Ads block
konsep kepribadian - psikologi kepribadian
Konsep Kepribadian Oleh: M Khuzaifah A. Pendahuluan Dalam kehidupan manusia sebagai individu atau pun makhluk sosial, kepribadian senantiasa m…
Baca selengkapnya »
SUBYEK SASARAN DAKWAH - bertambah dan berkurangnya iman serta potensipositiv manusia
SUBYEK SASARAN DAKWAH A. Pendahuluan Dakwah merupakan suatu aktifitas yang mempersuasif manusia agar dapat menjalankan kehidupannya sesuai deng…
Baca selengkapnya »
SEARCH
LATEST
3-latest-65px
SECCIONS
- Artikel (2)
- dinasti syafawi (1)
- makalah (21)
- Makalah Model Bimbingan dan Konseling (1)
- Novel (2)
- Puisi Kesedihan (2)
- slide (5)
About us
Total Pageviews
konsep kepribadian - psikologi kepribadian
Konsep
Kepribadian
Oleh: M Khuzaifah
A.
Pendahuluan
Dalam kehidupan
manusia sebagai individu atau pun makhluk sosial, kepribadian senantiasa
mengalami warna-warni kehidupan. Ada kalanya senang, tentram, dan gembira. Akan
tetapi pengalaman hidup membuktikan bahwa manusia juga kadang-kadang mengalami
hal-hal yang pahit, gelisah, frustasi dan sebagainya. Ini menunjukan bahwa
manusia mengalami dinamika kehidupan.
Kepribadian
pada hakikatnya merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia secara umum yang
tercermin dari ucapan dan perbuatannya. Kepribadian
berbeda dengan karakter, karena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai.
Meskipun demikian baik kepribadian maupun karakter berwujud tingkah laku yang
ditujukan ke lingkungan sosial, keduanya relatif permanen serta menuntun,
mengerahkan dan mengorganisasikan aktifitas individu. Kepribadian meliputi
segala corak perilaku dan sifat yang
khas dan dapat diperkirakan pada diri seseorang atau lebih bisa dilihat dari
luar, yang digunakan untuk bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap rangsangan,
sehingga corak tingkah lakunya itu merupakan satu kesatuan fungsional yang khas
bagi individu. Wujud tingkah laku yang ditujukan kelingkungan tersebut tentu
terus berkembang dan adanya komponen-komponen atau faktor-faktor yang
mempengaruhinya yang saling berinteraksi sehingga membentuk suatu kepribadian.
Dalam tulisan
ini akan dijelaskan mengenai komponen atau aspek-aspek kepribadian tersebut,
faktor yang mempengaruhi perkembangannya, keterkaitan teori kepribadian dan
pendekatan konseling, serta pembentukan karakteristik kepribadian.
B.
Konsep Kepribadian
Konsep-konsep
kepribadian sebenarnya merupakan aspek-aspek atau komponen-komponen kepribadian karena pembicaraan mengenai kepribadian senantiasa
mencakup apa saja yang ada di dalamnya, seperti karakter, sifat-sifat, dan
lainnya. Interaksi antara berbagai aspek tersebut kemudian terwujud sebagai
kepribadian.
Ada beberapa
konsep yang berhubungan erat dengan kepribadian bahkan kadang-kadang disamakan
dengan kepribadian. Konsep-konsep yang berhubungan dengan kepribadian
diantaranya ialah character, temperament, traits, type dan habit.[1]
1.
Character (Watak)
Penjelasan umum
mengenai watak ialah kepribadian yang dipengaruhi oleh motivasi yang
menggerakkan kemauan sehingga orang tersebut bertindak. Yang dimaksudkan bahwa
kepribadian seseorang menunjukkan tindakan akibat kemauan yang teguh dan kukuh
maka ia dinamakan seseorang yang berwatak atau sebaliknya. Menurut Sumadi
(1985) dikutp dari Sunaryo (2004), watak adalah keseluruhan atau totalitas
kemungkinan-kemungkinan bereaksi secara emosional dan volisional seseorang yang
terbentuk selama hidupnya oleh unsur-unsur dari dalam (dasar, keturunan, dan
faktor-faktor endogen) dan unsur-unsur dari luar (pendidikan dan pengalaman,
serta faktor-faktor eksogen).[2]
Secara arti
normatif kata watak dipergunakan apabila orang bermaksud mengenakan norma-norma
kepada orang yang sedang dibicarakan. Misalnya ungkapan “Ia orang yang pandai,
tetapi sayang tidak berwatak dan Ia orang yang terdidik, tetapi tak punya
watak”. Orang berwatak apabila sikap, tingkah laku, dan perbuatannya dipandang
dari segi norma-norma sosial adalah baik dan sebaliknya.
Secara arti
deskriptif watak menurut Allport (1937) bahwa “character is personality
evaluated, and personality is character devaluated”. Menurutnya kepribadian
dan watak adalah satu dan sama, tetapi dipandang dari segi yang berlainan.
Apabila orang akan mengenakan
norma-norma, yang berarti mengadakan penilaian lebih tepat dipergunakan
istilah “watak”. Apabila tidak mengadakan penilaian sehingga menggambarkan apa
adanya, dipakai istilah “kepribadian”.[3]
2.
Temperament (Tabiat)
Temperament
adalah kepribadian yang lebih bergantung pada keadaan badaniah, atau kepribadian
yang berkaitan erat dengan determinan biologis atau fisiologis. Secara singkat
dapat dikatakan bahwa tabiat adalah konstitusi kejiwaan. Temperament memiliki
aspek yang meliputi:
a.
Motalitas (kegestian atau kelincahan) ditentukan oleh otot, tulang dan saraf
perifer.
Contoh:
·
Orang
bekerja dan bereaksi dengan lincah dan gesit.
·
Orang
bekerja dengan tenang.
b.
Vitalitas
(daya hidup) lebih ditentukan keadaan hormonal dan saraf otonom.
Contoh:
· Orang dengan vitalitas tinggi: baru bangun pagi sudah penuh
gairah hidup dan memiliki berbagai rencana.
· Orang yang mudah bosan, kurang kreativ, dan kurang inovatif.
c.
Emosionalitas (daya rasa) lebih ditentukan keadaan neurohormonial dan
saraf pusat.
Contoh:
·
Bila
ada sesuatu yang menakutkan, ada orang yang bereaksi segera dan spontan secara
emosional.
·
Ada
orang yang biasa-biasa saja dalam menghadapi hal yang menakutkan atau
mengejutkan.
3.
Traits (Sifat)
Sifat
adalah sistem neuropskis yang digeneralisasikan dan diarahkan, dengan kemampuan
untuk menghadapi bermacam-macam perangsang secara sama, memulai serta
membimbing perilaku adaptif dan ekspensi secara sama.
4.
Tipe
Perbedaan antara sifat dan tipe menurut Allport adalah:
a.
Individu
dapat memiliki sesuatu sifat, tetapi tidak dapat memiliki suatu tipe.
b.
Tipe
adalah konstruksi ideal si pengamat dengan mengabaikan sifat-sifat khas
individualnya.
c.
Tipe
menunjukkan perbedaan buatan, sedangkan sifat refleksi sebenarnya dari
individu.
5.
Habit (Kebiasaan)
Kebiasaan
adalah bentuk tingkah laku yang tetap dari usaha menyesuaikan diri terhadap
lingkungan yang mengandung unsur afektif perasaan.
C.
Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kepribadian
Perkembangan
adalah proses atau tahapan pertumbuhan ke arah yang lebih baik. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) perkembangan adalah suatu perkembangan menjadi
lebih sempurna dalam hal akal, pengetahuan, dan lain-lain.
Perkembangan
merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif,
melainkan kualitatif. Perkembangan tidak ditekankan pada segi material,
melainkan pada segi fungsional. Perkembangan pribadi sebagai perubahan
kualitatif daripada setiap fungsi kepribadian akibat dari pertumbuhan dan
belajar.[4]
Kepribadian
mencakup sistem fisik dan psikologis meliputi perilaku yang terlihat dan
pikiran yang tidak terlihat, serta tidak hanya merupakan sesuatu, tetapi melakukan
sesuatu. Kepribadian adalah substansi dan perubahan, produk dan proses serta
struktur dan perkembangan.
Perkembangan
merupakan suatu proses yang tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi
suatu perkembangan tersebut, baik faktor pendukung maupun faktor penghambat.
Menurut
Sjarkawi faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian seseorang dapat
dikelompokkan kedalam dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal.[5]
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri.
faktor internal ini biasanya merupakan faktor genetis atau bawaan. Faktor
genetis maksudnya ialah bawaan sejak lahir danmerupakan pengaruh keturunan dari
salah satu sifat yang dimiliki salah satu dari kedua orang tuanya atau bisa
jadi gabungan atau kombinasi dari sifat kedua orang tuanya.
Faktor
eksternal adalah faktor yang berasal dari orang tersebut. Faktor eksternal ini
biasanya merupakan pengaruh yang berasal dari lingkungan seseorang mulai dari
lingkungan terkecilnya, yakni keluarga, teman, tetangga, sampai dengan pengaruh
dari berbagai media sosial atau media informasi.
Faktor-faktor
pendukung terbentuknya kepribadian dan watak ialah unsur-unsur badan dan jiwa
manusia disatu pihak, dan lingkungan di lain pihak. Badan dan jiwa disebut
sebagai faktor endogen, dan lingkungan adalah faktor eksogen. Faktor endogen
disebut juga faktor dalam, faktor internal, faktor bawaan dan faktor keturunan.
Sedangkan faktor eksogen disebut juga faktor luar, faktor eksternal empiris,
dan faktor pengalaman.
Selain
faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadian juga terdapat faktor yang
menghambat pembentukan kepribadian antara lain:[6]
1.
Faktor Biologis
Faktor
biologis, yang merupakan faktor yang berhubungan dengan keadaan jasmani, atau
seringkali pula disebut faktor
fisiologis seperti keadaan genetik, pencernaan, pernafasaan, peredaran darah, kelenjar-kelenjar, saraf, tinggi badan, berat
badan, dan sebagainya. Kita mengetahui bahwa keadaan jasmani setiap orang sejak
dilahirkan telah menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan. Hal ini dapat kita
lihat pada setiap bayi yang baru lahir. Ini menunjukkan bahwa sifat-sifat
jasmani yang ada pada setiap orang ada yang diperoleh dari keturunan, dan ada pula
yang merupakan pembawaan anak/orang itu masing-masing. Keadaan fisik tersebut
memainkan peranan yang penting
pada kepribadian seseorang.
2.
Faktor Sosial
Faktor sosial. Yang dimaksud di sini adalah
masyarakat, yakni manusia-manusia lain disekitar individu yang bersangkutan.
Termasuk juga kedalam faktor sosial
adalah tradisi-tradisi, adat
istiadat, peraturan-peraturan, bahasa, dan sebagainya yang berlaku dimasyarakat
itu.
Sejak
dilahirkan, anak telah mulai bergaul dengan orang-orang di sekitarnya.
Dengan lingkungan yang pertama adalah keluarga.
Dalam perkembangan anak, peranan keluarga sangat penting dan menentukan bagi
pembentukan kepribadian selanjutnya. Keadaan dan suasana keluarga yang berlainan
memberikan pengaruh yang bermacam-macam pula terhadap perkembangan kepribadian
anak. Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan anak sejak kecil adalah sangat mendalam dan menentukan perkembangan pribadi anak selanjutnya. Hal ini disebabkan karena
pengaruh itu merupakan pengalaman yang pertama, pengaruh yang diterima anak
masih terbatas jumlah dan luasnya, intensitas
pengaruh itu sangat tinggi karena berlangsung terus menerus, serta
umumnya pengaruh itu diterima dalam suasana bernada emosional. Kemudian semakin
besar seorang anak maka pengaruh yang diterima dari lingkungan sosial makin besar
dan meluas. Ini dapat diartikan bahwa
faktor sosial mempunyai pengaruh terhadap perkembangan dan pembentukan
kepribadian.
3.
Faktor Kebudayaan
Perkembangan
dan pembentukan kepribadian pada diri masing-masing orang tidak dapat
dipisahkan dari kebudayaan masyarakat di mana seseorang itu dibesarkan.
Beberapa aspek kebudayaan yang sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan
kepribadian antara lain:
a.
Nilai-nilai
(values). Di dalam setiap kebudayaan terdapat nilai-nilai hidup yang dijunjung
tinggi oleh manusia-manusia yang hidup dalam kebudayaan itu. Untuk dapat diterima sebagai anggota suatu
masyarakat, kita harus memiliki kepribadian yang selaras dengan kebudayaan yang
berlaku di masyarakat itu.
b.
Adat
dan tradisi, yang berlaku disuatu daerah, di samping menentukan nilai-nilai
yang harus ditaati oleh anggotaanggotanya, juga menentukan pula cara-cara
bertindak dan bertingkah laku yang akan berdampak pada kepribadian seseorang.
c.
Pengetahuan
dan keterampilan. Tinggi rendahnya pengetahuan dan keterampilan seseorang atau suatu
masyarakat mencerminkan pula tinggi rendahnya kebudayaan masyarakat itu. Makin
tinggi kebudayaan suatu masyarakat makin berkembang pula sikap hidup dan cara-cara
kehidupannya.
d.
Bahasa.
Bahasa merupakan salah satu faktor yang turut menentukan ciri-ciri khas dari
suatu kebudayaan. Betapa erat hubungan bahasa dengan kepribadian manusia yang
memiliki bahasa itu. Karena bahasa merupakan alat komunikasi dan alat berpikir
yang dapat menunukkan bagaimana seseorang itu bersikap, bertindak dan bereaksi
serta bergaul dengan orang lain.
e.
Milik
kebendaan. Semakin maju kebudayaan suatu masyarakat/bangsa, makin maju
dan
modern pula alat-alat yang dipergunakan bagi keperluan hidupnya. Hal itu semua
sangat mempengaruhi kepribadian manusia yang memiliki kebudayaan itu.
D.
Keterkaitan Antara Teori Kepribadian dan Pendekatan Konseling
Suatu
teori terdiri dari segugusan asumsi yang saling berhubungan tentang
gejala-gejala empiris tertentu, dan definisi-definisi empiris yang memungkinkan
si pemakai beranjak dari teori abstrak ke observasi empiris.[7]
Dapat disimpulkan bahwa teori kepribadian harus merupakan segugusan asumsi
tentang tingkah laku manusia beserta definisi-definisi empirisnya. Suatu teori
kepribadian harus terdiri dari sekumpulan asumsi tingkahlaku manusia beserta
aturan-aturan untuk menghubungkan asumsi-asumsi dan definisi-definisi supaya
menjadi jelas interaksinya dengan peristiwa-peristiwaempiris atau
peristiwa-peristiwa yang bisa diamati.
Teori
kepribadian mempunyai peranan penting dalam pendekatan konseling, yang dimana
konseling merupakan suatu proses interaksi antar konselor dan konseli dalam
upaya membantu pemecahan masalah yang dihadapi oleh konseli. Penyelesaian
masalah yang dihadapi oleh suatu individu tentunya menggunakan berbagai
pendekatan yang berkaitan dengan teori-teori kepribadian. Yang kepribadian itu
sendiri merupakan corak tingkah laku individu yang terhimpun dalam dirinya,
yang digunakan untuk bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap segala rangsang,
baik yang datang dari dalam dirinya sendiri (internal) sehingga corak tingkah
lakunya itu merupakan suatu kesatuan fungsional yang khas bagi individu itu.
Teori kepribadian memberikan pemahaman mengenai gejala tingkah laku individu,
yang dimana masalah yang dihadapi oleh individu berkaitan dengan tungkah laku
yang timbul dari dalam diri dan lingkungannya. Segala tingkah laku individu
adalah manifestasi dari kepribadian yang dimilikinya sebagai perpaduan yang
timbul dari dalam diri dan lingkungannya.
Bila
dicermati, pada hakekatnya konseling itu bersifat psikologis. Dari sisi tujuan,
proses serta konsep yang tercakup menunjukkan bukti bahwa konseling merupakan
proses psikologis. Dari sisi tujuannya, rumusan tujuan konseling itu adalah
berupa pernyataan yang menggambarkan segi-segi psikologis (perilaku) dalam diri
klien, dari prosesnya, seluruh proses konseling merupakan proses kegiatan yang
bersifat psikologis, dan dilihat dari teori atau konsepnya, konseling bertolak
dari teori -teori atau konsep-konsep psikologi.
E.
Pembentukan Karakteristik Kepribadian
Pembentukan
kepribadian juga merupakan hasil dari pengalaman-pengalaman yang dialami oleh
individu, khususnya mengenai pengalaman-pengalaman yang ikut membentuk
kepribadian menurut Drs. H. Abu Ahmadi (2005:202) dapat dibedakan dalam dua
golongan, yaitu pengalaman umum dan pengalaman khusus.
Pengalaman
umum yaitu pengalaman yang dialami oleh tiap-tiap individu dalam kebudayaan
tertentu. Pengalaman ini erat hubungannya dengan fungsi dan peranan seseorang
dalam masyarakat. Misalnya, sebagai laki-laki atau wanita mempunyai hak dan
kewajiban tertentu. Beberapa dari peran itu dipilih sendiri oleh orang yang
bersangkutan tetapi masih tetap terikat pada norma-norma masyarakat, misalnya
jabatan atau pekerjaan. Selanjutnya pengalaman khusus, yang merupakan suatu
pengalaman yang khusus dialami oleh individu sendiri. pengalaman ini tidak
bergantung kepada status dan peranan orang yang bersangkutan dalam masyarakat.
Pengalaman-pengalaman
umum maupun khusus di atas memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada tiap-tiap
individu, dan individu tersebut juga merencanakan pengalaman-pengalaman
tersebut secara berbeda-beda pula sampai akhirnya ia membentuk dalam dirinya
suatu struktur kepribadian yang tetap (permanen). Sebelum sampai kepada proses
pembentukan kepribadian yang matang, dewasa dan permanen, proses pembentukan pembentukan
identitas diri harus melalui berbagai tingkatan. Salah satu tingkatan yang
harus dilalui adalah identifikasi, yaitu dorongan untuk menjadi sama (identik)
dengan orang lain, misalnya dengan ayah, ibu, kakak, saudara, guru, dan
sebagainya.
Pada
masa remaja tahap identifikasi ini dapat menyebabkan kebingungandan kekaburan
akan peranan sosial, karena remaja-remaja cendrung mengdentifikasikan dirinya
dengan beberapa tokoh sekaligus, misalnya dengan ayah, bintang filem
kesayangannya, dan tokoh idola lainya. Kepribadian seseorang itu diekspresikan
ke dalam beberapa karakteristik, sehingga dengan mengerti karakteristik-karakteristik
tersebut dapat dimengerti pula kepribadian orang yang bersangkutan.
Menurut
Drs. H. Abu Ahmadi karakteristik untuk mengenali kepribadian adalah:[8]
1.
Penampilan
fisik: tubuh yang besar, wajah yang tampan, tubuh yang sehat, pakaian yang
kusut, semuanya menggambarkan kepribadian dari orang yang bersangkutan, apakah
ia berwibawa dan percaya diri sendiri atau kurang semangat dan mempunyai rendah
diri.
2.
Temperamen:
yang merupakan suasana hati yang menetap dan khas pada orang yang bersangkutan,
misalnya pemurung, pemarah, periang, dan sebagainya.
3.
Kecerdasan
dan sebagainya
4.
Arah
minat dan pandangan mengenai nilai-nilai.
5.
Sikap
sosial.
6.
Kecendrungan-kecendrungan
dalam motivasinya.
7.
Cara-cara
pembawaan diri, misalnya sopan-santun, banyak bicara, mudah bergaul dan
sebagainya.
8.
Kecendrungan
patologis, yaitu tanda-tanda adanya kelainan kepribadian seperti reaksi-reaksi
yang skiofrenis dan sebagaiya.
Karakteristik juga terbagi dalam dua hal, yaitu
karakteristik kepribadian yang sehat, dan karakteristikkepribadian yang tidak
sehat. Menurut E. B. Hurlock (1986) karakteristik kepribadian yang sehat
ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Mampu menilai diri secara realistic. Individu
yang kepribadiannya sehat mampu menilai diri apa adanya, baik kelebihan maupun
kelemahannya, menyangkut fisik (postur tubuh, wajah, keutuhan dan kesehatan)
dan kemampuan (kecerdasan dan keterampilan).
2.
Mampu menilai situasi realistic. Individu dapat menghadapi situasi atau kondisi kehidupan yang dialaminya secara realistic dan mau menerima secara
wajar. Dia tidak
mengharapkan kondisi kehidupan itu
sebagai suatu yang harus sempurna.
3.
Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistic. Individu dapat
menilai prestasinya (keberhasilan yang diperolehnya) secara realistic dan
mereaksinya secara rasional. Dia tidak menjadi sombong, angkuh atu mengalami “Superiority
complex”, apabila memperoleh prestasi yang tinggi, atau kesuksesan dalam
hidupnya. Apabila mengalami kegagalan, dia tiak mereaksinya dengan frustasi,
tetapi dengan sikap optimistic (penuh harapan).
4.
Menerima tanggung jawab. Individu yang sehat adalah individu yang
bertanggung jawab. Dia mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya untuk
mengatasi masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.
5.
Kemandirian (autonomy). Individu memiliki sifat mandiri dalam cara
berfikir dan bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan
mengembangkan diri serta menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di
lingkungannya.
6.
Dapat mengontrol emosi. Individu merasa nyaman dengan emosinya. Dia
dapat menghadapi situasi frustasi, depresi atau stress secara positif atau
konstruktif, tidak deskruptif (merusak).
7.
Berorientasi tujuan. Setiap orang mempunyai tujuan yang ingin
dicapainya. Namun, merumuskan tujuan itu ada yang realistic dan ada yang tidak
realistic. Individu yang sehat kepribadiannya dapat merumuskan tujuannya
berdasarkan pertimbangan secara matang (rasional), tidak atas dasar paksaan dari
luar. Dia berupaya untuk mencapai tujuan tersebut dengan cara mengembangkan
kepribadian (wawasan) dan keterampilan.
8.
Menghargai dan menilai orang lain seperti dirinya sendiri.
9.
Merasa nyaman dan terbuka terhadap orang lain.
10. Tidak membiarkan
dirinya dimanfaatkan untuk menjadi korban orang lain dan tidak mengorbankan
orang lain karena kekecewaan dirinya.
11. Penerimaan social.
Individu dinilai positif oleh orang lain, mau berpartisipasi aktif dalam
kegiatan social, dan memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang
lain.
12. Memiliki filsafat
hidup. Dia mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat hidup yang berakar dari
keyakinan agama yang dianutnya.
13. Berbahagia. Individu
yang sehat, situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan. Kebahagiaan ini didukung
oleh factor-faktor achievement (pencapaian prestasi), acceptance (penerimaan
dari orang lain), dan affection (perasaan dicintai atau disayangi orang lain).
Adapun karakteristik kepribadian yang tidak
sehat, ditandai dengan:
1. Mudah marah
(tersinggung.
2. Menunjukan kekhawatiran
dan kecemasan.
3. Sering merasa tertekan
(stress atau depresi).
4. Bersikap kejam
atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap
binatang.
5. Ketidakmampuan
untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah diperingati atau
dihukum.
6. Mempunyai kebiasaan
berbohong.
7. Hiperaktif.
8. Bersikap memusuhi semua
bentuk otoritas.
9. Senang
mengkritik/mencemooh orang lain.
10. Sulit tidur.
11. Kurang memiliki
tanggung jawab.
12. Kurang memiliki
kesadaran untuk mentaati ajaran agama.
13.
Bersikap psimis dalam menghadapi kehidupan.
F.
Penutup
Konsep-konsep
kepribadian sebenarnya merupakan aspek-aspek atau komponen-komponen kepribadian karena pembicaraan mengenai kepribadian senantiasa
mencakup apa saja yang ada di dalamnya, seperti karakter, sifat-sifat, dan
lainnya. Interaksi antara berbagai aspek tersebut kemudian terwujud sebagai
kepribadian. Konsep-konsep yang berhubungan dengan kepribadian diantaranya
ialah character, temperament, traits, type dan habit.
Kepribadian
mencakup sistem fisik dan psikologis meliputi perilaku yang terlihat dan
pikiran yang tidak terlihat, serta tidak hanya merupakan sesuatu, tetapi melakukan
sesuatu. Kepribadian adalah substansi dan perubahan, produk dan proses serta
struktur dan perkembangan.
Perkembangan
kepribadian dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan faktor
eksternal, yang mencakupi faktor biologis, sosial, dan kebudayaan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Abu.
(2005). Psikologi Perkembangan, Jakarta: Rineka Cipta
Alwisol.
(2005). Psikologi Kepribadian, Malang: Universitas Muhammadyah Malang
Calvin
S, dkk. (1993). Psikologi Kepribadian 1Teori-teori Psikodinamik (klinis), Yogyakarta:
Kanisius
Paul Henry
Mussen. (1994). Perkembangan dan Kepribadian Anak, Jakarta: Arcan
Sjarkawi.
(2008). Pembentukan Kepribadian Anak, Jakarta: Bumi Aksara
Sunaryo.
(2002). Psikologi Untuk Keperawatan, Jakarta: Buku Kedokteran EGC
[1] Alwisol, Psikologi Kepribadian, (Malang:
Universitas Muhammadyah Malang, 2005), hlm. 8.
[2]
Sunaryo, Psikologi Untuk Keperawatan, (Jakarta: Buku Kedokteran EGC,
2002), hlm. 128.
[3]
Ibid.,
[4]
Abu Ahmadi, Psikologi Perkembangan, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2005), hlm. 6.
[5] Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008), hlm. 19.
[6]
Paul Henry Mussen, Perkembangan dan Kepribadian Anak, (jakarta: Arcan,
1994), hlm. 77.
[7]
Calvin S, dkk, Psikologi Kepribadian 1Teori-teori Psikodinamik (klinis), (Yogyakarta:
Kanisius, 1993), hlm. 37.
[8]
Abu Ahmadi, Opcit., hlm. 204.
SUBYEK SASARAN DAKWAH - bertambah dan berkurangnya iman serta potensipositiv manusia
SUBYEK SASARAN DAKWAH
A. Pendahuluan
Dakwah merupakan suatu aktifitas yang mempersuasif manusia agar dapat menjalankan kehidupannya sesuai dengan tuntutan agama Islam atau jalan yang lurus menuju Allah agar mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Unsur atau bagian yang terpenting dalam aktifitas dakwah ialah orang yang menyampaikan pesan dakwah atau disebut dengan istilah da’i yang di dalam ilmu komunikasi disebut dengan komunikan. Tanpa adanya subyek dakwah maka pesan dakwah tidak dapat tersampaikan kepada mad’u atau induvidu maupun kelompok yang menerima dakwah. Karena pelaksanaan dakwah tidak akan bisa berjalan tanpa adanya subyek dakwah tersebut. Begitu juga subyek dakwah mempunyai peranan besar dalam menentukan keberhasilan suatu misi dakwah Islamiyah.
Tujuan utama dalam berdakwah ialah mengajak manusia untuk kembali kepada fitrahnya, yakni menjalankan kehidupannya agar selaras dengan tuntutan-tuntutan agama, serta menanamkan dan mengembangkan potensi fitrah yang dimilikinya guna untuk membentuk kehidupan yang lebih baik hingga tercapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Tujuan dakwah tersebut serupa dengan tujuan bimbingan dan konseling Islam. Yang dimana guna penerapan konseling Islam ialah agar manusia mempunyai relegius reference yaitu sumber pegangan agama dalam memecahkan setiap problem kehidupan.
Intisari dari semua penjelasan diatas sesungguhnya berkenaan dengan keimanan. Dalam aktifitas dakwah maupun aktifitas konseling, yang dimana pelaku dalam aktifitas tersebut ialah manusia, baik itu da’i, mad’u atau konselor maupun konseli. Manusia merupakan makhluk yang sifatnya baharu, yang terus mengalami perkembangan semasa hidupnya. Sehingga keimanan manusia itu juga ikut berkembang, baik itu semakin bertambah maupun berkurang. Hal ini disebabkan berbagai faktor, baik itu faktor internal maupun eksternal. Keimanan manusia yang bersifat fluktuatif itu bisa terjadi kepada siapa saja, baik itu da’i atau konselor maupun mad’u atau klien itu sendiri. Dengan keimanan yang dimiliki manusia itulah yang mempengaruhi pembentukan karakter manusia tersebut, yang kemudian berimplikasikan pada aktifitas atau perbuatan sehariannya dalam menjalankan kehidupannya yang mengarah kepada kebaikan atau keburukan.
Dalam tulisan ini akan diuraikan permasalahan mengenai keimanan pada diri manusia yang bersifat fluktuatif, yakni dapat bertambah maupun berkurangnya keimanan tersebut. Serta potensi positif yang dimiliki manusia yang juga merupakan faktor yang mempengaruhi pembentukan keimanan pada diri manusia.
B. Subyek Sasaran Dakwah
Subyek sasaran dalam berdakwah ialah manusia. Manusia merupakan makhluk yang bersifat dinamis, yang terus berkembang semasa hidupnya. Perkembangan manusia dimulai dari manusia masih dalam bentuk sel benih (sperma) hingga manusia itu lahir tumbuh dewasa dan berakhir dengan kematian. Secara biologis perkembangan manusia tersebut berakhir hingga kematian menimpanya. Namun tidak dalam pandangan Islam, manusia terus mengalami fase-fase kehidupan meskipun telah mati.
Dalam menjalankan kehidupannya manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhinya, baik itu kebutuhan biologis maupun spritualnya. Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta, sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta atau sebagai Maha Kuasa. Spiritualitas mengandung pengertian hubungan manusia dengan Tuhannya dengan menggunakan instrumen (medium) sholat, puasa, zakat, haji, doa dan sebagainya. Dari pengertian tersebut dikenal pula dengan istilah keimanan. Keimanan seseorang sangatlah mempengaruhi segi kepribadian dan kesehatan mentalnya. Pentingnya agama dalam kesehatan dapat dilihat dari batasan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1984 yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehatan seutuhnya. Bila sebelumnya pada tahun 1947, WHO memberikan batasan sehat hanya dari tiga aspek saja, yaitu sehat dalam arti Fisik (Organobiologik), sehat dalam arti mental (Psikologik) dan sehat dalam arti sosial ;maka sejak tahun 1984 batasan tersebut sudah ditambah dengan aspek agama (spiritual) ,yang oleh American Psyciatric Assosiation dikenal dengan “bio -psyco-socio-spiritual”.
Mencintai dan membenci seseorang karena Allah adalah termasuk tanda-tanda iman. Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada Adi bin Adi yang berbunyi, “Sesunggunya iman itu terdiri dari kewajiban-kewajiban, syariat-syariat, hukum-hukum dan sunah-sunah. Barang siapa yang menyempurnakan semua hal tersebut maka telah sempurna imannya, dan barang siapa yang tidak menyempurnakannya maka belum sempurna imannya...” Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa keimanan seseorang dapat bertambah apa bila ia menjalankan tuntutan-tuntutan agama. Dalam artian kata keimanan seseorang dapat bertambah apabila ia beribadah, dan begitu juga sebaliknya keimanan seseorang tidak akan sempurna (berkurang) apa bila ia jauh dari tuntutan agama tersebut dan melakukan maksiat pada Allah swt.
Keimanan pada diri manusia sangat menentukan pembentukan kepribadiannya. Keimanan juga mempengaruhi sehat atau tidaknya mental manusia. Hal ini sejalan dengan penjelasan Carl G. Jung yang dikutip dari Samsul Munir (2010) menyatakan bahwa pasien-pasien yang diobati sebagian besar menderita penyakit dikarenakan tidak memperoleh cahaya dari nilai-nilai agama dalam diri mereka. Penyembuhan tidak dapat diperoleh kecuali apabila yang bersangkutan mendapatkan kembali cahaya dari nilai-nilai keagamaannya. Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa keimanan mempengaruhi kesehatan mental seseorang, yang dimana ada korelasi antara penyakit kejiwaan dengan keimanan pada diri manusia tersebut. Keimanan memang harus diinternalisasikan kedalam kehidupan sehari hari, hingga dapat terbentuk konsep kehidupan yang lebih baik hingga tercapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
1. Bertambah dan Berkurangnya Kualitas Iman pada Diri Manusia
Kualitas iman pada diri manusia dapat bertambah dan berkurang. Bertambahnya iman seseorang karena orang tersebut melakukan perkara-perkara ibadah, sedangkan berkurangnya iman pada diri manusia karena tidak terjaga dirinya terhadap kemaksiatan. Ayat yang berkenaan dengan penjelasan bertambah dan berkurangnya manusia ialah dijelaskan dalam QS. Ali Imran ayat 173, Al Anfal ayat 2, At Taubah ayat 9, Al Ahzab ayat 22 dan Muhammad ayat 17.
a. QS. Ali-Imran Ayat 173
1) Ayat dan terjemahan
•• • ••
Artinya: “(yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", Maka Perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung". (QS. Ali Imran [3]: 173)
2) Tafsir Ayat
Sebagian ulama berkata, “yang dimaksud dengan orang-orang yang mengatakan: ‘Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu’ adalah Nu’aim bin Mas’ud Al Asyja’i atau seorang badui dari Bani Khuza’ah seperti yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Mardawih dari Abu Rafi’. Hal itu telah ditunjukkan oleh ism isyarah (kata tunjuk) yang disampaikan dalam bentuk tunggal dalam firman Allah, إِنَّمَاذَلِكُمُالشّيْطَنُ “Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan”.
Penulis kitab Al Iqtan berkata: Al Farisi mengatakan bahwa diantara yang mendukung maknanya sebagai satu, ialah firman-Nya “Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan”. Kata penunjuk (isyarah) terdapat dalam ayat tersebut ذَلِكُمْ kepada satu jika maknanya bersama, maka akan dikatakan innamaa ulaikum asy-syaithaan. Keterangan ini telah jelas dari lafazh satu ke lafazh yang lainnya.
3) Analisis Ayat
Dari isi kandungan QS. Ali Imran ayat 173 diatas dapat kita pahami bahwasannya keadaan orang-orang mukmin pada saat dikabarkan akan ada manusia yang telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kaum muslimin pada saat itu. Dan kaum muslimin terus ditakut-takuti dengan kabar itu, namun hal itu tidak membuat lemah kaum muslimin, dalam artian kata tidak mengurangi sedikitpun keimanan kaum muslimin pada masa itu, karena keteguhan hati kaum muslimin itulah yang membuat keimanan mereka semakin bertambah meskipun mereka ditakut-takuti dengan berita seperyi yang demikian itu. Mereka menjadi semakin kuat dan bertawakal kepada Allah atas segala urusan mereka.
b. QS. Al-Anfal Ayat 2
1) Ayat dan Terjemahan
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”. (QS. Al-Anfal [8]: 2)
2) Tafsir Ayat
Di sini, Allah SWT menjelaskan sebagian sifat mereka yang menyandang predikat mukmin yaitu: Orang-orang mukmin yang mantap imannya dan kukuh lagi sempurna keyakinannya hanyalah mereka yang membuktikan pengakuan iman mereka dengan perbuatan sehingga antara lainapabila disebut nama Allah sekadar mendengar nama itu, gentar hati mereka karena mereka sadar akan kekuasaan dan keindahan serta keagungannya dan apabila dibacakan oleh siapa pun kepada mereka ayat-ayatnya, yakni ayat-ayat itu menambah iman mereka karena memang mereka telah memercayai sebelum dibacakan sehingga, setiap ia mendengarnya, kembali terbuka lebih luas wawasan mereka dan terpancar lebih banyak cahaya ke hati mereka dan kepercayaan itu menghasilkan rasa tenang menghadapi segala sesuatusehinggga hasilnya adalah dan kepada tuhan mereka saja mereka berserah diri.
Ayat diatas tidak bertentangan dengan firmannya: orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Alllah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tentram. (QS. Ar-Ra’d:28). Ia tidak bertentangan karna yang disini melukiskan tahap pertama dari gejolak hati orang-orang mukmin yang ketika itu merasa sangat takut akibat membayangkan ancaman dan siksa Allah, sedang ayat Ar’d tersebut menggambarkan gejolak hati mereka setelah itu, yakni ketika mereka mengingat rahmat kasih sayang Allah. Kedua kondisi psikologis ini ditampung oleh firman-Nya: “Allah telah menurunkan perkataan paling baik (yaitu) kitab (Al-Quran) yang serupa (mutu ayat-ayat-Nya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah”. (QS. Az-Zumar: 23)
Menurut Syyid Quthub yang dikutip dalm kitab Al-Mishbah kata وجلت قلو بهم menggambarkan getaran rasa yang menyentuh qalbu seorang mkmin ketika diingatkan tentang Allah, perintah atau larangannya. Ketika itu, jiwanya dipenuhi oleh keindahan dan kemahabesaran Allah, bangkit dalam dirinya rasa takut kepadanya, tergambar keagungan dan haibahnya serta tergambar juga pelanggaran dan dosanya. Semua itu mendorongnya untuk beramal dan taat. وجلت قلو بهم - menurut Quthub adalah apa yang digambarkan oleh Ummu Ad-Darda, wanita muslimah yang sempat melihat dan beriman kepada nabi SAW beliau berkata: “kegentaran hati serupa dengan terbakarnya jerami. Tidak lah anda mendengar suara getaran? Yang ditanya menjawab: “ya”...”Nah, saat engkau mendabatkan itu dalam hati mu, berdoalah kepada Allah, doa akan menghilangkannya (dan Allah akan menggantinya dengan ketenangan)”. Demikian Ummu Ad-Darda.
Dalam tafsir Muyassar menjelaskan Orang-orang yang beriman dengan sempurna adalah mereka yang hati mereka takut saat nama tuhannya disebut, yang iman mereka bertambah saat mendengar ayat-ayatnya dibacakan, yang menyerahkan semua urusan mereka kepada Rab mereka dan hanyabertawakan kepadanya, bukan kepada selainnya.
Ayat ini mengisyaratkan keutamaan rasa takut (Al-khauf) terhadap Allah SWT. Sehingga hati bergetar saat namanya disebut. Ayat ini jga menerangkan bahwa iman itu betambah dan berkurang, dan tawakal kepada Allah SWT termasuk amalan terbesar yang membuahkan kemuliaan dan kekuatan.
3) Analisis Ayat
Dari ayat diatas dapat dipahami bahwasannya orang yang beriman ialah orang yang apa bila mendengarkan ayat-ayat Allah (Alquran) maka akan bergetar hati mereka karena takut kepada Allah SWT, yang demikian itu akan terus menambah keimanan mereka kepada Allah SWT dan mereka termasuk kepada orang-orang yang bertawakal kepada Allah SWT.
Isi kandungan surah ini menjelaskan keadaan hati orang yang beriman, yang dimana mempunyai kesamaan dengan ayat yang dijelaskan sebelumnya, yaitu QS. Ali Imran ayat 173, bawasaannya orang yang beriman itu ialah orang-orang yang teguh pendirian dan hatinya kepada Allah, dan terus istiqamah dijalan Allah meskipun mereka mendapatkan cobaan yang besar.
c. QS.At-Taubah Ayat 125
1) Ayat dan Terjemahan
• •
Artinya: “dan Adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit , Maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam Keadaan kafir.” (QS. At-Taubah [9]: 125)
2) Tafsir Ayat
Bagi orang-orang munafik, surah yang diturunkan ini malah menambah keraguan, kebingungan, dan kemunafikan mereka disamping kemunafikan yang sudah ada dalam diri mereka dan kekejian disamping kekejian yang sudah ada. Mereka tetap berada dalam kekafiran sampai masuk ke liang kubur bersamanya. Alquran menambah petunjuk kepada orang yang mendapat petunjuk. Sedangkan bagi orang yang tersesat maka Alquran tidak menambah apa-apa selain kesesatan.
Dalam tafsir Al-Mishbah dijelaskan Adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, yakni orang-orang munafik dan kafir, maka ia, yakni surah yang turun itu, menambah kekotoran ruhani mereka disamping kekotoran yang selama ini telah mengidap dalam jiwa mereka dan itu berlanjut hingga mereka mati dalam keadaan kafir dengan kekufuran yang sangat mantap. Ayat ini tidak menyatakan bahwa mereka adalah orang-orang kafir, namun secara tegas menyatakan bahwa ada penyakit di hati mereka. Mereka yang ada penyakit di dalam hatinya adalah orang kafir. Redaksi semacam ini dinamai oleh pakar-pakar bahasa إحتباك.
Kaum munafikin itu mengukur orang lain seperti diri mereka. Para munafik tidak akan bertabah keimanannya dengan turunnya ayat-ayat Alquran. Karena itu, mereka tidak mengetahui adanya penambahan iman dari siapapun saat mendengar ayat-ayat Alquran, bahkan memperolok-olokan hal tersebut.
Hati manusia bersifat elastis. Ia dapat melebar dan menyempit. Orang-orang bertakwa diperlebar hatinya oleh Allah untuk menampung lebih banya iman dan ketakwaan. Penambahan iman melalui ayat-ayat Alquran lahir karena Alquran mengandung mukjizat /bukti-bukti kebenaran sehingga setiap ayat yang turun atau berulang terdengar, ia menambah keyakinan pendengarnya tentang kebenaran informasinya dan bahwa ayatayatnya pasti bersumber dari Allah AWT. Ini dari saat ke saat menambah argumen atau dalil yang tadinya tekah dimiliki, apalagi setiap ayat dibaca atau didengar dengan tekun, terbuka lebar pula pintu hati dan akal sang mukmin untuk memperoleh kesan dan pesan baru yang belum diketahui sebelumnya. Rujuklah ke QS. Al-Anfal: 2 untuk memahami lebih jauh makna pertambahan iman itu.
3) Analisis Ayat
Ayat ini menjelaskan tentang manusia yang mempunyai penyakit di dalam atinya. Yang dimana penyakit yang dimaksudkan ialah yang berupa kekafiran, kemunafikan keraguan dan sebagainya. Sehingga dengan adanya penyakit hati di dalam hati manusia tersebut, maka ia sulit untuk mendapatkan kebenaran tau petunjuk di dalam hidupnya. Manusia yang mempunyai kriteria semacam ini berbeda jauh dengan manusia yang mempunyai kriteria sebagai manusia yang beriman, yang dimana manusia yang beriman apabila mendengarkan ayat Allah (petunjuk yang berupa ayat Alquran) maka manusia tersebut akan semakin beriman dan taat kepada Allah, namun manusia yang mempunyai penyakit di dalam hatinya ia akan semakin sesat dalam kehidupannya meskipun di datangkan kepadanya petunjuk atau ayat-ayat Allah hingga kematian menimpanya dan meeka tetap pada kekafirannya.
d. QS. Al-Ahzab Ayat 22
1) Ayat dan terjemahan
Artinya: “dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata : "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita". dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan”. (QS. Al-Ahzab [33]: 22)
2) Tafsir Ayat
Ketika kaum mukmin melihat barisan pasukan sekutu yang telah mengepung kota madinah tersebut, mereka meyakini bahwa janji datangnya pertolongan Allah telah deekat. Mereka pun berkata, “inilah ujian dan pembersihan, serta pertolongan dan kemenangan yang telah dijanjikan oleh Allah dan rasulnya kepada kita. Allah telah menempati janjinya, sungguh benar berita yang dibawa oleh rasulnya.” Dengan menyaksikan kedatangan pasukan sekutu itu, keimanan mereka pada janji Allah hanya semakin tebal saja. Begitu pula penyerahan diri mereka pada ketentuannya, kerelaan mereka pada keputusan-Nya serta ketaatan mereka pada perintah-Nya.
3) Analisis Ayat
Ayat ini menjelaskan tentang keadaan hati orang yang beriman, yang ati mereka teguh dalam artian kata tetap istiqamah dengan keimanannya kepada Allah SWT mekipun dalam ayat tersebut dijelaskan bahwasannya mereka sedang menghadapi pasukan orang-orang kafir. Dalam situasi semacam itu keimanan mereka semakin kuat, mereka menyadari bahwa Allah bear-benar menguji atau memberi ujian kepada hambanya yang beriman, dan itu merupakan suatu ujian pembersihan, serta janji Allah terhadap kemenangan kaum muslimin itu nyata. Keimanan mereka semakin kuat atas penyaksian itu, dan mereka semakin bertawakal kepada Allah SWT.
Dari ayat tersebut juga dapat dipahami bahwasannya manusia yangmemiliki keimanan dalam dirinya, keimanan tersebut akan membuat manusia itu dapat menerima kesulitan apapun yang diterimanya dengan lapang dada sebgai ujian bagi dirinya, dan itu semakin memantapkan kualitas imannya.
e. QS. Muhammad Ayat 17
1) Ayat dan Terjemahan
Artinya: “dan oraang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan Balasan ketaqwaannya”. (QS. Muhammad [47]: 17)
2) Tafsir Ayat
2. Beberapa Potensi Positif Manusia
Manusia merupakan makhluk yang mempunyai aspek-aspek kehidupan yang diantaranya ialah aspek jasmani dan ruhani. Aspek ruhani manusia ialah aspek yang menghubungan mansia itu dengan penciptanya, dengan diciptakannya qalbu yang menjadi perantaranya. Sejak manusia itu dilahirkan kedunia, manusia mempunyai potensi-potensi di dalam dirinya. Potensi tersebut berupa potensi untuk beragama (tauhid). Dalam kajian keislaman potensi tersebut dikenal dengan sitilah ¬fitrah. Pada bagian ini akan diuraikan ayat-ayat yang berkenaan dengan potensi positif manusia, diantaranya ialah surah Al-A’raf ayat 172, Ar-Rum ayat 30, Az-Zariyat ayat 56 dan Al-Isra’ ayat 70.
a. QS. Al-A’raf Ayat 172
1) Ayat dan Terjemahan
•
Artinya: “dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. (QS. Al-A’raf [7]: 172)
2) Tafsir Ayat
Ayat ini menunjukkan bahwa manusia diciptakan di atas fitrah tauhid (mengesakan Allah). Namun kemudian fitrah ini dirubah oleh akidah-akidah rusak yang datang setelahnya.
Menurut tafsir Muyassar ayat ini menerangkan bahwasannya Allah SWT mengeluarkan keturunan anak Adam dari tulang-tulang punggung mereka dan menjadikan mereka keturunan generasi demi generasi. Juga ketika Dia mengeluarkan mereka dari tulang punggung bapak mereka, lalu menetapkan pengakuan mereka atas ketuhanan-Nya yang disimpan-Nya dalam fitrah mereka, bahwa dia Allah SWT adalah Rabb pencipta dan pemilik mereka. Pada saat itu mereka menjawab “tentu kami mengakui hal itu”. Karena Allah telah memberi fitrah kepada hamba-hambanya untuk beragama yang lurus. Hanya saja fitrah terkadang berubah dan terganti oleh akidah-akidah rusak yang menyerbunya. Allah SWT melakukan hal ini supaya di hari kiamat mereka tidak mengingkari hal itu sedikitpun ataupun beralasan bahwa mereka tidak mengetahui hal itu dan mereka sudah lupa.
3) Analisis Ayat
Ayat ini menjelaskan tentang fitrah manusia, yakni Allah menetapkan pengakuan atas ketuhanan-Nya kepada anak adam yang kemudian disimpan di dalam fitrah tersebut.
b. QS. Ar-Rum Ayat 30
1) Ayat dan Terjemahan
•• ••
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui ”. (QS. Ar-Rum [30]: 30)
2) Tafsir Ayat
Dalam tafsir Al-Lubab menjelaskan bahwa ayat ini bagai menjelaskan, “Setelah jelas bagimu duduk persoalan, wahai Nabi SAW. Atau siapapun engkau, maka pertahankanlah apa yang selama ini telah engkau lakukan. Hadapkanlah wajahmu serta arahkan semua perhatianmu kepada agama yang disyari’atkan Allah SWT. Yaitu agama Islam, dalam keadaan lurus. Tetaplah mempertahankan fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah itu. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak memiliki pengetahuan.
3) Analisis Ayat
Ayat ini menjelaskan bahwasannya potensi positif yang ada pada diri manusia ialah fitrah. Yang dimana fitrah itu merupakan suatu potensi atau naluri manusia untuk beragama yaitu agama tauhid. Fitrah juga mempunyai pengertian suci, yakni sucinya hati dari segala keburukan. Dengan fitrah yang dimiliki manusia tersebut maka ia dapat merasakan akan penciptaan dirinya dan alam semesta ini yang merupakan atas kekuatan supra natural, yakni Allah sang pencipta.
Kinerja fitrah tersebut bersifat naluriah, yang dimana masing-masing manusia memilikinya meskipun ketika manusia tersebut tumbuh dewasa jauh dari fitrahnya. Sebagai contoh dari penjelasan itu ialah, bahwasannya jika seseorang sedang berada dalam situasi yang berbahaya, yakni mengancam keselamatannya tentunya secara naluriah manusia tersebut merasakan akan adanya kekuatan yang diluar kemampuan dirinya yang dapat menyelamatkannya. Meskipun tanpa disadarinya, manusia tersebut akan mengucapkan “oh my God” atau semacamnya meskipun manusia itu didak mempercayai adanya Tuhan. Manusia akan merasakan kekuatan fitrah tersebut dalam situasi takut atau tertekan.
Jika manusia tidak memiliki agama bukan berarti manusia tersebut tidak mempunyai fitrah, namun hal tersebut merupakan hasil dari pengaruh lingkungannya yang membuat ia jauh dari fitrahnya.
c. QS. Az-Zariyat Ayat 56
1) Ayat dan Terjemahan
Artinya: “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (QS. Az-Zariyat [51]: 56)
2) Tafsir Ayat
Pengertian dalam ayat ini sama sekali tidak bertentangan dengan kenyataan, bahwa orang-orang kafir tidak menyembah-Nya. Menurut tafsir Alquran Hidayatul Insan, inilah tujuan Allah SWT menciptakan jin dan manusia, dan Dia mengutus para rasul untuk menyeru kepadanya, yakni untuk beribadah kepada-Nya yang di dalamnya mengandung ma’rifat (mengenal) –Nya dan mencintai-Nya, kembali kepada-Nya dan mendatangi-Nya dan berpaling dari salain-Nya. Hal ini tergantung pada ma’rifat (mengenal-Nya) karena kesempurnaan ibadah tergantung sejauh mana pengenalannya kepada Allah, bahkan setiapnkali seseorang hamba bertambah ma’rifatnya maka ibadahnya semakin sempurna.
Untuk inilah Allah menciptakan manusia dan jin, bukan karena Dia butuh kepada mereka. Dia tidak menginginkan rezeki dari mereka dan tidak menginginkan agar mereka memberi-Nya makan, maha tinggi Allah yang maha kayanya dan tidak butuh kepada seorangpun dari berbagai sisi, bahkan semua makluk btuh kepada-Nya dalam semua kebutuhan mereka, baik yang penting maupun selainnya.
3) Analisis Ayat
Ayat ini menjelaskan tentang tujuan diciptakannya manusia dan jin, yakni untuk beribdah kepada-Nya. Yang kemudian Allah mengutus para Rasul-Nya untuk mengajarkan melaui kitab-kitab yang diturunkan Allah, mengenai tatacara beribadah yang baik dan benar.
d. QS. Al-Isra’ Ayat 70
1) Ayat dan Terjemahan
Artinya: “dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan , Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. (QS. Al-Isra’ [17]: 70)
2) Tafsir Ayat
Dalam Tafsir Al Lubab menjelaskan bahwa ayat 70 menejelaskan sebab anugerah itu, yakni karena manusia adalah makhluk unik yang memiliki kehormatan dalam kedudukannya sebagai manusia, baik dia taat beragama maupun tidak. Sambil bersumpah, Allah menyatakan bahwa sungguh Allah telah memulikan anak cucu Adam dengan bentuk tubuh yang bagus, kemampuan berbicara dan berfikir, serta berpengetahuan dan Allah beri mereka kebebasan memilah daan memilih. Allah angkut mereka di daratan dan di lautan dengan aneka alat transportasi yang Allah ciptakan dan tundukkan buat mereka, atau yang Allah ilhami mereka pembuatannya, agar mereka dapat menjelajahi bumi dan angkasa yang kesemuanya Allah ciptakan buat mereka. Allah juga beri mereka rezeki dari yang baik-baik sesuai dengan kebutuhan mereka, lagi lezat dan bermanfaat untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan jiwa mereka, dan Allah lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas banyak makhluk ciptaan-Nya.
Dalam tafsir Muyassar menjelaskan Allah telah memuliakan keturunan Adam AS dibandingkan makhluk makhluk lainnya dengan diberikan akal fikiran diturunkan kitab-kitab diutusnya rasul-rasul, dan diberikan ilmu pengetahuan. Allah juga menundukan bagi mereka segala sesuatu yang ada di alam ini. Sebagai contoh, Allah menundukkan bagi mereka hewan-hewan gembalaan didaratan, atau perahu-perahu di lautan untuk alat transportasi serta mencari nafkah. Allah juga memberikan rezeki keada mereka berupa aneka makanan, miniman, dan pakaian.
Allah SWT menggugulkan keturunan Adam AS dari seluruh makhluk lainnya, dan Allah angkat derajat mereka diatas semua makhluk yang ada di Alam ini. Manusia adalah makhluk yang paling mulia sebelum dia menjadi kafir. Sebab, ketika manusia menjadi kafir maka kedudukannya menjadi paling rendah.
Dalam tafsir Al Mishbah dijelaskan ayat ini menjelaskan sebab anugerah itu, yakni karena manusia adalah makhluk unik yang memiliki kehormatan dalam kedudukannya sebagai manusia baik yang taat beragama maupun tidak. Dengan bersumpah sambil mengukuhkan pernyataannya dengan kata (قد), ayat ini menyatakan bahwa dan kami yakni Allah bersumpah abhwa sesungguhnya telah kami muliakan anak cucu Adam, dengan bentuk tubuh yang bagus, kemampuan berbicara dan berfikir, serta berpengetahuan dan kami beri juga mereka kebebasan memilah dan memilih. Dan kami angkut mereka didaratan dan dilautan denagn aneka alat transport yang Kami ciptakan dan tundukkan bagi mereka, atau yang kami ilhami mereka pembuatannya, agar mereka dapat menjelajahi bumi dan angkasa yang kesemuanya kami ciptakan untuk mereka. Dan kami juga memberi mereka rezeki dari yang baik-baik sesuai kebutuhan mereka, lagi lezat dan bermanfaat untuk kebutuhan fisik dan perkembangan jiwa mereka, dan kami lebihkan mereka atas banyak makhluknya dari siapa yang telah kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.
Ayat di atas tidak menjelaskan bentuk kehormatan, kemuliaan dan keistimewaan yang dianugerahkan Allah kepada anka cucu Adam AS. Itu agaknya untuk mengisyaratkan bahwa kehormatan tersebut banyak dan iantidak khusus untuk satu ras atau generasi tertentu, tidak juga berdasar agama atau keturunan, tetapi untuk dianugerahkan untuk seluruh anak cucu adam As. Sehingga diraih oleh orang perorang, pribadi demi pribadi.
DAFTAR PUSTAKA
Al Imam Al Hafiz Ibnu Hajar Al Asqalani. (2002). Fathul Baari, jilid 1, Jakarta: Pustaka Azzam
Aidh al-Qarni. (2007). Tafsir Muyassar, jilid 2, Jakarta: Qisthi Press
(2007). Tafsir Muyassar, jilid 3, Jakarta: Qisthi Press
M. Quraish Shihab. (2002). Tafsir Al-Mishbah, Volume 4, Jakarta: Lentera Hati
(2012). Tafsir Al Lubab, jilid 2, Tangerang: Lentera Hati
. (2012). Tafsir Al Lubab, jilid 3, Tangerang: Lentera Hati
Samsul Munir Amin. (2010). Bimbingan dan Konseling Islam, Jakarta: Amzah
Langganan:
Postingan (Atom)
Cari Blog Ini
- September 2021 (6)
- Juni 2019 (12)
- April 2017 (1)
- Januari 2017 (2)
- Desember 2016 (2)
- September 2016 (1)
- Mei 2016 (8)
- April 2016 (7)
- Maret 2016 (2)
- November 2015 (3)
- Juli 2015 (1)
- April 2015 (2)
- Maret 2015 (2)
- Februari 2015 (1)
- November 2014 (1)
- Februari 2014 (1)
Translate
Popular Posts
-
PERADABAN ISLAM DI ASIA TENGGARA Disusun Oleh M khuzaifah ...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan po...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepribadian pada hakikatnya merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia secara ...