Ads block
Karakteristik Efektif Konselor
SEARCH
LATEST
SECCIONS
- Artikel (2)
- dinasti syafawi (1)
- makalah (21)
- Makalah Model Bimbingan dan Konseling (1)
- Novel (2)
- Puisi Kesedihan (2)
- slide (5)
About us
Total Pageviews
Karakteristik Efektif Konselor
KARAKTERISTIK EFEKTIF KONSELOR
PENDAHULUAN
Menjadi seorang
konselor merupakan suatu pekerjaan atau profesi yang mulia. Yakni membantu
manusia dalam menghadapi permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya secara
mandiri, dan mendedikasikan seluruh waktunya untuk keefektifan layanan
konseling. Mempunyai peran atau tugas sebagai konselor bila dilihat dari tujuan
praktisnya, konselor memiliki kesamaan dengan Da’i, yakni sama-sama membina,
memperbaiki, mencegah, serta memberdayakan manusia kepada potensi yang dimilikinya
(fitrah) sehingga kehidupannya jauh dari perilaku atau hal-hal yang dapat
menjadikan perilaku manusia menjadi maladatif.
Seorang konselor yang perannya membina, menolong serta mendidik manusia, menjadikan diri pribadinya sebagai contoh tauladan bagi orang lain. Yang dimana menjadi seorang konselor tentunya harus memiliki kepribadian dan akhlak yang luhur, serta karakter dan potensi yang baik. Karakter seorang konselor sangat diperhatikan di dalam kehidupan bermasyarakat terlebih lagi oleh kliennya. Seorang konselor harus mampu menjaga dan meningkatkan karakteristiknya sebagai konselor seideal mungkin. Karena karakteristik sangat mennetukan kepercayaan orang terhadapnya. Untuk meningkatkan karakteristiknya sebagai konselor, ada beberapa hal yang harus dipenuhi dan dilakukan oleh seorang konselor. Pada tulisan ini akan dibahas lebih lanjut mengenai kiat-kiat mengembangkan karakteristik konseloryang efektif.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Karakteristik Efektif Konselor
Beberapa pakar konseling telah mengadakan penelitian seperti Carkhuff
dan Truax (1965), Waren (1960), Virginia Satir (1967). Semua pakar tersebut
menemukan dari penelitiannya yaitu bahwa keefektifan konselor banyak ditentukan
oleh kualitas pribadiannya.[1]
Virginia Satir (1967) menemukan beberapa karakteristik konselor
sehubungan dengan pribadinya yang membuat konseling berjalan efektif.
Karakteristik-karakteristik tersebut adalah (1) resource person, artinya
konselor adalah orang yang banyak mempunyai informasi dan senang memberikan dan
menjelaskan informasinya. Konselor bukanlah pribadi yang maha kuasa yang tidak
mau berbagi dengan orang lain; (2) model of communication, yaitu bagus dalam
berkomunikasi, mampu menjadi pendengar yang baik dan komunikator yang terampil.
Dia bukan orang yang sok pintar dan mengejar pamor diri sendiri. Dia mampu
menghargai orang lain dan dapat bertindak sesuai dengan realitas yang ada baik
pada diri maupun di lingkungan.
Jay Haley (1971) mengemukakan kualitas pribadi konselor sesuai dengan
penelitiannya yaitu (1) fleksibilitas, yaitu mampu mengubah pandangan secara
realistik dan bukan mengubah kenyataan; (2) tidak memaksakan pendapat, mau
mendengarkan dengan sabar terhadap orang lain.
Munson (1961) dan Mills Cs. (1960) mengemukakan dua karakteristik yang
menentukan pribadi konselor; (1) konselor adalah seorang yang memiliki
kebutuhan untuk menjadi pemelihara (to be narturant); (2) konselor harus
memiliki intuisi dan penetrasi psikologis yang baik (intuitive and
psichological penetrating). Artinya dalam menghadapi klien, ia cepat menangkap
makna tersirat dari perilaku klien baik secara verbal dan non-verbal.
Menne (1975), mengungkapkan karakteristik konselor yang didapat dari
hasil penelitiannya yang menunjang kualitas pribadi konselor yaitu (1) memahami
dan melaksanakan etika profesional; (2) mempunyai rasa kesadaran diri mengenai
kompetensi, nilai-nilai, dan sikap; (3) memiliki karakteristik diri yakni
respek terhadap orang lain, ketengangan pribadi, memiliki kemampuan intuitif,
fleksibel dalam pandangan dan emosional stabil; (4) kemampuan dan kesabaran
untuk mendengarkan orang lain, dan kemampuan berkomunikasi.[2]
C.Gilbert Wrenn mengatakan kunci kualitas konselor adalah pada sikap
mengasuh (memelihara). Bila sikap ini tidak ada pada seorang konselor maka
sebenarnya ia bukanlah konselor.
Menurut Surya[3] ada
beberapa karakteristik kualitas konselor yang efektif, yaitu:
1.
Pengetahuan
mengenai diri sendiri. Artinya seorang konselor memahami dengan baik baik
dirinya, apa yang dilakukannya, masalah yang dihadapinya, dan masalah klien
yang terkait dengan konseling.
2.
Kompetensi.
Kompetensi mempunyai makna sebagai kualitas fisik, intelektual,
emosional, sosial, dan moral yang harus dimiliki konselor dalam membantu klien.
Kompetensi sangat penting bagi konselor, karena klien datang pada konseling
untuk belajar dan mengembangkan kompetensi yang dibutuhkan untuk mencapai yang
lebih efektif dan bahagia.
3.
Kesehatan
psikologis yang baik. Seorang konselor harus memiliki kesehatan psikis yang
lebih daripada kliennya. Kesehatan psikologis yang baik bagi seorang konselor
akan mendasari pemahaman perilaku dan keterampilan dan pada gilirannya akan
mengembangkan satu daya positif dalam konseling.
4.
Dapat
dipercaya. Artinya seorang konselor bukan sebagai suatu ancaman bagi
klien dalam konseling, namun sebagai pihak yang memberikan rasa aman dapat
dipercaya dapat diwujudkan dalam hal sebagai berikut: Menepati janji dalam
setiap perjanjian konseling, dapat menjamin kerahasiaan klien, bertanggung
jawab terhadap semua ucapannya dalam konseling.
5.
Kejujuran.
Artinya seorang konselor harus terbuka, otentik, dan sejati dalam
penampilannya. Hal ini sangat penting mengingat bahwa keterbukaan atau
kejujuran memudahkan konselor berinteraksi dalam suasana keakraban psikologis,
dan konselor dapat menjadi model bagaimana menjadi manusia jujur dengan cara –
cara yang konstruktif.
6.
Kekuatan atau
daya. Artinya bahwa seorang konselor memerlukan kekuatan untuk mengatasi
serangan dan manipulasi klien dalam konseling
7.
Kehangatan. Artinya
sebagai suatu konsidi yang mampu menjadi pihak yang ramah, peduli, dan dapat
menghibur orang lain. Kehangatan diperlukan dalam konseling karena dapat
mencairkan kebekuan suasana, mengundang untuk berbagi pengalaman emosional dan
memungkinkan klien hangat dengan dirinya.
8.
Pendengar yang
aktif. Menjadi pendengar yang aktif bagi konselor sangatlah pensting karena
dapat menunjukkan komunikasi dengan penuh kepedulian, merangsang dan
memberanikan klien untuk berinteraksi spontan terhadap konselor, dan klien
membutuhkan gagasan baru.
9.
Kesabaran. Dalam
proses konseling, konselor tidak dapat memaksa atau mempercepat pertumbuhan
psikologis klien untuk segera mengubah perilaku yang malapdatif. Hal ini
membutuhkan kesabaran untuk mencapai keberhasilan sehingga konselor tidak
memfokuskan pada klien akan tetapi lebih banyak terfokus pada cara dan tujuan.
10.
Kepekaan. Artinya
seorang konselor sadar akan kehalusan dinamika yang timbul dalaam diri klien
dan konselor sendiri. Kepekaan diri konselor sangat penting dalam konseling
karena hal tersebur akan memberikan rasa aman bagi klien dan akan lebih percaya
diri manakala berkonsultasi dengan konselor yang memiliki kepekaan.
11.
Kebebasan. Konselor
yang mempunyai kebebasan mampu memberikan pengaruh secara signifikan dalam
kehidupan klien, sambil konselorr memahami klien secara lebih nyata. Dalam hal
ini konselor tidak memaksakan kehendak maupuan nilai – nilai yang dimilikinya,
walaupun setiap konselor membawa nilai – nilai yang akan berpengaruh pada
proses konseling.
12.
Kesadaran
holistik atau utuh. Artinya konselor menyadari keseluruhan pribadi maupun
tampilan klien dan tidak memandang klien dari satu aspek tertentu saja. Dengan
demikian, konselor mampu memahami klien dari berbagai dimensi (dimensi pikiran,
perasaan atau tindakannya).
Menurut Willis,
karakteristik konselor pada kondisi di Indonesia secara umum dia memiliki
kepribadian sebagai: [4]
·
Beriman, bertaqwa
·
Menyenangi manusia
·
Komunikator yang terampil; pendengar yang
baik
·
Memiliki ilmu dan wawasan tentang manusia, sosial-budaya; merupakan
narasumber yang kompeten
·
Fleksibel, tenang, dan sabar.
·
Menguasai keterampilan teknik, memiliki
intuisi.
·
Memahami etika profesi.
·
Respek, jujur, asli, menghargai, tidak menilai.
·
Empati, memahami, menerima, hangat,
bersahabat.
·
Fasilitator, motivator.
·
Emosi stabil; pikiran jernih; cepat dan
mampu.
·
Objektif, rasional, logis, konkrit.
·
Konsisten, tanggung jawab.
B.
Urgensi Karakteristik Efektif bagi Konselor
1.
Memberikan Daya Tarik bagi Klien
Dalam
perspektif dakwah dan komunikasi, konselor memainkan peran sebagai dai atau
komunikator yang menyampaikan pesan kepada konseli sebagai komunikan agar dapat
memiliki sikap dan perilaku tertentu. Untuk mencapai tujuan itu persuasivitas
merupakan hal yang sangat penting.
Mempengaruhi atau mempersuasi seseorang terutama konseli merupakan hal yang
sangat penting dalam kegiatan konseling atau komunikasi. Untuk dapat membuat orang
terpengaruhi, tentunya harus memiliki daya tarik yang dimiliki konselor di
dalam dirinya sendiri. Selain daya tarik fisik, diantara faktor-faktor yang
mempengaruhi ketertarikan seseorang terhadap orang lain menurut Jalaluddin
Rakhmat adalah kemampuan (competence). Orang-orang yang sukses dalam
bidang apapun, profesional atau nonprofesional umumnya mendapat simpati orang
banyak.[5]
2.
Karakteristik
Konselor Mempengaruhi Kualitas Konselor
Menjadi konselor yang baik, yaitu konselor
yang efektif yaitu konselor yang mampu mengenali diri sendiri, mampu memahami
diri klien, memahami proses konseling, dan mampu mengusai maksud dan tujuan
dari konseling itu sendiri. Dalam membangun proses konseling merupakan hal penting
dan menentukan dalam melakukan konseling. Karena itu konselor harus bisa
membuat agar hubungan dalam bimbingan konseling menjadi sehangat dan senyaman
mungkin, sehingga proses konseling dapat berjalan dengan lancar dan tidak ada
hambatan-hambatan dalam hubungan konseling.
Seorang konselor tidak dapat
membangun hubungan konseling jika tidak mampu mengenali diri sendiri, diri
klien, tidak memahami maksud dan tujuan dan proses konseling. Agar mampu
memenuhi kebutuhan seorang klien seorang konselor arus memiliki pemahaman
tentang maksud dan tujuan proses konseling. Menjadi konselor yang efektif perlu
mengetahui makna kata efektif dalam proses konseling. Seorang
konselor yang efektif perlu mempunyai pandangan yang jelas tentang tujuan dan
maksud dari apa itu konseling, beberapa tujuan konseling adalah membatu klien
merasa lebih baik, membatu klien menadi percaya diri, melakukan perubahan
terhadap tingkah laku klien kearah positif, membatu klien agar memperoleh
keterampilan untuk mengahapi situasi pada saat ini dan kemudian hari dalam
cara-cara yang kontrukstif.
Aspek kunci lainnya dalam konseling yang
efektif adalah hubungan konseling yaitu kualitas hubungan antara konselor
dengan klien. Menurut Carl Rogers menyebutkan tiga kualitas utama yang di perlukan
seorang konselor agar konselingnya efektif, berikut merupakan tiga kualitas
tersebut:
a.
Cogruence (genuineness,
authenticity)
Maksud dari kongruensi adalah bahwa seorang
konselor yang efektif mampu membedakan individu mana yang betul–betul sesungguhna
adalah dirinya, yang benar–benar mengatakan apa yang ingin dikatakannya (means
exactly what he says), dan perasaan yang ada di dalam lubuk hatinya yang
terdalam adalah sama dengan yang dia ekspresikan. Orang semacam ini menerima
perasaan–perasaanyang ada di dalam dirinya dan orang lain paham “di
mana dia berdiri”. Dia adalah dirinya sendiri dan perasaan serta reaksinya
sesuai dan tepat sama dengan yang ada di dalam kesadarannya tentang
perasaan–perasaan dan reaksi–reaksinya ini.
Kongruensi sangat penting sebagai dasar sikap
yang harus dimiliki oleh seorang konselor. Konselor harus paham tentang dirinya
sendiri, baik pikiran, perasaan, dan pengalamannya harus serasi. Kalau
seseorang mempunyai pengalaman marah, maka perasaan dan pikirannya harus marah,
yang tercermin pula dalam tindakannya. Konselor harus memahami
bias–bias yang ada dalam dirinya, prasangka–prasangka yang mewarnai pikirannya
dan juga harus tahu kelemahan dan aset–aset yang dipunyainya. Jika konselor
menyadari hal ini.ia dapat membuat pembedaan antara dirinya dan orang lain dan
tahu bahwa orang lain bukan dirinya.
b.
Empathy
Empati adalah kemampuan
untuk mengetahui bagaimana merasakan perasaan orang lain. Secara sederhana,
empati dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk membayangkan diri sendiri
berada pada tempat dan pemahaman yang dimiliki orang lain, mencakup perasaan,
hasrat, ide-ide, dan tindakan-tindakannya.
Dalam dunia konseling,
pada dasarnya seorang konselor bekerja atas dasar dan melalui proses empati.
Pada proses konseling, baik konselor maupun konseli dibawa keluar dari dalam
dirinya dan bergabung dalam kesatuan psikis yang sama. Emosi dan keinginan
keduanya menjadi bagian dari kesatuan psikis yang baru ini. Sebagai
konsekuensinya, masalah–masalah konseli akan ditimpakan kepada seorang ”manusia
baru”, dan dalam hal ini konselor menanggung setengahnya. Stabilitas psikologis
dari kejelasan pikiran, keberanian dan kekuatan keinginan yang dimilki konselor
akan menyusup kedalam diri konseli, dan memberikan bantuan yang besar dalam
perjuangan kepribadiannya. Untuk itu seorang konselor harus mempunyai
empati.
c.
Unconditional
Positive Regard (Acceptance)
Memberikan perhatian kepada klien,
konselor memberikan perhatian tanpa syarat maksudnya konselor disini menerima
apa andanya sesuatu yang ada dalam diri klien,bahkan sesuatu yang memuakkan
orang lain, hal ini ida mudah untuk mencapainya oleh karena itu di perlukan
pengalaman, kesabaran, serta pengenalan diri sendiri terlebih dahulu.[6]
C.
Kiat-Kiat untuk Mengembangkan Karakteristik Efektif
Untuk menjadi konselor yang profesional,
seorang konselor harus menjadi konselor yang efektif. Konselor yang
efektif adalah yang memiliki pengetahuan akademik, kualitas pribadi, dan
keterampilan konseling. Yang dimaksud pengetahuan akademik disini adalah
pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang konselor yang berhubungan dengan
bidang konseling. Seorang konselor harus mengetahui layanan apa saja yang
digunakan dalam konseling, tahapan dalam konseling, pendekatan – pendekatan
dalam pkonseling serta masih banyak lagi yang semuanya dapat diperoleh dari
pembelajaran pada waktu perkuliahan, seminar – seminar, workshop – workshop
yang dapat menunjang pengetahuan akademik seorang konselor. Kualitas pribadi
merupakan kemampuan dari seorang konselor dalam melakukan konseling. Kualitas
pribadi seorang konselor yang efektif.
Seorang
konselor memiliki ketrampilan dan sifat – sifat yang harus ditanamkan pada diri
konselor. Berikut ciri – ciri pribadi tersebut:
1.
Beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa. Seorang konselor
harus empunyai sifat religius, hal ini dapat dibuktikan dari pengambilan
keputusan ataupun saran, nasihat kepada seorang klien, selain itu
pendekatan secara religius sangat dibutuhkan agar seorang klien yang mempunya
permasalahan, seorang klien tetap sadar akan tujuan dan harkat manusia
diciptakan di bumi sehingga seorang klien mampu berpikir secara rasional.
2.
Konselor harus mempunyai pandangan tentang manusia sebagai makhluk
individual spiritual bermoral dan sosial. Hendaknya seorang konselor memandang
klien bukan sebagai makhluk yang dapat di perlakukan semena – mena sesuai
dengan rasa senang konselor atau seorang klien dan masalah yang dihadapi klien
hanya dianggap sebuah permainan semata, seorang konselor hendaknya memandang
klien sebagai makhluk dalam lingkunga dan suasana yang bermoral sehingga
keputusan konselor yang diambil nanti tidak hanya didasarkan pada pemikiran
secara logika ataupun rasional, tapi berdasarkan pengalaman dan realita yang terjadi
dalam masyarakat maupun lingkungannya. Karakteristik ini juga memiliki sebuah
makna bahwa seorang klien sedang berada dalam proses perkembangan yang sedang
berkembang untuk mencapai tingkat tugas dengan segala kekuatan kelebihan
kelemahan yang hidup dalam satu lingkungan masyarakat.
3.
Seorang konselor menghargai harkat dan martabat dan hak asasi
serta sikap demokratis. Karakteristik ini menunjukkan bahwa seorang konselor
dan klien sma-sama mempunyai harkat dan martabat yang semua itu harus dijunjung
tinggi dan seorang konselor haru menghargai hak asasi kliennya. Semisal seorang
klien berhak memperoleh perlakuan yang sama, hendaknya seorang konselor tidak
membedakan klien satu dengan klien yang lain.
4.
Menampilkan nilai moral dan norma yang berlaku dan berakhlakul
karimah. Ini memberikan sebuah gambaran bahwa seorang konselor harus bertindak
dan berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku pada masyarakat.
5.
Menampilkan integritas dan stabilitas kepribadian dan kematangan
emosional. Seorang konselor hendaknya memiliki kepribadian yang utuh sehingga
tidak mudah terpengaruh oleh keadaan dan suasana yang timbul pada saat proses
konseling. Konselor tidak boleh hanyut dalam permasalahan klien.
6.
Cerdas kreatif mandiri dan berpenampilan menarik. Ciri ini sangat
dibutuhkan oleh seorang konselor yang berguna dalam proses pengambilan
keputusan, selain itu konselor memilki penampilan yang menarik, konselorharus
mampu menarik hati klien karena banyak klien yang mempunyai pandangan kreatif
kepada konselor membuat
konselor ebih efektif.
Konselor
yang tinggi gengsi dan sok fanatik dengan aliran atau ajaran tertentu, tidak
dapat membantu klien dengan efektif, karena dia amat menggurui klien dan banyak
nasihat.[7] Menurut
Geldard[8],
hubungan konseling dapat efektif jika konselor yang memakai pendekatan terpadu
berusaha untuk:
1.
Bersikap tulus dan menjadi diri apa adanya
Untuk
menjadi konselor harus menampilkan diri apa adanya: seorang individu yang
tampil seutuhnya sebagai dirinya. Segala sesuatu tentang konselor sebagai
seorang pribadi harus sejatinya. Konselor berbicara dengan bahasa yang jujur,
sederhana, dan dapat dimengerti oleh klien. Tidak ada kepura-puraan, komunikasi
yang tidak menghakimi, menunjukkan pengetahuan, dan memberikan dukungan kepada
klien. “The counselor aligns with his/him
client by listening, observing without judgement, demonstrating knowledge, and
offering encouragement and support.” Konselor
yang efektif akan memberikan kesempatan klien untuk bertanya dan
mengklarifikasi hal yang tampak membingungkan.
2.
Berempati, bersikap hangat, dan menunjukkan kepekaan dalam hubungan
harmonis yang dilandasi saling pengertian.
Sebagai konselor tidak melulu menjadi pengikut atau pemimpin, meski
ada saat-saat ketika kita mengikuti dan ada saat-saat ketika kita memimpin.
Yang paling sering dilakukan konselor adalah mencoba berjalan bersama klien;
pergi ke arah yang ia pilih, menjelajah hal-hal yang dipilih klien, bersikap
hangat, terbuka, ramah, penuh perhatian, peduli, apa adanya, dan tulus. Hal ini akan menimbulkan rasa aman dan
kepercayaan akan terbangun.
Konselor
harus membangun empatinya dengan menunjukkan komitmen untuk membantu klien.
Konselor harus datang tepat waktu pada jam sesi konseling, juga dapat menelepon
klien saat klien menghilang dari sesi konseling. Mike Quirke menjelaskan, “It is very important for therapists to
arrive on time their appointments to return their client’s phone calls
promptly, and to be reachable in cases in cases of emergency”.
3.
Tidak menghakimi dengan penerimaan positif tanpa syarat
Penerimaan positif tanpa syarat berarti penerimaan terhadap klien
secara utuh, dengan segala kelebihan dan sifat-sifat positif mereka. Bukan
berarti menerima sesuai standar nilai yang dimiliki klien, tetapi sikap ini
mempunyai arti bahwa menerima klien seperti apa adanya sekarang. Selain itu,
Stewart menyatakan tentang penerimaan konselor terhadap klien bahwa; a
counselor must respect the worth and dignity of a client regardless of the
client’s behavior, attitudes creeds, sex, age, or sosioeconomic status.[9]
4.
Menunjukkan perhatian, pengertian, dan dukungan
Sikap perhatian
mencakup tindakan menyimak apa saja yang dikatakan klien dengan serius.
Konselor harus menempatkan diri pada jalan pikiran yang sama dengan klien;
tidak hanya menempatan diri pada kata yang diucapkannya, tetapi juga secara
mendalam memahami cerita klien dan pandangannya terhadap dunianya. Konselor
memberikan suatu kecenderungan dengan menyelami dan mempelajari tingkah laku,
pikiran, perasaan klien yang dapat dicapai dan dimengerti oleh konselor.
5.
Bersilakap kolaboratif dan menunjukkan penghargaan terhadap
kompetensi klien
Kebutuhan-kebutuhan
klien akan dapat dipenuhi secara lebih optimal jika konselor memiliki tingkat
penghargaan yang tinggi terhadap kemampuan atau kompetensi klien sendiri ketika
ia sedang melakukan kerja sama dengan kliennya. Penting bagi konselor
kompetensi klien dan memegang keyakinan bahwa klien memiliki kekuatan-kekuatan
dalam dirinya yang ia perlukan untuk mengjadapi problem-problem yang
mengganggu, menemukan solusi-solusi problem, membuat keputusan-keputusan,
mengubah perilaku, dan melakukan perubahan-perubahan yang diinginkan.
6.
Menunjukkan kemampuan dalam menggunakan keterampilan-keterampilan
konseling sesuai dengan maksud dan tujuannya.
Agar
hubungan konseling dapat sepenuhnya efektif, konselor harus cakap dalam
mengaplikasikan keterampilan-keterampilan konseling. Keterampilan-keterampilan
inilah yang akan membantu konselor membangun sebuah hubungan yang mencakup
kualitas-kualitas di atas. Konselor harus mengetahui kapan sebaiknya
menggunakan masing-masing jenis keterampilan, dan harus memiliki pemahaman atas
keseluruhan proses konseling yang berjalan pada tiap-tiap sesi dan pada seluruh
rangkaian konseling.
Konselor adalah orang yang memiliki kualitas
dan ciri-ciri dimana itu akan sangat membatu profesi yang di sandangnya.
Menurut corer bahwa seorang konselor itu memiliki ciri-ciri sebagai berkut:
1.
Memiliki cara-cara sendiri. Seorang konselor mempunyai
pengembangan yang unik dan mempunyai pandangan berdasarkan kempuan dirinya
sendiri walaupun konselor disini memakai ide-ide dan tehnik dari orang lain.
2.
Memiliki kehormatan diri dan apresiasi diri. Seorang konselor
dapat meminta, dibutuhkan dan menerima keberadaan orang lain dan tidak menutup
diri dari orang lain dan tidak menampilkan suatu kekuatan yang semu.
3.
Mempunyai kekuatan yang utuh. Seorang konselor harus mengenal dan
menerima dirinya, dan mereka merasa nyaman bersama orang lain.konselor juga
tidak meremehkan orang lain dan tidak juga mempertahankan ketidakberdayaan dan
ketergantungan terhadap seorang konselor.
4.
Terbuka untuk kebaikan dan memiliki keberanian untuk
mengambil resiko yang lebih besar. Mereka mengembangkan pemikiran secara luas
dan mau keluar dari rasa nyaman mereka dan mu memberanikan diri untuk mengambil
resiko dari tindakan ataupun keputusan yang di ambil untuk konselor.
5.
Terlibat dalam proses-proses pengembangan kesadaran tentang diri
dan orang lain. Kesadaran yang terbatas akan membawa manusia kedalam kebebasan
yang terbatas pula, karena kesadaran meningkatan kemungkinan untuk lebih kaya
dan terus memuncak di berbagai tingkat sperti emosi, nilai, keyakinan dll.
6.
Memiliki identitas diri. Artinya bahwa mereka mengetahui siapa
dirinya, apa yang ingin di capai, keinginan dalam hidup, dan hal-hal yang
penting bagi mereka. Dan mereka adalah orang yang selalu berjuang untuk menjadi
dirir sendiri dan mencari arti esensial hidup.
7.
Mempunyai rasa empati yang tidak posesif. Mampu mengalami
dan mengetahui dunia orang lain sehingga dapat mengetahui dunia orang lain
tanpa kehilangan jati dirinya sendiri.
8.
Hidup. Pilihan mereka berorientasi pada kehidupan. Perasaanya
sangat mendalam, sangat berpartisipasi dalam hidup, menyenangi hidup, dan lebih
memilih palaha secara langsung di banding secara sekunder.
9.
Memberi dan menerima kasih sayang. Dapat memberi bantuan dengan
sepenuh hati dan dengan ketulusan hati serta kasih sayang kepada klien,
mempunyai kemampuan untuk mengerti orang lain.
10.
Hidup pada masa kini. Mereka tidak mengecap dirinya sebagai
seseorang masa langsung dan masa yang akan datang tetapi mereka adalah orang
yang ada pada saat ini.[10]
PENUTUP
Pentingnya memiliki
karakteristik konselor yang efektif adalah membuat klien percaya dan yakin
terhadap pribadinya. Selain itu karateristik yang efektif juga sangat
mempengaruhi kualitas diri pribadi konselor itu sendiri.
Menjadi konselor efektif mempunyai standar pendidikan konselor yang telah ditempuh, mempunyai pribadi yang masuk pada karakteristik konselor, baik dalam sesi konseling maupun menjadi diri sendiri. Selain itu, pengembangan pribadi konselor dapat dilakukan untuk menjaga keseimbangan energi dan emosi-emosi.
SUMBER
Arifin, Eva.
2010. Teknik Konseling di Media Massa, Yogyakarta: Graha Ilmu
Geldard Katryn,
Geldard David. 2011. Keterampilan Praktik Konseling, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hartono, Soedarmadji, Boy. 2012. Psikologi
Konseling, Jakarta: Kencana
Lesmana, Jeanette Murad. 2005. Dasar-Dasar Konseling, Jakarta: UI Pers
Rakhmat,
Jalaluddin. 2003. Psikologi Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Surya, M. 2003. Psikologi
Konseling, Bandung: C.V. Pustaka Bani Quraisy
Willis, Sofyan
S. 2014. Konseling Individual Teori dan Praktek, Bandung: Alfabeta
[1] Sofyan S.
Willis, Konseling Individual Teori dan Praktek, (Bandung: Alfabeta,
2014), hlm. 79-80.
[2] Ibid.,
hlm. 80.
[3] M Surya, Psikologi Konseling,
(Bandung: C.V. Pustaka Bani Quraisy, 2003)
[4] Sofyan S.
Willis, Op.cit., hlm. 86-87.
[5] Jalaluddin
Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003),
hlm. 117.
[6]Jeanette Murad Lesmana, Dasar-Dasar Konseling, (Jakarta: Universitas
Indonesia Pers, 2005), hlm. 58-59.
[7] Sofyan S.
Willis, Op.cit., hlm. 84.
[8] Katryn
Geldard, David Geldard, Keterampilan Praktik Konseling, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 24-35.
[9] Eva Arifin, Teknik Konseling di Media Massa,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 152.
[10] Hartono dan Boy
Soedarmadji, Psikologi Konseling, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 67-68.
Cari Blog Ini
- September 2021 (6)
- Juni 2019 (12)
- April 2017 (1)
- Januari 2017 (2)
- Desember 2016 (2)
- September 2016 (1)
- Mei 2016 (8)
- April 2016 (7)
- Maret 2016 (2)
- November 2015 (3)
- Juli 2015 (1)
- April 2015 (2)
- Maret 2015 (2)
- Februari 2015 (1)
- November 2014 (1)
- Februari 2014 (1)
Translate
Popular Posts
-
PERADABAN ISLAM DI ASIA TENGGARA Disusun Oleh M khuzaifah ...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan po...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepribadian pada hakikatnya merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia secara ...