Isu-Isu Kontemporer dalam Konseling Kelompok


 

ISU-ISU KONTEMPORER DALAM KONSELING KELOMPOK

 

A.           Isu tentang Co-Leading

Sebenarnya secara umum, konselor dalam layanan konseling kelompok di siapkan sebagai pemimpin tunggal. Namun demikian memimpin kelompok dengan satu atau lebih kolega bisa sangat menguntungkan, terutama pada pemula, setidaknya inilah yang dikatakan oleh jacob, at al (2012: 450) dikutip dari M. Edi Kurnanto (2014:190), sehingga dia menganggap bahwa perlu di kenalkan bagaimana posisi co-leader dalam layanan konseling kelompok. Co-leader dapat memberikan ide-ide tambahan untuk perencanaan dan dapat memberikan dukungan, terutama ketika bekerja dengan kelompok terapi intensif atau dengan  kelompok yang sulit. Co-leaders dapat berfungsi sebagai model untuk anggota kelompok.

Jacob, et al (2012-450) mencatat beberapa alasan mengapa co-leading perlu di petimbangkan saat perencanaan sebuah kelompok antara lain:

1.        Keuntungan dari co-leading adalah berupa kenyataan bahwa co-leading selalu mempermudah dalam pemberian arahan di bandingkan bila dilakukan secara sendiri. Mkisalnya, co-leader dapat menambahkan ide dan turut bertanggung jawab selamam kegiatan tersebut berlangsung dan dapat membantu saat bkerja dengan  kelompok yang di anggap sulit seperti turut aktif dalam diskusi-diskusi yang memungkinkan untuk mengadakan perubahan- perubahan baiki topik diskusinya maupun pesertanya.

2.        Sebagai pear-feedback (pasangan umpan balik) co-leading dapat memungkinkan pemimpin kelompok meningkatkan kemampuan anggota kelompok dengan cara saling mendapatkan umpan balik sesama mereka.

3.        Interaksi model(interaktif modelling). Co-leader dapat di jadikan sebagai model untuk anggota kelompok. Kemampuan untuk berinteraksi secara efektif dan bekerjasama dapat terlihat saat berlangsungny kerja sama kelompok.

4.        Co-leader yang mempunyai pengetahuan khusus akan banyak di perlukan, misalnya dalam kelompok pembinaan bagi remaja hamil, pengetahuan yang berkaitan dengan pemeliharaan kehamilan, akan berguna dan merupakan bahan informasi yang sejalan bagi kelompok tersebut.

5.        Biasanya sering mengetengahkan pandangan pengalaman kehidupan yang berbeda kepada kelompok saat berlangsungnya diskusi kelompok. Dan hal ini dapat di jadikan sebagai salah satu rujukan pandangan dan isu-isu informasi kelompok.

Dalam prakiknya,  jacob et al (2012) dikutip dari M. Edi Kurnanto (2014:191), model co-leading ada tiga macam model co-leading yaitu: alternatif leading, shared leading dan the apprentice model. Pemilihan model mana yang akan di gunakan  pada tujuan dan sasaran yang hendak dicapai oleh kelompok.

·      Alternative leading model. Model ini merupakan model alternative dimana co-leader/ ko-konselor mengambil peran utama dalam pengarahan. Model ini sangat tepat jika co-leader/ ko-konselor secara lebih jauh dapat membawa pemecahan dalam diskusi dan menemukan solusinya dengan cara membawa anggota kelompok melalui arahan-arahan yang berlawanan, memberi dorongan, menjelaskan dan menyimpulkan hasilnya.

·      Shared leading model. Model ini dapat terjadi bila co-leader/ ko-konselor dapat memberi andil dalam kepemimpinan kelompok pada periode waktu tertentu secara aktif berperan sebagai anggota yang bekerja bersama, turut larut dan membesarkan hati mereka.

·      The apprentice model. Model ini biasanya pemimpin kelompok harus lebih berpengalaman daripada anggotanya. Dalam hal ini,co-leader/ko-konselor perlu banyak belajar melalui apa yang ia lihat dan coba sendiri untuk memberi arahan pada beberapa kesempatan tertentu.

B.            Isu Tentang Hukum Legal

Pemimpin kelompok dapat terlibat dalam tuntutan hukum jika mereka tidak menggunakannya secara hati-hati dan dengan i’tikat yang baik. oleh karena itu,sebagai pemimpin, konselor akan ingin memastikan untuk berlatih dalam batas-batas keahlian mereka dan tidak lalai dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin kelompok, seorang pemimpin yang menggunakan teknik dan praktik yang sangat berbeda dari yang biasa di terima oleh orang lain dalam profesi mungkin di anggap lalai. Adalah kewajiban konselor memastikan bahwa anggota kelompok tidak di rugikan oleh konselor, oleh para anggota lain, atau pengalaman kelompok.

Paradise kirby (1990) dikutip dari M. Edi Kurnanto (2014:192)  mendaftar kewajiban untuk melindungi klien dan anggota lain sebagai salah satu isu hukum utama dalam kerja kelompok. Beberapa contoh, misalnya jangan sampai anggota kelompok di suguhkan dengan aktivitas yang terlalu berat, yang melebihi batas kemampuan anggota tersebut, contoh lain, misalnya konselor konselor memberikan ruang dalam proses konseling kelompoknya  pada anggota untuk melakukan bulying pada anggota kelompok lain, baik itu penyerangan terhadap fisik maupun penyerangan psikologis. Praktik-praktik seperti itu di anggap tidak etis, dan konselor ajan di kenakan tuduhan mal-praktik jika anggota merasa di rugikan oleh pengalaman tersebut.

Titik yang paling penting untuk diingat mengennai isu-isu hukum adalah untuk mengetahui undang-undang di negara di mana konseling di lakukan yang terkait dengan konseling, hak klien dan hak-hak orang tua dan anak-anak. Juga, penting bahwa konselor tidak berlatih di luar tingkat pelatihan yang belum menjadi haknya dan bahwa setiap saat menunjukkan perhatian dan kasih sayang kepada anggota kelomponya. Untuk konteks indonesia, maka seorang konselor wajib mengetahui dan mempedomani kode etik konselor, sebagaimana yang telah diterbitkan oleh Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN).

C.           Isu Tentang Evaluasi Kelompok

Meskipun pemimpin kelompok tidak boleh menjadi sibuk dengan mengevaluasi kelompok mereka,evaluasi berkala dapat memberi mereka umpan balik yang berguna tentang pendekatan mereka kepada kelompok, serta informasi tentang jenis pengalaman yang paling membantu dalam memenuhi tujuan anggotanya. Tiga jenis evaluasi yang mungkin : (1) evaluasi perubahan yang benar-benar terjadi dalam kehidupan anggota (2) evaluasi diri oleh pemimpin kelompok, (3) evaluasi oleh anggota kelompok.

Evaluasi Perubahan yang Benar-benar Terjadi dalam Kehidupan Anggota. Mungkin jenis yang paling penting dari evaluasi adalah evaluasi bagaimana pengalaman kelompok telah berdampak pada perilaku para anggota. Apakah siswa mendapatkan nilai yang labih baik disekolah atau mereka mempunyai sedikit perubahan perilaku? Apakah pasangan berkomunikasi menjadi lebih efektif? Apakah ibu yang usianya masih remaja memberikan perawatan yang lebih baik pada bayi mereka dari saat mereka tidak berada di konseling kelompok? Apakah kelompok orang yang belum mendapat pekerjaan menjadi lebih cepat mendapatkan pekerjaan daripada yang tidak dalam kelompok? Apakah anggota yang mengalami rasa bersalah dan kecemasan mereka menjadi mampu menghadapi kehidupan yang lebih baik setelah berada di kelompok? Beberapa pertanyaan tersebut ada yang agak mudah untuk dijawab, namun beberapa diantaranya juga sulit untuk menjawab, tetapi setidaknya ada peningkatan yang didapat, dan peningkatan tersebut berbasis hasil evaluasi. Karena bagaimanapun, instansi pengirim, sekolah, dan lembaga lainnya menginginkan progresif data yang menunjukkan bahwa kerja kelompok efektif dalam membawa perubahan.

D.           Isu tentang Penelitian

Horne(1996:66) menyatakan bahwa selama masa jabatannya sebagai editor jurnal untuk ASGW:’...ada peningkatan sedikit atau tidak ada dalam penelitian berbasis, study evaluatif dalam kerja kelompok.”Gladding (2008,:420) meringkas bagian penelitian dalam buku terbarunya dengan mengatakan, secara keseluruhan, penelitian tentang efektivitas kelompok harus sangat di perluas untuk tingkat kecanggihan yang telah di tetapkan pada efektivitas konseling individual. Alasan mengapa risat kelompok sulit dan mengapa begitu sedikit kualitas penelitian di kelompok lapangan aslah akibat kurangnya waktu, dana, dan minat. Oleh karena itu, mengingat betapa pentingya keberadaan prosedur kelompok dalam layanan bimbingan dan konseling, maka sudah sepantasnya riset di bidang ini juga harus ditingkatkan, baik itu kualitas maupun kuantitasnya

E.            Isu tentang Pelatihan Konselor Kelompok

Kami telah pendidik kelompok untuk beberapa tahun dan saat ini melakukan lokakarya di seluruh amerika serikat dan kanada pada konseling kelompok . kami sangat perihatin dengan pelatihan konselor sekolah ketika datang kelompok terkemuika. Terlalu sering, mereka di ajarkan model yang mengassumsikan bahwa kelompok terakhir 60-90 menit, padahal sebenarnya kelompok sekolah biasanya berlangsung dari 20-40 menit.

Keyakinan kami adalah bahwa keterampilan kelompok dapat di ajarkan seperti keterampilan konseling individu, yaitu keteram pilan yang di jelaskan, di tunjukkan, dan kemuudian di praktikkan. Kita percaya bahwa pelatihan yang efektif harus mencakup menggambarkan keterampilan khusus, berlatih keterampilan, dan magang pada kelompok terkemuka.

 

F.            Isu tentang masa Depan Konseling Kelompok

Kebanyakan ahli tampaknya setuju bahwa kerja kelompok akan terus menjadi kekuatan utama dalam bidang konseling. Gladding (2007:17) sangat yakin tentang potensi dan peluang konseling kelompok: “ada sedikit potensi bahwa di masa depan, kerja kelompok akan menjadi kuat dan menembus hampir semua sekmen masyarakat”.

Corey (2009) telah mendaftarkan peningkatan jangka pendek kelompok terstruktur untuk populasi khusus sebagai salah satu trend utama dari dekade terakhir dengan mengatakan sebagai berikut:

 kami percaya bahwa masa depan kerja kelompok terletak integrasi teori dengan model konseling, multi indra yang aktif, keterampilan intrapersonal yang memadai. Kami juga ppercaya para pemimpin perlu belajar lebih banyak cara untuk melibatkan anggota dalam proses terapi saat menggunakan teori konseling dan model intrapersonal. Terapis akan membutuhkan dan menuntut pelatihan yang lebih baik karena mereka menjadi lebih sadar isu hukum dan etika di seputar kerja konseling kelompok”.

Sebagai rekomendasi akhir, kiranya institusi penyelenggaran pendidikan konselor (perguruan tinggi yang mempunyai program study atau jurusan bimbingan dan konseling) sudah saatnya untuk lebih mengedepankan penyelenggaraan pendidikan yang memberikan pembobotan yang lebih pada mata kuliah keterampilan. Jangan sampai ada alumni dari program studi tersebut tidak mempunyai potensi dan skill yang memadai untuk menyelenggarakan praktik konseling pada umumnya, dan konseling kelompok khususnya.

Terapis akan membutuhkan dan menuntut pelatihan yang lebih baik karena mereka menjadi lebih sadar isu hukum dan etika di seputar kerja konseling kelompok. Sebagai rekomendasi akhir, kiranya institusi penyelenggara pendidikan konselor dan atau Perguruan tinggi yang mempunyai ProgramStudi atau Jurusan Bimbingan dan Konseling sudah saatnya untuk lebih mengedepankan penyelenggaraan pendidikan yang memberikan pembobotan yang lebih pada mata kuliah keterampilan. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari adanya pernyataan bahwa lulusan pendidikan bimbigan dan konsleing dana tau pendidikan konselor kurang bahkan tidak memiliki skill dan atau kompetensi dalam hal ini melakukan praktik konseling kelompok.

 

 

SUMBER

Kurnanto, M Edi. 2014. Konseling Kelompok, Bandung: Alfabeta

http://hamdimuhamad.blogspot.co.id/2016/02/pertemuan-v-isu-isu-kontemporer.html (diakses 22 Desember 2016)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar: