Karakteristik Efektif Konselor


 KARAKTERISTIK EFEKTIF KONSELOR


PENDAHULUAN

Menjadi seorang konselor merupakan suatu pekerjaan atau profesi yang mulia. Yakni membantu manusia dalam menghadapi permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya secara mandiri, dan mendedikasikan seluruh waktunya untuk keefektifan layanan konseling. Mempunyai peran atau tugas sebagai konselor bila dilihat dari tujuan praktisnya, konselor memiliki kesamaan dengan Da’i, yakni sama-sama membina, memperbaiki, mencegah, serta memberdayakan manusia kepada potensi yang dimilikinya (fitrah) sehingga kehidupannya jauh dari perilaku atau hal-hal yang dapat menjadikan perilaku manusia menjadi maladatif.

Seorang konselor yang perannya membina, menolong serta mendidik manusia, menjadikan diri pribadinya sebagai contoh tauladan bagi orang lain. Yang dimana menjadi seorang konselor tentunya harus memiliki kepribadian dan akhlak yang luhur, serta karakter dan potensi yang baik. Karakter seorang konselor sangat diperhatikan di dalam kehidupan bermasyarakat terlebih lagi oleh kliennya. Seorang konselor harus mampu menjaga dan meningkatkan karakteristiknya sebagai konselor seideal mungkin. Karena karakteristik sangat mennetukan kepercayaan orang terhadapnya. Untuk meningkatkan karakteristiknya sebagai konselor, ada beberapa hal yang harus dipenuhi dan dilakukan oleh seorang konselor. Pada tulisan ini akan dibahas lebih lanjut mengenai kiat-kiat mengembangkan karakteristik konseloryang efektif.


PEMBAHASAN

A.           Pengertian Karakteristik Efektif Konselor

Beberapa pakar konseling telah mengadakan penelitian seperti Carkhuff dan Truax (1965), Waren (1960), Virginia Satir (1967). Semua pakar tersebut menemukan dari penelitiannya yaitu bahwa keefektifan konselor banyak ditentukan oleh kualitas pribadiannya.[1]

Virginia Satir (1967) menemukan beberapa karakteristik konselor sehubungan dengan pribadinya yang membuat konseling berjalan efektif. Karakteristik-karakteristik tersebut adalah (1) resource person, artinya konselor adalah orang yang banyak mempunyai informasi dan senang memberikan dan menjelaskan informasinya. Konselor bukanlah pribadi yang maha kuasa yang tidak mau berbagi dengan orang lain; (2) model of communication, yaitu bagus dalam berkomunikasi, mampu menjadi pendengar yang baik dan komunikator yang terampil. Dia bukan orang yang sok pintar dan mengejar pamor diri sendiri. Dia mampu menghargai orang lain dan dapat bertindak sesuai dengan realitas yang ada baik pada diri maupun di lingkungan.

Jay Haley (1971) mengemukakan kualitas pribadi konselor sesuai dengan penelitiannya yaitu (1) fleksibilitas, yaitu mampu mengubah pandangan secara realistik dan bukan mengubah kenyataan; (2) tidak memaksakan pendapat, mau mendengarkan dengan sabar terhadap orang lain.

Munson (1961) dan Mills Cs. (1960) mengemukakan dua karakteristik yang menentukan pribadi konselor; (1) konselor adalah seorang yang memiliki kebutuhan untuk menjadi pemelihara (to be narturant); (2) konselor harus memiliki intuisi dan penetrasi psikologis yang baik (intuitive and psichological penetrating). Artinya dalam menghadapi klien, ia cepat menangkap makna tersirat dari perilaku klien baik secara verbal dan non-verbal.

Menne (1975), mengungkapkan karakteristik konselor yang didapat dari hasil penelitiannya yang menunjang kualitas pribadi konselor yaitu (1) memahami dan melaksanakan etika profesional; (2) mempunyai rasa kesadaran diri mengenai kompetensi, nilai-nilai, dan sikap; (3) memiliki karakteristik diri yakni respek terhadap orang lain, ketengangan pribadi, memiliki kemampuan intuitif, fleksibel dalam pandangan dan emosional stabil; (4) kemampuan dan kesabaran untuk mendengarkan orang lain, dan kemampuan berkomunikasi.[2]

C.Gilbert Wrenn mengatakan kunci kualitas konselor adalah pada sikap mengasuh (memelihara). Bila sikap ini tidak ada pada seorang konselor maka sebenarnya ia bukanlah konselor.

Menurut Surya[3] ada beberapa karakteristik kualitas konselor yang efektif, yaitu:

1.              Pengetahuan mengenai diri sendiri. Artinya seorang konselor memahami dengan baik baik dirinya, apa yang dilakukannya, masalah yang dihadapinya, dan masalah klien yang terkait dengan konseling.

2.             Kompetensi. Kompetensi  mempunyai makna sebagai kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral yang harus dimiliki konselor dalam membantu klien. Kompetensi sangat penting bagi konselor, karena klien datang pada konseling untuk belajar dan mengembangkan kompetensi yang dibutuhkan untuk mencapai yang lebih efektif dan bahagia.

3.             Kesehatan psikologis yang baik. Seorang konselor harus memiliki kesehatan psikis yang lebih daripada kliennya. Kesehatan psikologis yang baik bagi seorang konselor akan mendasari pemahaman perilaku dan keterampilan dan pada gilirannya akan mengembangkan satu daya positif dalam konseling.

4.             Dapat dipercaya. Artinya seorang konselor  bukan sebagai suatu ancaman bagi klien dalam konseling, namun sebagai pihak yang memberikan rasa aman dapat dipercaya dapat diwujudkan dalam hal sebagai berikut: Menepati janji dalam setiap perjanjian konseling, dapat menjamin kerahasiaan klien, bertanggung jawab terhadap semua ucapannya dalam konseling.

5.             Kejujuran. Artinya seorang konselor harus terbuka, otentik, dan sejati dalam penampilannya. Hal ini sangat penting mengingat bahwa keterbukaan atau kejujuran memudahkan konselor berinteraksi dalam suasana keakraban psikologis, dan konselor dapat menjadi model bagaimana menjadi manusia jujur dengan cara – cara yang konstruktif.

6.             Kekuatan atau daya. Artinya bahwa seorang konselor memerlukan kekuatan untuk mengatasi serangan dan manipulasi klien dalam konseling

7.             Kehangatan. Artinya sebagai suatu konsidi yang mampu menjadi pihak yang ramah, peduli, dan dapat menghibur orang lain. Kehangatan diperlukan dalam konseling karena dapat mencairkan kebekuan suasana, mengundang untuk berbagi pengalaman emosional dan memungkinkan klien hangat dengan dirinya.

8.             Pendengar yang aktif. Menjadi pendengar yang aktif bagi konselor sangatlah pensting karena dapat menunjukkan komunikasi dengan penuh kepedulian, merangsang dan memberanikan klien untuk berinteraksi spontan terhadap konselor, dan klien membutuhkan gagasan baru.

9.             Kesabaran. Dalam proses konseling, konselor tidak dapat memaksa atau mempercepat pertumbuhan psikologis klien untuk segera mengubah perilaku yang malapdatif. Hal ini membutuhkan kesabaran untuk mencapai keberhasilan sehingga konselor tidak memfokuskan pada klien akan tetapi lebih banyak terfokus pada cara dan tujuan.

10.         Kepekaan. Artinya seorang konselor sadar akan kehalusan dinamika yang timbul dalaam diri klien dan konselor sendiri. Kepekaan diri konselor sangat penting dalam konseling karena hal tersebur akan memberikan rasa aman bagi klien dan akan lebih percaya diri manakala berkonsultasi dengan konselor yang memiliki kepekaan.

11.         Kebebasan. Konselor yang mempunyai kebebasan mampu memberikan pengaruh secara signifikan dalam kehidupan klien, sambil konselorr memahami klien secara lebih nyata. Dalam hal ini konselor tidak memaksakan kehendak maupuan nilai – nilai yang dimilikinya, walaupun setiap konselor membawa nilai – nilai yang akan berpengaruh pada proses konseling.

12.         Kesadaran holistik atau utuh. Artinya konselor menyadari keseluruhan pribadi maupun tampilan klien dan tidak memandang klien dari satu aspek tertentu saja. Dengan demikian, konselor mampu memahami klien dari berbagai dimensi (dimensi pikiran, perasaan atau tindakannya).

Menurut Willis, karakteristik konselor pada kondisi di Indonesia secara umum dia memiliki kepribadian sebagai: [4]

·           Beriman, bertaqwa

·           Menyenangi manusia

·           Komunikator yang terampil; pendengar yang baik

·           Memiliki ilmu dan wawasan tentang manusia, sosial-budaya; merupakan narasumber yang kompeten

·           Fleksibel, tenang, dan sabar.

·           Menguasai keterampilan teknik, memiliki intuisi.

·           Memahami etika profesi.

·           Respek, jujur, asli, menghargai, tidak menilai.

·           Empati, memahami, menerima, hangat, bersahabat.

·           Fasilitator, motivator.

·           Emosi stabil; pikiran jernih; cepat dan mampu.

·           Objektif, rasional, logis, konkrit.

·           Konsisten, tanggung jawab.

 

B.            Urgensi Karakteristik Efektif bagi Konselor

1.             Memberikan Daya Tarik bagi Klien

Dalam perspektif dakwah dan komunikasi, konselor memainkan peran sebagai dai atau komunikator yang menyampaikan pesan kepada konseli sebagai komunikan agar dapat memiliki sikap dan perilaku tertentu. Untuk mencapai tujuan itu persuasivitas merupakan hal yang sangat penting.  Mempengaruhi atau mempersuasi seseorang terutama konseli merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan konseling atau komunikasi. Untuk dapat membuat orang terpengaruhi, tentunya harus memiliki daya tarik yang dimiliki konselor di dalam dirinya sendiri. Selain daya tarik fisik, diantara faktor-faktor yang mempengaruhi ketertarikan seseorang terhadap orang lain menurut Jalaluddin Rakhmat adalah kemampuan (competence). Orang-orang yang sukses dalam bidang apapun, profesional atau nonprofesional umumnya mendapat simpati orang banyak.[5]

2.             Karakteristik Konselor Mempengaruhi Kualitas Konselor

Menjadi konselor yang baik, yaitu konselor yang efektif yaitu konselor yang mampu mengenali diri sendiri, mampu memahami diri klien, memahami proses konseling, dan mampu mengusai maksud dan tujuan dari konseling itu sendiri. Dalam membangun proses konseling merupakan hal penting dan menentukan dalam melakukan konseling. Karena itu konselor harus bisa membuat agar hubungan dalam bimbingan konseling menjadi sehangat dan senyaman mungkin, sehingga proses konseling dapat berjalan dengan lancar dan tidak ada hambatan-hambatan dalam hubungan konseling.

Seorang konselor tidak dapat membangun hubungan konseling jika tidak mampu mengenali diri sendiri, diri klien, tidak memahami maksud dan tujuan dan proses konseling. Agar mampu memenuhi kebutuhan seorang klien seorang konselor arus memiliki pemahaman tentang maksud dan tujuan proses konseling. Menjadi konselor yang efektif perlu mengetahui makna kata efektif dalam  proses konseling. Seorang konselor yang efektif perlu mempunyai pandangan yang jelas tentang tujuan dan maksud dari apa itu konseling, beberapa tujuan konseling adalah membatu klien merasa lebih baik, membatu klien menadi percaya diri, melakukan perubahan terhadap tingkah laku klien kearah positif, membatu klien agar memperoleh keterampilan untuk mengahapi situasi pada saat ini dan kemudian hari dalam cara-cara yang kontrukstif.

Aspek kunci lainnya dalam konseling yang efektif adalah hubungan konseling yaitu kualitas hubungan antara konselor dengan klien. Menurut Carl Rogers menyebutkan tiga kualitas utama yang di perlukan seorang konselor agar konselingnya efektif, berikut merupakan tiga kualitas tersebut:

a.             Cogruence (genuineness, authenticity)

Maksud dari kongruensi adalah bahwa seorang konselor yang efektif mampu membedakan individu mana yang betul–betul sesungguhna adalah dirinya, yang benar–benar mengatakan apa yang ingin dikatakannya (means exactly what he says), dan perasaan yang ada di dalam lubuk hatinya yang terdalam adalah sama dengan yang dia ekspresikan. Orang semacam ini menerima perasaan–perasaanyang ada di dalam dirinya  dan orang lain paham “di mana dia berdiri”. Dia adalah dirinya sendiri dan perasaan serta reaksinya sesuai dan tepat sama dengan yang ada di dalam kesadarannya tentang perasaan–perasaan dan reaksi–reaksinya ini.

Kongruensi sangat penting sebagai dasar sikap yang harus dimiliki oleh seorang konselor. Konselor harus paham tentang dirinya sendiri, baik pikiran, perasaan, dan pengalamannya harus serasi. Kalau seseorang mempunyai pengalaman marah, maka perasaan dan pikirannya harus marah, yang tercermin pula dalam tindakannya. Konselor  harus memahami bias–bias yang ada dalam dirinya, prasangka–prasangka yang mewarnai pikirannya dan juga harus tahu kelemahan dan aset–aset yang dipunyainya. Jika konselor menyadari hal ini.ia dapat membuat pembedaan antara dirinya dan orang lain dan tahu bahwa orang lain bukan dirinya.

b.             Empathy

Empati adalah kemampuan untuk mengetahui bagaimana merasakan perasaan orang lain. Secara sederhana, empati dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk membayangkan diri sendiri berada pada tempat dan pemahaman yang dimiliki orang lain, mencakup perasaan, hasrat, ide-ide, dan tindakan-tindakannya.

Dalam dunia konseling, pada dasarnya seorang konselor bekerja atas dasar dan melalui proses empati. Pada proses konseling, baik konselor maupun konseli dibawa keluar dari dalam dirinya dan bergabung dalam kesatuan psikis yang sama. Emosi dan keinginan keduanya menjadi bagian dari kesatuan psikis yang baru ini. Sebagai konsekuensinya, masalah–masalah konseli akan ditimpakan kepada seorang ”manusia baru”, dan dalam hal ini konselor menanggung setengahnya. Stabilitas psikologis dari kejelasan pikiran, keberanian dan kekuatan keinginan yang dimilki konselor akan menyusup kedalam diri konseli, dan memberikan bantuan yang besar dalam perjuangan kepribadiannya. Untuk itu seorang konselor harus mempunyai empati.

c.              Unconditional Positive Regard (Acceptance)

Memberikan perhatian kepada klien, konselor memberikan perhatian tanpa syarat maksudnya konselor disini menerima apa andanya sesuatu yang ada dalam diri klien,bahkan sesuatu yang memuakkan orang lain, hal ini ida mudah untuk mencapainya oleh karena itu di perlukan pengalaman, kesabaran, serta pengenalan diri sendiri terlebih dahulu.[6]

C.           Kiat-Kiat untuk Mengembangkan Karakteristik Efektif

Untuk menjadi konselor yang profesional, seorang konselor harus menjadi konselor yang efektif. Konselor yang efektif adalah yang memiliki pengetahuan akademik, kualitas pribadi, dan keterampilan konseling. Yang dimaksud pengetahuan akademik disini adalah pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang konselor yang berhubungan dengan bidang konseling. Seorang konselor harus mengetahui layanan apa saja yang digunakan dalam konseling, tahapan dalam konseling, pendekatan – pendekatan dalam pkonseling serta masih banyak lagi yang semuanya dapat diperoleh dari pembelajaran pada waktu perkuliahan, seminar – seminar, workshop – workshop yang dapat menunjang pengetahuan akademik seorang konselor. Kualitas pribadi merupakan kemampuan dari seorang konselor dalam melakukan konseling. Kualitas pribadi seorang konselor yang efektif.

Seorang konselor memiliki ketrampilan dan sifat – sifat yang harus ditanamkan pada diri konselor. Berikut ciri – ciri pribadi tersebut:

1.             Beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa. Seorang konselor harus empunyai sifat religius, hal ini dapat dibuktikan dari pengambilan keputusan ataupun saran, nasihat kepada  seorang klien, selain itu pendekatan secara religius sangat dibutuhkan agar seorang klien yang mempunya permasalahan, seorang klien tetap sadar akan tujuan dan harkat manusia diciptakan di bumi sehingga seorang klien mampu berpikir secara rasional. 

2.             Konselor harus mempunyai pandangan tentang manusia sebagai makhluk individual spiritual bermoral dan sosial. Hendaknya seorang konselor memandang klien bukan sebagai makhluk yang dapat di perlakukan semena – mena sesuai dengan rasa senang konselor atau seorang klien dan masalah yang dihadapi klien hanya dianggap sebuah permainan semata, seorang konselor hendaknya memandang klien sebagai makhluk dalam lingkunga dan suasana yang bermoral sehingga keputusan konselor yang diambil nanti tidak hanya didasarkan pada pemikiran secara logika ataupun rasional, tapi berdasarkan pengalaman dan realita yang terjadi dalam masyarakat maupun lingkungannya. Karakteristik ini juga memiliki sebuah makna bahwa seorang klien sedang berada dalam proses perkembangan yang sedang berkembang untuk mencapai tingkat tugas dengan segala kekuatan kelebihan kelemahan yang hidup dalam satu lingkungan masyarakat.

3.             Seorang konselor menghargai harkat dan martabat dan hak asasi serta sikap demokratis. Karakteristik ini menunjukkan bahwa seorang konselor dan klien sma-sama mempunyai harkat dan martabat yang semua itu harus dijunjung tinggi dan seorang konselor haru menghargai hak asasi kliennya. Semisal seorang klien berhak memperoleh perlakuan yang sama, hendaknya seorang konselor tidak membedakan klien satu dengan klien yang lain.

4.             Menampilkan nilai moral dan norma yang berlaku dan berakhlakul karimah. Ini memberikan sebuah gambaran bahwa seorang konselor harus bertindak dan berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku pada masyarakat.

5.             Menampilkan integritas dan stabilitas kepribadian dan kematangan emosional. Seorang konselor hendaknya memiliki kepribadian yang utuh sehingga tidak mudah terpengaruh oleh keadaan dan suasana yang timbul pada saat proses konseling. Konselor tidak boleh hanyut dalam permasalahan klien.

6.             Cerdas kreatif mandiri dan berpenampilan menarik. Ciri ini sangat dibutuhkan oleh seorang konselor yang berguna dalam proses pengambilan keputusan, selain itu konselor memilki penampilan yang menarik, konselorharus mampu menarik hati klien karena banyak klien yang mempunyai pandangan kreatif kepada konselor membuat konselor ebih efektif.

Konselor yang tinggi gengsi dan sok fanatik dengan aliran atau ajaran tertentu, tidak dapat membantu klien dengan efektif, karena dia amat menggurui klien dan banyak nasihat.[7] Menurut Geldard[8], hubungan konseling dapat efektif jika konselor yang memakai pendekatan terpadu berusaha untuk:

1.             Bersikap tulus dan menjadi diri apa adanya

Untuk menjadi konselor harus menampilkan diri apa adanya: seorang individu yang tampil seutuhnya sebagai dirinya. Segala sesuatu tentang konselor sebagai seorang pribadi harus sejatinya. Konselor berbicara dengan bahasa yang jujur, sederhana, dan dapat dimengerti oleh klien. Tidak ada kepura-puraan, komunikasi yang tidak menghakimi, menunjukkan pengetahuan, dan memberikan dukungan kepada klien. “The counselor aligns with his/him client by listening, observing without judgement, demonstrating knowledge, and offering encouragement and support.” Konselor yang efektif akan memberikan kesempatan klien untuk bertanya dan mengklarifikasi hal yang tampak membingungkan.

2.             Berempati, bersikap hangat, dan menunjukkan kepekaan dalam hubungan harmonis yang dilandasi saling pengertian.

Sebagai konselor tidak melulu menjadi pengikut atau pemimpin, meski ada saat-saat ketika kita mengikuti dan ada saat-saat ketika kita memimpin. Yang paling sering dilakukan konselor adalah mencoba berjalan bersama klien; pergi ke arah yang ia pilih, menjelajah hal-hal yang dipilih klien, bersikap hangat, terbuka, ramah, penuh perhatian, peduli, apa adanya, dan tulus. Hal ini akan menimbulkan rasa aman dan kepercayaan akan terbangun.

Konselor harus membangun empatinya dengan menunjukkan komitmen untuk membantu klien. Konselor harus datang tepat waktu pada jam sesi konseling, juga dapat menelepon klien saat klien menghilang dari sesi konseling. Mike Quirke menjelaskan, “It is very important for therapists to arrive on time their appointments to return their client’s phone calls promptly, and to be reachable in cases in cases of emergency”.

3.             Tidak menghakimi dengan penerimaan positif tanpa syarat

Penerimaan positif tanpa syarat berarti penerimaan terhadap klien secara utuh, dengan segala kelebihan dan sifat-sifat positif mereka. Bukan berarti menerima sesuai standar nilai yang dimiliki klien, tetapi sikap ini mempunyai arti bahwa menerima klien seperti apa adanya sekarang. Selain itu, Stewart menyatakan tentang penerimaan konselor terhadap klien bahwa; a counselor must respect the worth and dignity of a client regardless of the client’s behavior, attitudes creeds, sex, age, or sosioeconomic status.[9]

4.             Menunjukkan perhatian, pengertian, dan dukungan

Sikap perhatian mencakup tindakan menyimak apa saja yang dikatakan klien dengan serius. Konselor harus menempatkan diri pada jalan pikiran yang sama dengan klien; tidak hanya menempatan diri pada kata yang diucapkannya, tetapi juga secara mendalam memahami cerita klien dan pandangannya terhadap dunianya. Konselor memberikan suatu kecenderungan dengan menyelami dan mempelajari tingkah laku, pikiran, perasaan klien yang dapat dicapai dan dimengerti oleh konselor.

5.             Bersilakap kolaboratif dan menunjukkan penghargaan terhadap kompetensi klien

Kebutuhan-kebutuhan klien akan dapat dipenuhi secara lebih optimal jika konselor memiliki tingkat penghargaan yang tinggi terhadap kemampuan atau kompetensi klien sendiri ketika ia sedang melakukan kerja sama dengan kliennya. Penting bagi konselor kompetensi klien dan memegang keyakinan bahwa klien memiliki kekuatan-kekuatan dalam dirinya yang ia perlukan untuk mengjadapi problem-problem yang mengganggu, menemukan solusi-solusi problem, membuat keputusan-keputusan, mengubah perilaku, dan melakukan perubahan-perubahan yang diinginkan.

6.             Menunjukkan kemampuan dalam menggunakan keterampilan-keterampilan konseling sesuai dengan maksud dan tujuannya.

Agar hubungan konseling dapat sepenuhnya efektif, konselor harus cakap dalam mengaplikasikan keterampilan-keterampilan konseling. Keterampilan-keterampilan inilah yang akan membantu konselor membangun sebuah hubungan yang mencakup kualitas-kualitas di atas. Konselor harus mengetahui kapan sebaiknya menggunakan masing-masing jenis keterampilan, dan harus memiliki pemahaman atas keseluruhan proses konseling yang berjalan pada tiap-tiap sesi dan pada seluruh rangkaian konseling.

Konselor adalah orang yang memiliki kualitas dan ciri-ciri dimana itu akan sangat membatu profesi yang di sandangnya. Menurut corer bahwa seorang konselor itu memiliki ciri-ciri sebagai berkut:

1.             Memiliki cara-cara sendiri. Seorang konselor mempunyai pengembangan yang unik dan mempunyai pandangan berdasarkan kempuan dirinya sendiri walaupun konselor disini memakai ide-ide dan tehnik dari orang lain.

2.             Memiliki kehormatan diri dan apresiasi diri. Seorang konselor dapat meminta, dibutuhkan dan menerima keberadaan orang lain dan tidak menutup diri dari orang lain dan tidak menampilkan suatu kekuatan yang semu.

3.             Mempunyai kekuatan yang utuh. Seorang konselor harus mengenal dan menerima dirinya, dan mereka merasa nyaman bersama orang lain.konselor juga tidak meremehkan orang lain dan tidak juga mempertahankan ketidakberdayaan dan ketergantungan terhadap seorang konselor.

4.              Terbuka untuk kebaikan dan memiliki keberanian untuk mengambil resiko yang lebih besar. Mereka mengembangkan pemikiran secara luas dan mau keluar dari rasa nyaman mereka dan mu memberanikan diri untuk mengambil resiko dari tindakan ataupun keputusan yang di ambil untuk konselor.

5.             Terlibat dalam proses-proses pengembangan kesadaran tentang diri dan orang lain. Kesadaran yang terbatas akan membawa manusia kedalam kebebasan yang terbatas pula, karena kesadaran meningkatan kemungkinan untuk lebih kaya dan terus memuncak di berbagai tingkat sperti emosi, nilai, keyakinan dll.

6.             Memiliki identitas diri. Artinya bahwa mereka mengetahui siapa dirinya, apa yang ingin di capai, keinginan dalam hidup, dan hal-hal yang penting bagi mereka. Dan mereka adalah orang yang selalu berjuang untuk menjadi dirir sendiri dan mencari arti esensial hidup.

7.              Mempunyai rasa empati yang tidak posesif. Mampu mengalami dan mengetahui dunia orang lain sehingga dapat mengetahui dunia orang lain tanpa kehilangan jati dirinya sendiri.

8.             Hidup. Pilihan mereka berorientasi pada kehidupan. Perasaanya sangat mendalam, sangat berpartisipasi dalam hidup, menyenangi hidup, dan lebih memilih palaha secara langsung di banding secara sekunder.

9.             Memberi dan menerima kasih sayang. Dapat memberi bantuan dengan sepenuh hati dan dengan ketulusan hati serta kasih sayang kepada klien, mempunyai kemampuan untuk mengerti orang lain.

10.         Hidup pada masa kini. Mereka tidak mengecap dirinya sebagai seseorang masa langsung dan masa yang akan datang tetapi mereka adalah orang yang ada pada saat ini.[10]

 

 

PENUTUP

Pentingnya memiliki karakteristik konselor yang efektif adalah membuat klien percaya dan yakin terhadap pribadinya. Selain itu karateristik yang efektif juga sangat mempengaruhi kualitas diri pribadi konselor itu sendiri.

Menjadi konselor efektif mempunyai standar pendidikan konselor yang telah ditempuh, mempunyai pribadi yang  masuk pada karakteristik konselor, baik dalam sesi konseling maupun menjadi diri sendiri. Selain itu, pengembangan pribadi konselor dapat dilakukan untuk menjaga keseimbangan energi dan emosi-emosi.


SUMBER

Arifin, Eva. 2010. Teknik Konseling di Media Massa, Yogyakarta: Graha Ilmu

Geldard Katryn, Geldard David. 2011. Keterampilan Praktik Konseling, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Hartono, Soedarmadji, Boy. 2012. Psikologi Konseling, Jakarta: Kencana

Lesmana, Jeanette Murad. 2005. Dasar-Dasar Konseling, Jakarta: UI Pers

Rakhmat, Jalaluddin. 2003. Psikologi Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Surya, M. 2003. Psikologi Konseling, Bandung: C.V. Pustaka Bani Quraisy

Willis, Sofyan S. 2014. Konseling Individual Teori dan Praktek, Bandung: Alfabeta



[1] Sofyan S. Willis, Konseling Individual Teori dan Praktek, (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 79-80.

[2] Ibid., hlm. 80.

[3] M Surya, Psikologi Konseling, (Bandung: C.V. Pustaka Bani Quraisy, 2003)

[4] Sofyan S. Willis, Op.cit., hlm. 86-87.

[5] Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), hlm. 117.

[6]Jeanette Murad LesmanaDasar-Dasar Konseling, (Jakarta: Universitas Indonesia Pers, 2005), hlm. 58-59.

[7] Sofyan S. Willis, Op.cit., hlm. 84.

[8] Katryn Geldard, David Geldard, Keterampilan Praktik Konseling, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 24-35.

[9] Eva Arifin, Teknik Konseling di Media Massa, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 152.

[10] Hartono dan Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 67-68.

Tidak ada komentar: