Komunikasi Terapeutik


 Komunikasi Terapeutik


A.           Pengertian Komunikasi Terapeutik

Secara etimologi komunikasi terapeutik berasal dari dua kata, yaitu komunikasi yang mengandung makna bersama–sama (common). Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin, yaitu communication yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. Kata sifatnya communis, yang bernakna umum atau bersama–sama. Therapy berarti pengobatan; terapeutik. Seorang yang ahli dalam pengobatan penyakit atu gangguan lainnya disebut therapist. Therapeutik adalah yang berkaitan dengan terapeutik atau terapi.

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi in adalah adanya saling membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan.

Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik, dalam hal ini komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan harus mampu memberikan khasiat therapi bagi proses penyembuhan  pasien. Oleh karenanya seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi.

Northouse (1998) mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain.

Stuart G.W (1998) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara  perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar  bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien.

B.            Karakteristik Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik mempunyai cirri-ciri sebagai berikut :

1.             Terjadi antara perawat/bidan dengan pasien.

2.             Mempunyai hubungan akrab dan mempunyai tujuan yang jelas.

3.             Fokus pada pasien yang membutuhkan bantuan.

4.             Perawat/bidan dengan aktif, mendengarkan dan memberikan respon pada pasien.

 

Ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaitu sebagai berikut: Ikhlas (Genuiness) Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien barus bisa diterima dan pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan memberikan bantuan kepada pasien untuk mengkomunikasikan kondisinya secara tepat. Empati (Empathy) Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien. Obyektif dalam memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan. Hangat (Warmth) Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien bisa mengekspresikan perasaannya lebih mendalam

C.           Fungsi Komunikasi Terapeutik

Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan.

Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri. Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien, Bila perawat tidak memperhatikan hal ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang memberikan dampak terapeutik yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa.

Didalam sumber yang lain dikatakan bahwa manfaat atau fungsi komunikasi terapeutik adalah:

§    Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien

§    Mengidentivikasi,atau mengungkap perasan dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang di lakukan perawat.

§    Memberikan pengertian tingkalaku pasien dan membantu pasien mengatasi masalah yang di hadapi.

§    Mencegah tindakan yang negative terhadap pertahanan diri pasien

D.           Tahapan Komunikasi Terapeutik

1.             Tahap Persiapan/Pra-interaksi

Dalam tahapan ini perawat menggali perasaan dan menilik dirinya dengan cara mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini juga perawat mencari informasi tentang klien sebagai lawan bicaranya. Setelah hal ini dilakukan perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahapan ini dilakukan oleh perawat dengan tujuan mengurangi rasa cemas atau kecemasan yang mungkin dirasakan oleh perawat sebelum melakukan komunikasi terapeutik dengan klien.

Kecemasan yang dialami seseorang dapat sangat mempengaruhi interaksinya dengan orang. Hal ini disebabkan oleh adanya kesalahan dalam menginterpretasikan apa yang diucapkan oleh lawan bicara. Pada saat perawat merasa cemas, dia tidak akan mampu mendengarkan apa yang dikatakan oleh klien dengan baik, sehingga tidak mampu melakukan active listening (mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian).

Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:

a.              Mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan dan mengidentifikasi kecemasan.

b.             Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri.

c.              Mengumpulkan data tentang klien.

d.             Merencanakan pertemuan pertama dengan klien.

2.             Tahap Perkenalan/Orientasi

Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan klien dilakukan. Tujuan dalam tahap ini adalah memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat sesuai dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang telah lalu.

Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:

a.              Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan komunikasi terbuka.

b.             Merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan, dan topik pembicaraan) bersama-sama dengan klien dan menjelaskan atau mengklarifikasi kembali kontrak yang telah disepakati bersama.

c.              Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien yang umumnya dilakukan dengan menggunakan teknik komunikasi pertanyaan terbuka.

d.             Merumuskan tujuan interaksi dengan klien.

 

3.             Tahap Kerja

Tahap kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart,G.W,1998). Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi terapeutik karena didalamnya perawat dituntut untuk membantu dan mendukung klien untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisa respons ataupun pesan komunikasi verbal dan non verbal yang disampaikan oleh klien. Dalam tahap ini pula perawat mendengarkan secara aktif dan dengan penuh perhatian sehingga mampu membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang sedang dihadapi oleh klien, mencari penyelesaian masalah dan mengevaluasinya.

Dibagian akhir tahap ini, perawat diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat dan klien memiliki pikiran dan ide yang sama. Dengan dilakukannya penarikan kesimpulan oleh perawat maka klien dapat merasakan bahwa keseluruhan pesan atau perasaan yang telah disampaikannya diterima dengan baik dan benar-benar dipahami oleh perawat.

4.             Tahap Terminasi

Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien. Tahap terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart,G.W,1998). Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan klien, setelah hal ini dilakukan perawat dan klien masih akan bertemu kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati bersama. Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh perawat setelah menyelesaikan seluruh proses keperawatan.

Tugas perawat dalam tahap ini adalah:

1.             Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan (evaluasi objektif). Brammer dan McDonald (1996) menyatakan bahwa meminta klien untuk menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan merupakan sesuatu yang sangat berguna pada tahap ini.

2.             Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat.

3.             Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindak lanjut yang disepakati harus relevan dengan interaksi yang baru saja dilakukan atau dengan interaksi yang akan dilakukan selanjutnya. Tindak lanjut dievaluasi dalam tahap orientasi pada pertemuan berikutnya.

E.            Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik

Faktor-faktor yang memengaruhi proses komunikasi dan berdampak pada hasil interaksi terapis- pasien di dalam keterampilan komunikasi terapeutik meliputi:

1.             Budaya.

2.             Nilai (kepercayaan dan peraturan kehidupan masyarakat) .

3.             Keadaan emosional (perasaan yang memengaruhi pola komunikasi).

4.             Orientasi spiritual.

5.             Pengalaman internal (misalnya dampak biologis dan psikologis pada bagaimana seseorang menginterpretasikan situasi kehidupan).

6.             Kejadian-kejadian di luar individu.

7.             Sosialisasi keluarga mengenai komunikasi.

8.             Bentuk hubungan.

9.             Konteks hubungan saat ini.

10.         Isi pesan (misalnya topik-topik yang nienimbulkan kepekaan dan berdampak secara emosional).

Adapun hal yang menjadi penghambat komunikasi terapeutik adalah sebagai berikut:

1.             Faktor yang bersifat teknis.Yaitu kurangnya penguasaan teknik komunikasi yang mencakup unsur-unsur yang ada dalam komunikator dalam mengungkapkan pesan, menyandi, lambang-lambang, kejelian dalam memilih media, dan metode penyampaian pesan.

2.             Faktor yang bersifat perilaku. Bentuk dari perilaku yang dimaksud adalah perilaku komunikan yang bersifat; pandangan yang bersifat apriori, prasangka yang didasarkan atas emosi, suasana yang otoriter, ketidakmauan berubah walaupun salah, sifat yang egosentris.

3.             Faktor yang bersifat situasional yaitu kondisi dan situasi ekonomi, sosial, politik, dan keamanan.

Untuk mengatasi hambatan terapeutik terapis harus siap untuk mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan terapis-pasien untuk mengatasi hambatan terapeutik. Terapis harus mempunyai pengetahuan tentang kebutuhan terapeutik dan menggali perilaku yang menunjukkan adanya kebutuhan tersebut. Klarifikasi serta refleksi perasaan dan isi dapat digunakan agar terapis dapat lebih memusatkan pada apa yang sedang terjadi.

Tidak ada komentar: