kegiatan pendukung) merupakan wujud
implementasi manajemen bimbingan dan konseling.
Tohirin
menjelaskan, secara umum program bimbingan dan konseling merupakan suatu rancangan atau rencana kegiatan yang akan
dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu. Rancangan atau rencana kegiatan
tersebut disusun secara sistematis, terorganisasi, dan terkoordinasi dalam
jangka waktu tertentu.[7] Planning atau perencanaan adalah proses
penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan jalan serta
sumber yang untuk mencapai tujuan itu seefektif mungkin dan seefesien mungkin.
Dalam perencanaan ini konselor sekolah rata – rata telah melakukan perencanaan
yang baik, yaitu dengan memperhatikan sebagai berikut:
· Analisis
kebutuhan/permasalahan siswa.
· Penentuan
tujuan yang ingin dicapai.
· Analisis
situasi dan kondisi sekolah.
· Penentuan
jenis kegiatan yang akan dilakukan.
· Penentuan
teknik dan strategi kegiatan.
· Penentuan
personil – personil yang akan melaksanakan.
· Perkiraan
biaya dan fasilitas yang digunakan.
· Mengantisipasi
kemungkinan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan dan
konseling.
· Waktu
dan tempat artinya kapan kegiatan itu akan dilaksanakan dan dimana kegiatan itu
akan dilakukan.
Perencanaan
yang dilakukan oleh konselor sekolah telah dilakukan dengan matang, hal
tersebut terbukti dengan banyaknya pertimbangan yang harus diperhatikan oleh
konselor untuk merencakan program bimbingan dan konseling. Perencanaan yang
telah matang ini bertujuan untuk menunjukkan eksistensi bahwa konselor itu
benar – benar bekerja sistematis dalam pembuatan program, bukan isidental.
Karena didapati banyak guru yang masih menganggap konselor itu sebagai guru
yang tidak memiliki perencanaan yang baik. Dengan adanya perencanaan yang baik
yang dilakukan konselor, maka kesan buruk itupun sedikit demi sedikit telah
mulai berkurang. Adapun bentuk layanan bimbingan dan konseling adalah
sebagai berikut:
a. Layanan Orientasi
Layanan
orientasi adalah layanan bimbingan yang dilakukan untuk memperkenalkan siswa
baru atau seseorang terhadap lingkungan yang baru dimasukinya[8].
Yang bertujuan untuk membantu individu agar mampu menyesuaikan diri terhadap
lingkungan atau situasi yang baru. Isi layanan orientasi adalah berbagi hal
berkenaan dengan suasana, lingkungan, dan objek-objek yang baru bagi individu.
Hal tersebut melingkupi bidang-bidang layanan bimbingan konseling
b. Layanan Informasi
Menurut
Winkel (1991) dalam Tohirin layanan informasi merupakan suatu layanan yang
berupa memenuhi kekurangan individu akan informasi yang mereka perlukan[9].
Layanan orientasi sangat perlu diselenggarakan karena tiga hal. Pertama, membekali
individu dengan pengetahuan tentang lingkungan yang diperlukan untuk memecahkan
masalah yang dihadapi berkenaan dengan lingkungan sekitar, pendidikan, jabatan,
maupun sosial budaya. Kedua, memungkinkan individu dapat menentukan ara
hidupnya. Ketiga, setiap individu adalah unik, keunikan itu akan
membawakan pola-pola pengambilan keputusan dan bertindak yang berbeda-beda
disesuaikan dengan aspek-aspek kepribadian masing-masing individu. Dengan
ketiga alasan itu, layanan informasi merupakan kebutuhan yang amat tinggi
tingkatannya.
c. Layanan Penempatan dan Penyaluran
Layanan
penempatan adalah usaha-usaha membantu siswa merencanakan masa depannya selama
masih seolah dan sesudah tamat, memilih program studi lanjutan sebagai
persiapan untuk kelak memangku jabatan tertentu. Yang bertujuan supaya siswa
bisa menempatkan diri dalam program studi akademik dan lingkup kegiatan
nonakademik yang menunjang perkembangannya serta semakin merealisasikan rencana
masa depan.
d. Layanan Pembelajaran
Layanan pembelajaran merupakan layanan yang memungkinan pesertadidik
mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik dalam menguasai materi
belajar atau penguasaan kompetensi yang cocok dengan kecepatan dan kemampuan
dirinya serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya, dengan tujuan
agar peserta didik dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik.
Layanan pembelajaran berfungsi untuk pengembangan, menambah wawasan dan
pemahaman, serta mengarahkan penilaian dan sikap, dalam rangka memenuhi
kebutuhan dan mengatasi masalah-masalahnya.
e. Layanan Konseling Perorangan
Layanan konseling perorangan merupakan layanan yang memungkinan peserta didik mendapatkan layanan langsung
tatap muka (secara perorangan) dengan guru pembimbing untuk membahas dan mengentaskan permasalahan yang dihadapinya dan perkembangan dirinya.
Tujuan layanan konseling perorangan adalah agar peserta didik dapat mengentaskan
masalah yang dihadapinya, yang bertujuan agar klien memahami kondisi dirinya
sendiri, lingkungannya, permasalahan-permasalahan yang dialami, kekuatan dan
kelemahan dirinya sehingga klien mampu mengatasinya.
f. Layanan
Konseling Kelompok
Apabila konseling
perorangan menunjukan layanan kepada individu atau klien orang-perorangan, maka
bimbingan dan konseling kelompok mengarahkan layanan kepada sekelompok
individu. Dengan satu kali kegiatan, layanan kelompok itu memberikan manfaat
atau jasa kepada sejumlah orang . Layanan bimbingan kelompok merupakan layanan
yang memungkinan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika
kelompok memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk
menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, baik sebagaiindividu
maupun sebagai pelajar, kegiatan belajar, karir/jabatan, serta untuk
pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok. Yang
bertujuan untuk pengembangan kemampuan bersosialisasi, khususnya kemampuan
berkomunikasi peserta layanan.
Layanan konseling kelompok merupakan layanan yang memungkinan peserta didik
(masing-masing anggota kelompok) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan
pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika kelompok. Masalah yang
dibahas itu adalah maalah-masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing
anggota kelompok, dengan konselor sebagai pemimpin dari kegiatan kelompok.
Layanan ini mengaktifkan dinamika kelompok untuk membahas berbagai hal yang
berguna bagi pengembangan pribadi dan pemecahan masalah individu yang menjadi
peserta layanan. Yang bertujuan untuk berkembangnya kemampuan bersosialisasi
dan komunikasi individu.
g. Layanan Konsultasi
Layanan Konsultasi merupakan layanan yang
membantu peserta didik dan pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu
dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik. Pengertian
konsultasi dalam program BK adalah sebagai suatu proses penyediaan bantuan
teknis untuk konselor, orang tua, administrator dan konselor lainnya dalam
mengidentifikasi dan memperbaiki masalah yang membatasi efektivitas peserta
didik atau sekolah konseling atau psikoterapi sebab konsultasi tidak merupakan
layanan yang langsung ditujukan kepada klien, tetapi secara tidak langsung
melayani klien melalui bantuan yang diberikan orang lain. Layanan ini bertujuan
agar konsulti memiliki kemampuan diri yang berupa wawasan, pemahaman, dan
cara-cara bertindak yang terkait langung dengan suasana atau permasalahan pihak
ketiga. Pihak ketiga adalah orang yang mempunyai hubungan baik dengan konsulti,
sehingga permasalahan yang dialami oleh pihak ketiga setidak-tidaknya
sebahagian menjadi tanggung jawab konsulti[10].
h.
Layanan Mediasi
Istilah
mediasi terkait dengan istilah media yang berasal dari kata medium yang
berarti perantara. Dalam literatur Islam
istilah mediasi sama dengan wasilah yang juga berarti perantara[11].
Berdasarkan arti diatas, mediasi bisa dimaknai suatu kegiatan yang mengantarai
atau menjadi wasilah atau menghubungkan yang semula terpisah. Layanan mediasi merupakan layanan yang membantu peserta
didik menyelesaikan permasalahan ataupun perselisihan dan memperbaiki hubungan
antar peserta didik dengan konselor sebagai mediator. Layanan mediasi juga
berarti layanan atau bantuan terhadap dua pihak atau lebih yang sedang dalam
kondisi bermusuhan. Yang bertujuan agar tercapai kondisi hubungan yang positif
dan kondusif di antara para klien atau pihak-pihak yang bertikai atau
bermusuhan.
2. Organizing (Pengorganisasian)
Perencanaan
yang matang saja tidaklah cukup untuk membuat progaram bimbingan dan koseling.
Selanjutnya tahap yang harus dikerjakan oleh konselor adalah organizing atau
pengorganisasian, yaitu proses untuk merancang, mengelompokan, dan mengatur
serta membagi – bagi tugas atau pekerjaan diantara anggota organisasi bimbingan
dan konseling, agar tujuan dari organisasi bimbingan dan konseling dapat
dicapai dengan efisien.
Organizing
mencakup membagi komponen-komponen kegiatan
yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan ke dalam kelompok-kelompok; membagi ugas kepada
seorang manajer untuk
mengadakan pengelompokan; menetapkan wewenang di antara kelompok atau
unit-unit organisasi.[12]
Konselor
sekolah menentukan siapa saja pihak – pihak yang dilibatkan, sarana dan
prasarana apa saja yang dibutuhkan. Biasanya konselor sekolah
melibatkan semua stakeholder sekolah untuk membantu pembuatan dan pelaksanaan
program bimbingan dan konseling, yaitu dari penjaga sekolah/satpam, ibu kantin,
cleaning servis, guru mata pelajaran, wali kelas, wakil kepala sekolah, sampai
dengan kepala sekolah.
Adapun
sarana dan fasilitas yang diperlukan dalam mengimplementasi manajemen bimbingan
dan konseling meliputi ruang bimbingan dan konseling dan fasilitas lainnya.
Ruang bimbingan dan konseling meliputi ruang konseling perorangan, ruang
konseling kelompok, dan ruang Guru Bimbingan dan Konseling. Fasilitas bimbingan
dan konseling mencakup kursi konseling, lemari (file), majalah dinding,
kalender pendidikan, brosur, perangkat bimbingan dan konseling seperti program
bimbingan dan konseling, satuan layanan dan satuan kegiatan pendukung, dan lain
sebagainya.
Pengorganisasian
ini sendiri bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi pelaksanaan
bimbingan dan konseling, meningkatkan pemahaman terhadap stakeholder dalam
pelaksanaan bimbingan dan konseling, membangun komunikasi dari berbagai petugas
bimbingan dan konseling sehingga terjadi persepsi yang sama, dan membangun dan
menetapkan akuntabilitas dalam layanan bimbingan dan konseling. Pengergonisasian
ini sering kali menemui banyak kendala, yaitu sebagai berikut:[13]
a. Kurangnya pengetahuan
mereka mengenai pentingnya bimbingan dan konseling.
b. Terjadinya
banyak kesalahpahaman mengenai bimbingan dan koneling disekolah.
c. Kurangnya
pengetahuan mereka mengenai peran konselor dan kedudukan bimbingan dan
konseling disekolah.
d. Masih
banyaknya pihak yang menganggap bahwa bimbingan dan konseling adalah tidak
penting.
e. Banyak
guru mata pelajaran yang menganggap guru BK/Konselor sekolah adalah guru yang
suka mengganggu pelajaran, karena sering memanggil siswa disaat jam pelajaran.
Banyaknya
kendala tersebut tidak menyurutkan semangat para konselor sekolah untuk
melakukan pengorganisasian. Mereka para konselor sekolah yang asalnya banar-benar dari jurusan bimbingan dan
konseling akan melakukan pendekatan-pendekatan
untuk membenahi kesalahpahaman yang terjadi. Tetapi jika dalam sekolah tersebut
konselor sekolahnya berasal bukan dari jurusan bimbingan dan konselinng, maka
mereka akan tetep membiarkan hal ini berlanjut. Hal tersebut dikarenakan, untuk
menjelaskan kesalahpahaman tersebut, dia tidak memiliki dasar yang kuat.
Untuk
mengatasi kendala-kendala
dalam pengorganisasian, konselor sekolah menjalin komunikasi yang baik dengan
stakeholder lainnya. Menjelaskan peran stakeholder dalam kaitannya pelaksanaan
pemberian layanan bimbingan dan konseling. Dengan komunikasi yang terjalin
dengan baik diantara stakeholder, maka kendala – kendala yang sebelumnya
terjadi akan sedikit demi sedikit teratasi. Dengan seperti itu, stakeholder
lainnya akan mengerti tugas dan peran mereka dalam membantu pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling. Manurut konselor sekolah yang panulis
ketemui, intinya dari pengorganisasian ini adalah harus membina hubungan komunikasi
yang baik diantara stakeholder, dengan seperti itu akan membuat tujuan yang
ingin dicapai dapat terpenuhi.
3. Actuiting (Pengarahan atau Penggerakan)
Actuiting
atau disebut juga “gerakan aksi” mencakup kegiatan yang dilakukan seorang
manajer untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan yang ditetapkan dalam
perencanaan dan pengorganisasian agar
tujuantujuan tercapai.[14]
Actuating atau penggerakkan adalah fungsi fundamental dalam pelaksanaan
manajemen bimbingan dan konseling disekolah. Diakui bahwa usaha-usaha
perencanaan dan pengorganisasian bersifat sangat vital , tetapi tidak akan
terjadi output secara konkrit yang dihasilkan tanpa ditindak lanjuti kegiatan
untuk menggerakkan stakeholder sekolah untuk melakukan tindakan.
Pengarahan sangat diperlukan dalam
pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling. Tohirin menjelaskan, pengarahan
dan kepemimpinan diperlukan agar aktivitas pelayanan bimbingan dan konseling
terarah pada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Fungsi ini dilaksanakan
oleh kepala sekolah dan madrasah terutama apabila sekolah dan madrasah hanya
memiliki satu oranga guru BK.[15]
Implementasi
bimbingan dan konseling selanjutnya setelah dirancang program bimbingan dan
konseling adalah melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling. Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling melibatkan
semua pihak yang
terkait, serta mempergunakan sarana dan fasilitas yang ada dan dibutuhkan. Guru BK sebagai pelaksana utama/tenaga inti
bimbingan dan konseling berkewajiban penuh melaksanakan pelayanan bimbingan dan
konseling kepada semua peserta didik di sekolah dan/atau madrasah. Sejalan
dengan itu, kepala sekolah dan madrasah tetap menjalankan fungsi pengarahan dan
kepemimpinan.
4. Controlling (Pengawasan)
Pengawasan
(controlling) adalah penemuan dan penerapan cara dan peralatan untuk menjamin
bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah ditetapkan.[16]
Controlling atau pengawasan adalah proses pengamatan dari seluruh kegiatan
bimbingan dan konseling guna menjamin bahwa semua layanan yang sedang dilakukan
sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
Controlling
dalam bimbingan dan konseling yaitu bagaimana mengawasi, mensupervisi dan
menilai aktivitas layanan bimbingan dan konseling apakah bimbingan dan
konseling sesuai dengan program yang telah direncanakan. Pengawasan dalam
bimbingan dan konseling dilakukan pengawas yang berasal dari Dinas Pendidikan
dimasing – masing kabupaten serta kepala sekolah. Pengawasan ini dalam
kenyataannya hanya digunakan sebagai formalitas saja. Pengawasan yang dari
Dinas Pendidikan hanya terjadi sekali dalam satu semester. Itupun yang
diperiksa hanya administrasi saja. Bukan mengawasi dari pelaksanaannya. Hal
tersebut menyebabkan banyak konselor sekolah sibuk melakukan administrasi,
tetapi tidak melakukan layanan. Karena mereka kebanyakan hanya dituntut dengan
administrasi dan administrasi. Tetapi ada juga konselor sekolah yang benar –
benar selalu melakukan layanan, tetapi malah melupakan administrasi. Hal
tersebut dalam saat penilaian juga akan menyulitkan.
Sedangkan penilaian
atau pengawasan yang dilakukan oleh kepala sekolah hanya terbatas dari
pengamatan saja. Kepala sekolah mengamati apakah bimbingan dan konseling
disekolah berjalan dengan baik atau tidak, bagaimana tanggapan siswa mengenai kegiatan
yang dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling dan bagaimana tanggapan guru
mengenai pelaksanaan yang dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling. Jadi
dalam melakukan pengawasan ini, kepala sekolah tidak melihat administrasi.
Kepala sekolah hanya bisa pengamati yang bisa dilihat saja. Hal tersebut
dikarenakan banyak administrasi dalam bimbingan dan konseling sehingga tidak
memungkinkan untuk melihat secara keseluruhan, disamping itu juga kurangnya
pengetahuan kepala sekolah mengenai peran dan tugas konselor
sekolah.Jadi dalam pelaksanaan controling ini, kebanyakan tidak dilakukan
dengan secara maksimal. Pelaksanaan hanya dilakukan untuk formalitas saja.
Pengawasan
(controlling) penting dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan
dalam pelaksanaannya. Implementasi program
dalam bentuk aktivitas layanan bimbingan dan konseling perlu pengawasan
dan penilaian agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan
dan hasilnya dapat diketahui.[17]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manajemen
bimbingan dan konseling
merupakan suatu proses penerapan konsep manajemen yang meliputi; pleaning,
organizing, actualizing dan controling, ke dalam program pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling, agar pelaksanaan dan penerapan bimbingan konseling
dapat terarah dan mencapai tujuan yang efektif dan efesien.
Implementasi
manajemen pelayanan bimbingan dan konseling yaitu melalui program layanan.
Program layanan bimbingan dan konseling meliputi: program tahunan, program semesteran, program bulanan,
program mingguan dan program harian. Program harian (program layanan dan program kegiatan pendukung) merupakan wujud
implementasi manajemen bimbingan dan konseling.
B. Saran
Manajemen
dalam bimbingan konseling memiliki peran penting dalam mewujudkan kesuksesan
pelaksanaan bimbingan konseling. Maka direkomendasikan bagi para mahasiswa
bimbingan dan konseling untuk mengkaji dan memahami lebih luas lagi mengenai
manajemen bimbingan konseling.
DAFTAR PUSTAKA
Erman ,Amti Prayitno, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2004.
Handoko,T. Hani Manajemen, Edisi 2, Yogyakarta:
BPFE Yogyakarta, 2003.
M. Arifin, Pokok-Pokok Pikiran tentang Bimbingan
dan penyuluhan Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1976.
Munir Amin,
Samsul, Bimbingan dan Konseling Islam, Jakarta: Amzah, 2010.
Sagala, Saiful Manajemen Strategik dalam
Peningkatan Mutu Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2007.
Tohirin, Bimbingan dan
Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis Integrasi, Jakarta: Rajawali
Pers, 2011.
http://Muteung-kyoto.blogspot.com/2015/03/pengorganisasian-dan-dukungan-bimbingan.html
[1] Saiful Sagala, Manajemen
Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2007),
hlm. 50.
[2] T. Hani Handoko, Manajemen,
Edisi 2, (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2003), hlm. 23.
[3] M. Arifin, Pokok-Pokok
Pikiran tentang Bimbingan dan penyuluhan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang,
1976), hlm. 18.
[4] Samsul Munir Amin, Bimbingan
dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah, 2010 ), hlm. 38.
[5] Saidah, Implementasi
Manajemen Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (https://www.google.co.id/search?q=terri+implementasi+manajemen+layanan+konseling+pdf&oq=terri+implementasi+manajemen+layanan+konseling+pdf&aqs=chrome..69i57.20646j0j9&sourceid=chrome&ie=UTF-8 PDF diakses
pada 23 Maret 2017), hlm. 4.
[6] T. Hani Handoko, Op.cit.,
hlm. 23.
[7] Tohirin, Bimbingan
dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis Integrasi, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2011), hlm. 259.
[8] Prayitno, Erman Amti, Dasar-dasar
Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), hlm. 255)
[9]Tohirin, op.cit.,
147.
[10] Tohirin, op.cit., hlm. 188.
[11] Ibid., hlm. 195.
[13] http://Muteung-kyoto.blogspot.com/2015/03/pengorganisasian-dan-dukungan-bimbingan.html
(Diakses Pada 23 Maret 2017)
[15] Tohirin, Op.cit., hlm. 275.
[16] T. Hani Handoko, Op.cit.,
hlm. 25.
[17] Tohirin, Op.cit., hlm. 277.
Hubungan Interpersonal
Psikologi Komunikasi: Hubungan Interpersonal
HUBUNGAN INTERPERSONAL
(Psikologi Komunikasi)
(Materi
Disajikan dalam Seminar Kelas)
Oleh: M Khuzaifah
ABSTRAK
Hubungan interpersonal dapat
meningkatkan sebuah komunikasi yang efektif. Pada tahap awal hubungan
interpersonal seseorang memperoleh stimulasi dari orang lain. Dari rangsangan yang
diterima baik secara mental, emosi maupun fisik dapat menimbulkan daya tarik
untuk berinteraksi sehingga terciptanya sebuah keakraban. Dari segi psikologi
komunikasi, hubungan yang baik akan meningkatkan komunikasi yang baik pula.
Melalui hubungan dengan orang lain, seseorang dapat memperoleh pemahaman diri
yang lebih baik. Dengan membina interaksi dengan orang lain, seseorang dapat
lebih meningkatkan kesadaran tentang siapa dirinya yang tidak dapat dilepaskan
dari cara bagaimana orang lain memandang dan memperlakukan dirinya. Hubungan
interpersonal menumbuhkan kepekaan dan keterampilan untuk dapat berkomunikasi
secara efektif.
Kata kunci: Hubungan Interpersonal, Interaksi, komunikasi
Hubungan
Interpersonal
Manusia
merupakan makhluk sosial yang saling melakukan interaksi dengan manusia lainnya.
Sesuai dengan yang dijelaskan oleh Larson, Csikszantmihalyi, dan Graef yang
dikutip dari Dian Wisnuwardhani (2012:1) bahwa 70 persen dari 197 remaja dan
orang dewasa melakukan aktivitas bersama orang lain setidaknya dua kali dalam
sehari. Hal ini menunjukkan bahwa melakukan hubungan dengan orang lain
merupakan aspek yang signifikan dan sangat penting bagi kehidupan kita. Hubungan
interpersonal merupakan hubungan yang terdiri dari dua orang yang saling
tergantung satu sama lain dan menggunakan pola interaksi yang konsisten.
Hubungan ini dapat disebut juga sebagai hubungan timbal balik yang dapat
memberikan pengaruh antara satu dengan yang lainnya.
A.
Teori Hubungan Interpersonal
Melihat
pentingnya hubungan interpersonal ini, maka akan dibahas teori tentang hubungan
interpersonal. Siapapun yang mengemukakan penjelasan tentang mengapa manusia
ingin mempunyai sebuah hubungan dengan manusia lain atau bagaimana terjadinya
sebuah hubungan interpersonal, maka dapat dikatakan bahwa ia sedang berteori tentang
hubungan interpersonal. Dalam tulisan ini penulis akan mengemukakan beberapa
teori hubungan interpersonal
Atraction Theory
Berdasarkan attraction
Theory, dasar bagi seseorang dalam membentuk sebuah hubungan adalah
ketertarikan (Devito 2003) dikutip dari (Dian wisnuwardhani 2012:12). Teori ini
menjelaskan bahwa ketertarikan atau tidak ketertarikan kita terhadap orang lain
atau sebaliknya merupakan proses pembentukan hubungan interpersonal. Timbulnya
ketertarikan ini dipicu oleh empat faktor yang meliputi:
1.
Similarity
(kesamaan), seseorang akan memilih hubungan dengan orang lain yang
memiliki kesamaan dengan dirinya dalam berbagai aspek, seperti ras, kebangsaan,
penampilan, pola pikir, dan lainnya. Meskipun ada sebagian orang justru
tertarik dengan orang yang berkebalikan dengan dirinya yang disebut dengan complementarity.
2.
Proximity
(kedekatan), seseorang akan mudah tertarik dengan orang-orang yang
memiliki kedekatan secara fisik dengan dirinya, seperti teman kerja atau teman
kuliah yang pada umumnya adalah orang-orang yang tinggal disekitarnya.
Kedekatan secara fisik memberikan kemungkinan seseorang untuk mudah bertemu,
berkomunikasi, dan pada akhirnya timbul ketertarikan. Kedekatan merupakan
faktor terpenting dalam membentuk sebuah hubungan atau terjadinya interaksi.
Seperti halnya teman seasrama yang lebih memiliki hubungan dekat dengan teman
yang sekamar dengannya.
3.
Reinforcement
(hadiah), seseorang akan tertarik kepada orang lain yang memberikan
hadiah, pujian, atau semacamnya.
4.
Physical
attractivennes and personality (daya tarik
fisik), seseorang akan tertarik untuk membina interaksi dengan orang yang
memiliki fisik dan kepribadian menarik.
Relationship Rules Apporoach
Pada teori ini,
kajian tentang sebuah hubungan atau relationship ditinjau dari sudut
pandang aturan-aturan yang ada di dalam hubungan tersebut. terciptanya sebuah
hubungan baik itu hubungan pertemanan ataupun percintaan, apabila individu yang
terlibat mematuhi aturan-aturan yang ada di dalam hubungan tersebut. Begitu
sebaliknya hubungan akan memudar dan berakhir apabila aturan-aturan yang ada di
dalamnya dilanggar. Dengan mengetahui beberapa tingkah laku dari hubungan yang
berhasil maupun gagal, maka dapat
diketahui mengapa hubungan itu putus dan bagaimana memperbaikinya.
Social Penetration Theory
Konsep yang
penting pada teori penetrasi sosial yang dikembangkan oleh Irwin Altman dan
Dalman Taylor (1987) adalah keluasan (breadth) dan kedalaman (depth)
dalam sebuah hubungan. Bila sebuah hubungan memudar, keluasan dan kedalaman
akan berbalik arah dengan sendirinya yang diistilahkan dengan depenetrasi. Seiring
dengan memudarnya sebuah hubungan, kita
akan mengurangi pengungkapan perasaan yang terdalam dari diri kita kepada pasangan.
Hubungan sebelumnya yang diwarnai dengan kedekatan secara fisik dan emosi, kini
berjarak baik secara emosi maupun fisik.
Social Exchange Theory
Dalam social
exchange theory dikatakan bahwa alasan kita mengembangkan sebuah hubungan
adalah untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya. Seseorang akan sukarela
mengembangkan sebuah hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup
memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biya (Thibault dan Kelley) dikutip
dari (Jalaluddin Rakhmat, 2007:121). Dengan menggunakan model ekonomi
(untung-rugi) ini, social exchange theory mengatakan bahwa sebuah hubungan akan
dibangun, baik hubungan pertemanan maupun percintaan bila hubungan tersebut
mendatangkan manfaat yang besar bagi seseorang, yang dimana rewards yang
didapat lebih besar dari cost yang diberikan.
Equity Theory
Teori ini
merupakan pengembangan dari teori social exchange. Dijelaskan
bahwasannya dalam sebuah hubungan akan dibangun atau dipertahankan apabila
perbandingan antara manfaat dan biaya pada seseorang sama dengan perbandingan
manfaat dan biaya dari orang lain. Berbagai penelitian telah mendukung bahwa
seseorang menginginkan keadilan dalam sebuah hubungan interpersonal (Ueleke et
al, 1983) dikutip dari (Dian Wisnuwrdhani, 2012:17).
Jadi, di dalam
sebuah hubungan seseorang akan tidak puas dalam hubungan interpersonal apabila
hasil tidak sesuai dengan usaha dan pengorbanan, rewards yang didapatkan
tidak seimbang dengan cost
yang diberikan. seperti contohnya dalam hubungan pertemanan kita akan merasa
kesal dengan seorang teman bila dalam kesehariannya kita lebih sering membantu
teman tersebut sementara teman tersebut hanya sekali-kali saja membantu atau
sama sekali tidak. Adanya ketidak adilan dalam suatu hubungan interpersonal
yang terus berlanjut tanpa adanya perbaikan dapat menyebabkan memudarnya sebuah
hubungan.
Games People Play Theory
Teori
yang berasal dari Eric Berne (1972) dikutip dari (Jalaluddin Rakhmat, 2007:123)
memandang orang-orang berhubungan dalam bermacam-macam permainan, yang didasari
oleh tiga kepribadian manusia yaitu; orang tua (parent), orang dewasa (adult),
dan anak (child). Dalam hubungan interpersonal kita menampilkan salah
satu aspek kepribadin kita dari ketiga aspek tersebut, dan orang lain
membalasnya dengan salah satu aspek itu juga.
Interactional
Theory
Teori
interaksional ini mencoba menggabungkan teori exchange, role dan games.
Yang memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem, setiap sistem
memiliki sifat-sifat struktural, integratif dan medan yang bertindak sebagai
satu kesatuan.
B.
Tahap-tahap Hubungan Interpersonal
Sebuah
hubungan tidak terjadi begitu saja melainkan melewati tahapan. Seseorang tidak
langsung menjadi akrab begitu saja setelah pertemuan terjadi antara Ia dengan
orang lain yang Ia jumpai, melainkan
adanya sebuah proses sehingga terjadinya sebuah keakraban. Sebuah hubungan
bersifat sekuensial, yakni mengikuti suatu tahap yang berurutan dengan sedikit
kesempatan untuk lompat dari tahap yang satu ke tahap berikutnya. Tahapan dalam
hubungan interaksional dapat berupa tahapan yang maju atau tahapan yang mundur
. Seseorang dapat berkenalan lalu menjadi teman akrab bahkan dapat menjadi
pasangan hidup, namun ada juga terjadi sebaliknya, setelah akrab dapat
merenggang karena adanya masalah atau hal lain.
Adapun
tahap-tahap tersebut adalah contact (kontak), involvement
(keterlibatan), intimacy (keakraban), deterioration (pemudaran),
repair (pemulihan) dan dissolution (pemutusan).
Pada
setiap tahap hubungan memiliki peran yang berbeda. Tahap-tahap awal hubungan
biasanya ditandai dengan adanya komunikasi-komunikasi ringan yang ditujukan
untuk saling mengenal satu dengan yang lainnya. Bila berlanjut, maka tahap
komunikasi berikutnya lebih ditujukan untuk memelihara, mengembangkan dan
meningkatkan hubungan, hal ini terjadi karena adanya daya tarik untuk mengenal
lebih jauh dan pembicaraan bercorak personal dan lebih mendalam. Pada sebuah
hubungan yang semakin melemah, waktu dan hubungan komunikasi yang sering
dilakukan semakin sedikit, merupakan tahap pemudaran dalam sebuah hubungan.
Pada tahap pemudaran, masing-masing pihak dpat melakukan usaha pemulihan agar
hubungan dapat membaik seperti semula. Pada sebuah hubungan yang tidak dapat
dipertahankan, maka tahap tahap akhir komunikasi ditujukan untuk mengakhiri
hubungan diantara kedua belah pihak. Umumnya pada tahap ini kedalaman
pembicaraan mulai memudar dan hubungan menjadi dangkal kembali.
C.
Faktor-Faktor yang Menumbuhkan Hubungan Interpersonal
Ada
beberapa faktor-faktor yang menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik,
diantaranya ialah trust, sportive attitude, dan open mindedness
(Jalaluddin Rakhmat, 2007:129).
Trust
(percaya) merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam
hubungan interpersonal. Percaya dapat meningkatkan komunikasi interpersonal,
karena membuka dan memperluas peluang
komunikan untuk mencapai maksudnya. Percaya menentukan efektivitas komunikasi,
memberikan daya tarik untuk komunikasi yang ditujukan untuk pengenalan lebih
lanjut hingga ke tahap intimacy. Sikap suportif merupakan sikap yang
mengurangi sikap defensif, menumbuhkan sikap menghargai, penerimaan, jujur,
serta empatis dalam komunikasi. Selanjutnya ialah sikap terbuka yang merupakan
faktor yang besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang
efektif. Sikap terbuka mendorong timbulnya saling pengertian, saling menghargai
dan saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal kepada kedua pihak
yang menjalin hubungan.
D.
Memelihara Hubungan Interpersonal
Hubungan
interpersonal tidak selalu stabil. Walaupun pada awal perkembangannya sebuah
hubungan berjalan dengan stabil, namun selanjutnya sebuah hubungan bisa saja
mengalami pemudaran, bahkan sebuah hubungan yang sudah terikat dalam status
perkawinan dapat bermasalah. Beragam penyebab memburuknya sebuah hubungan dapat
terkait dengan sudah tidak terpenuhinya lagi apa yang diharapkan dari seseorang
dari sebuah hubungan. Secara umum, bila dalam sebuah hubungan lebih banyak
diperoleh penderitaan dari pada kesenangan, maka hubungan dapat memburuk dan
bila tidak diperbaiki dapat putus.
Sebelum
sebuah hubungan menjadi semakin buruk, yang berakibat pada rusak atau putusnya
sebuah hubungan, ada beberapa strategi yang dapat dipakai untuk memulihkan
hubungan (Devito, 2003) dikutip dari (Dian Wisnuwardhani, 2012:129):
1.
Mengenali
masalah. Dalam menyelesaikan sebuah konflik, harus diketahui apa yang menjadi
akar permasalahannya. Seseorang harus mengemukakan secara terbuka apa yang ia
pikirkan, inginkan atau yang ia rasakan secara jelas, sehingga identifikasi
terhadap masalah menjadi lebih mudah.
2.
Menyelesaikan
konflik secara konstruktif. Penyelesaian konflik secara konstruktif adalah
penyelesaian masalah yang bertujuan untuk win-win solution yaitu
pemecahan masalah mementingkan kedua belah pihak.
3.
Ajukan
alternatif pemecahan masalah. Setelah masalah dapat diidentifikasikan, ajukan
alternatif pemecahannya yang mementingkan kepentingan kedua belah pihak. Dan
selanjutnya diintegrasikan kedalam tingkah laku sehari-hari.
4.
Saling
mendukung.
KESIMPULAN
Hubungan
interpersonal yang baik sangat mempengaruhi komunikasi yang efektif. Semakin
kuat sebuah hubungan interpersonal maka semakin terbuka seseorang mengungkapkan
dirinya, semakin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya,
sehingga semakin efektif komunikasi yang berlangsung di antara komunikan.
Tahap-tahap
terbentuknya sebuah hubungan interpersonal meliputi; kontak, keterlibatan,
keakraban (penguatan), jika dalam sebuah hubungan tidak terpenuhinya atau
dilanggarnya aturan yang telah disepakati bersama dalam hubungan maka hubungan
akan berlanjut kepada tahap pemudaran, jika tidak ada perbaikan di dalam
hubungan maka hubungan dapat dangkal seperti semula (putus).
DAFTAR PUSTAKA
Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Wisnuwardhani, Dian., & Fatmawati Mashoedi, Sri. 2012. Hubungan
Interpersonal, Jakarta: Selemba Humantika
Kualitas dan Pendidikan Konselor
Konseling: Kualitas dan Pendidikan Konselor
KUALITAS DAN
PENDIDIKAN KONSELOR
(Makalah Disajikan dalam Seminar Kelas)
Oleh: M. Khuzaifah
Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam IAIN Langsa
ABSTRAK
Kualitas kepribadian dan kualifikasi pendidikan, pengetahuan, serta
penguasaan atas berbagai teori dan teknik konseling, merupakan modal utama yang
harus dimiliki oleh seorang konselor. Dua modal tersebut sangat menentukan
efektifitas dan keberhasilan aktifitas konseling. Kualitas konselor adalah
semua kriteria keunggulan termasuk pribadi, pengetahuan, wawasan, keterampilan,
dan nilai-nilai yang dimiliki konselor, yang akan menentukan keberhasilan
(efektivitas) proses bimbingan dan konseling.
PENDAHULUAN
Aktivitas bimbingan dan konseling, pada dasarnya
merupakan interaksi timbal-balik, yang di dalamnya terjadi hubungan saling
mempengaruhi antara konselor sebagai pihak yang membantu dan klien sebagai
pihak yang dibantu. Konselor diasumsikan sebagai pribadi yang akan membimbing
konseli dalam mencapai tujuan tertentu, maka dalam relasi ini sangat dibutuhkan
adanya kapasitas tertentu yang harus dimiliki oleh seorang konselor. Kapasitas
tertentu inilah yang menentukan kualitas konselor.
Masih banyak
orang yang memandang bahwa pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan
oleh siapa juga, asalkan mampu berkomunikasi dan berwawancara. Pelayanan
bimbingan dan konseling tidak semata-mata diarahkan kepada pemecahan masalah
saja, tetapi mencakup berbagai jenis layanan dan kegiatan yang mengacu kepada
terwujudnya fungsi-fungsi yang luas. Berbagai jenis bantuan dan kegiatan itu
menuntut adanya unjuk kerja profesional tertentu, yang mana rumusan unjuk kerja
profesional itu mengacu kepada wawasan dan keterampilan yang hendaknya dapat
ditampilkan oleh para lulusan program studi bimbingan konseling.
PEMBAHASAN
A.
Kualitas Konselor
Willis Sofyan S
(2007:79) menjelaskan kualitas konselor adalah semua kriteria keunggulan
termasuk pribadi, pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan nilai nilai yang
dimiliki konselor, yang akan menentukan keberhasilan (efektivitas) proses
bimbingan dan konseling. Salah satu kualitas yang kurang dibicarakan adalah
kualitas pribadi konselor, yang menyangkut segala aspek kepribadian yang amat
penting dan menentukan efektivitas konseling.
Efektivitas
proses konseling akan sangat dipengaruhi oleh besar modal yang dimiliki oleh
kon selor. Modal ini meliputi dua aspek, yaitu aspek personal dan profesional.
Modal personal adalah hal- hal yang menyangkut kualitas kepribadian yang
dimiliki oleh konselor, sementara modal profesional lebih mengarah pada
persoalan kualifikasi pendidikan, pengetahuan, serta penguasaan konselor atas
berbagai teori dan teknik konseling. modal personal dapat dimaknai sebagai
kecerdasan emosional dan spiritual, sementara modal profesional lebih
berorientasi pada intelektualitas (kecerdasan intelektual).
Samsul Munir
Amin (2010:269) menjelaskan bahwasannya kriteria atau ciri kepribadian konselor
secara islami meliputi:
1.
Konselor
harus menjadi cermin bagi klien, keberhasilan (efektivitas) bimbingan dan
konseling terletak pada sejauh mana seorang konselor dapat menanamkan nilai
(sikap dan perilaku) pada klien. Persoalannya adalah bagaimana hal itu bisa
dilakukan? Prinsipnya adalah keteladanan.
2.
Konselor
islami hendaklah orang yang menguasai materi khususnya dalam masalah keilmuan
agama Islam, sehingga pengetahuannya mencakupi dalam hal-hal yang berkaitan
dengan masalah keagamaan.
3.
Konselor
islami hendaklah orang yang mengamalkan nilai-nilai agama Islam dengan baik dan
konsekuen.
4.
Konselor
islami hendaknya menguasai metode dan strategi yang tepat dalam menyampaikan
bimbingan dan konseling kepada klien, sehingga klien dengan tulus akan menerima
nasehat konselor.
5.
Konselor
islami memiliki pribadi yang terpuji sebagai teladan dalam perilaku baik di
tempatnya bekerja maupun di luar tempat bekerja.
6.
Konselor
islami hendaknya menguasai bidang psikologi secara integral, sehingga dalam
tugasnya melaksanakan bimbingan dan konseling akan dengan mudah menyampaikan
nasihat dengan pendekatan psikologi.
Sementara itu,
ABKIN (Asosiasi Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia) merumuskan bahwa
salah satu komponen standar kompetensi yang harus dijiwai dan dimiliki oleh
konselor adalah mengembangkan pribadi dan profesionalitas secara berkelanjutan,
yang di dalamnya meliputi:
1.
Beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Menunjukkan
integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat.
3.
Memiliki
kesadaran diri dan komitmen terhadap etika profesional.
4.
Mengimplementasikan
kolaborasi intern di tempat tugas dan secara eksternal antarprofesi.
5.
Berperan
dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling.
Dalam konteks
bimbingan dan konseling kualitas pribadi konselor dalam hal sikap dan perilaku sehari-hari akan
menjadi modal utama dan pertama dalam menjalankan bimbingan dan konseling yang
efektif. Hal itu terjadi karena hanya dengan kualitas pribadi yang tinggilah
setengah tujuan konseling akan tercapai, setengah yang lainnya ditentukan oleh
teknik yang digunakan. Hal ini
menunjukkan bahwa betapa pentingnya kualitas pribadi yang harus dimiliki oleh
konselor.
B.
Pendidikan
Konselor
Untuk bisa memenuhi standar kompetensi konselor
yang telah dipaparkan di atas, diperlukan model pendidikan profesional konselor
yang terintegrasi, artinya penyelenggaraan program pendidikan S-1 Bimbingan dan Konseling
terintegrasi dengan program pendidikan profesi konselor (PPK). LPTK yang
diberikan izin menyelenggarakan pendidikan S-1 Bimbingan dan Konseling dan
memiliki peringkat Akreditasi minimal B dilakukan evaluasi, bila layak dari
aspek ketenagaan, infrastruktur, dan manajemen pengelolaan secara langsung
diberikan wewenang untuk menyelenggarakan PPK. Dengan demikian, para
guru pembimbing (guru BK) di sekolah-sekolah yang memiliki kualifikasi akademik
S-1 Bimbingan dan Konseling dapat mengikuti PPK di LPTK terdekat, sehingga
harapan sebagaimana yang diatur di dalam pasal 2 Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Konselor, segera bisa diwujudkan.
Pendidikan S-1
Bimbingan dan Konseling di tanah air saat ini diselenggarakan secara terpisah
dengan Pendidikan Profesi Konselor (PPK) oleh beberapa LPTK atas izin dari
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional, dan
dilakukan akreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT).
Kurikulum pendidikan S-1 Bimbingan dan Konseling yang dikembangkan berdasarkan
Kepmendiknas Nomor 232/U/2000 dan Nomor 045/U/2002 yang mengacu kepada konsep
pendidikan tinggi abad XXI UNESCO, yang semula disusun dan ditetapkan oleh
pemerintah lewat sebuah Konsorsium (Kurikulum Nasional), diubah menjadi
kurikulum inti yang disusun oleh perguruan tinggi bersama dengan pemangku
kepentingan dan kalangan profesi, dan ditetapkan oleh perguruan tinggi yang
bersangkutan.
Pendidikan
Profesional Konselor menerima mahasiswa dari lulusan SMA dan atau sederajat.
Pendidikan ini diselenggarakan dengan beban minimal 144 SKS, dan maksimal 160
SKS berdasarkan Kepmendiknas Nomor 232/U/2000 dan Nomor 045/U/2002, dengan masa
studi antara 4-4,5 tahun. Kurikulum ditetapkan oleh LPTK masing-masing yang pengembangannya dilakukan dengan melibatkan
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) dan pemangku kepentingan,
dengan menggunakan paradigma KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Pendekatan
pembelajaran menggunakan Students Centered Learning (SCL) yang ditunjang dengan
metode:
1.
Small Group
Discussion.
2.
Role-Play &
Simulation.
3.
Case Study.
4.
Discovery
Learning.
5.
Self-Directed Learning.
6.
Cooperative Learning.
7.
Collaborative
Learning.
8.
Contextual Instruction.
9.
Project Based
Learning.
10.
Problem
Based Learning and Inquiry.
Dosen pengampu
mata kuliah adalah para dosen profesional yang memenuhi tuntutan pasal 1 ayat
(2) dan pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen. Para dosen adalah
pendidik profesional dan ilmuwan yang bertugas melakukan transformasi,
mengembangkan, dan menyebarluaskan IPTEKS melalui pendidikan, penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, yang memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian,
profesional, dan sosial, serta mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Lulusan Program
S-1 Bimbingan dan Konseling dapat langsung mengikuti PPK selama 2 (dua) semester. Kurikulum PPK ditetapkan
oleh LPTK, yang pengembangannya melibatkan ABKIN dan pemangku kepentingan. PPK
memberikan pengalaman belajar bagi para mahasiswa berupa kemampuan dalam
menerapkan kompetensi akademik yang diperolehnya pada program S-1 Bimbingan dan
Konseling. Lulusan PPK dianugrahi Sertifikat keahlian Bimbingan dan Konseling
sebagai Konselor profesional, dengan sebutan Konselor (Kons). Konselor adalah sosok profesional dalam bidang bimbingan dan
konseling yang ahli memberikan pelayanan bimbingan dan konseling baik pada
lembaga pendidikan formal maupun di masyarakat. Konselor yang praktik di
masyarakat harus mendapatkan izin praktik dari ABKIN sebagai organisasi profesi
Bimbingan dan Konseling.
Prayitno
(2004:340) mengemukakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling adalah suatu
profesi yang dapat memenuhi ciri-ciri dan persyaratan sebagai profesi.
Pengembangan profesi bimbingan dan konseling antara lain melalui; standardisasi
unjuk kerja profesional konselor, standarisasi penyiapan konselor, akreditasi,
stratifikasi dan lisensi, serta pengembangan organisasi profesi.
KESIMPULAN
Kualitas
konselor menyangkut dua hal, yaitu; personal yang merupakan hal-hal yang menyangkut
kualitas kepribadian yang dimiliki oleh konselor, yang dapat dimaknai sebagai
kecerdasan emosional dan spiritual, dan profesional yang merupakan hal yang lebih
mengarah pada persoalan kualifikasi pendidikan, pengetahuan, serta penguasaan
konselor atas berbagai teori dan teknik konseling, yang lebih berorientasi pada
intelektualitas (kecerdasan intelektual).
Penyelenggaraan
program pendidikan S-1 Bimbingan dan Konseling terintegrasi dengan program
pendidikan profesi konselor (PPK). LPTK yang diberikan izin menyelenggarakan
pendidikan S-1 Bimbingan dan Konseling dan memiliki peringkat Akreditasi
minimal B, dilakukan evaluasi, bila
layak dari aspek ketenagaan,
infrastruktur, dan manajemen
pengelolaan secara langsung diberikan wewenang untuk menyelenggarakan PPK.
DAFTAR RUJUKAN
Hartono.
2011. Program Pendidikan Profesional Konselor masa Depan dan Tantangan di Era
Globalisasi, Jurnal PPB. Vol. 12. No. 2. Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
Mukhsinul
Fuad. 2009. Kualitas Pribadi Konselor: Urgensi dan Pengembangannya, Jurnal
Dakwah dan Komunikasi, Vol.3 No.2. Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto.
Prayitno,
Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: PT
Rineka Cipta
Samsul Munir Amin. 2010. Bimbingan
Konseling Islam, Jakarta: Amzah
Willis Sofyan S. 2007. Konseling
Individual Teori dan Praktek, Bandung: Alfabeta
Langganan:
Postingan (Atom)
Cari Blog Ini
- September 2021 (6)
- Juni 2019 (12)
- April 2017 (1)
- Januari 2017 (2)
- Desember 2016 (2)
- September 2016 (1)
- Mei 2016 (8)
- April 2016 (7)
- Maret 2016 (2)
- November 2015 (3)
- Juli 2015 (1)
- April 2015 (2)
- Maret 2015 (2)
- Februari 2015 (1)
- November 2014 (1)
- Februari 2014 (1)
Translate
Popular Posts
-
PERADABAN ISLAM DI ASIA TENGGARA Disusun Oleh M khuzaifah ...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan po...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepribadian pada hakikatnya merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia secara ...