Dakwah Sebagai Disiplin Ilmu



 Dakwah Sebagai Disiplin Ilmu
Disusun Oleh:

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Setiap ilmu pengetahuan mempunyai objek studi, karena ia merupakan salah satu syarat pokok ilmu pengetahuan, disamping syarat-syarat lain yakni metodik, universal, dan sistematis. Begitu juga halnya dengan dakwah, agar menjadi sebuah disiplin ilmu maka haruslah objektivitas, bermetodos, universal, dan sistematis.
Pengetahuan tentang kenyataan dakwah atau aktifitas penyampaian ajaran Islam kepada orang atau kelompok yang lain dapat disusun tentang ilmu pengetahuan dakwah atau disebut dengan ilmu dakwah. Berbicara tentang dakwah, tentu berkaitan dengan ilmu. Hal yang sangat mendasar dalam berdakwah adalah ilmu. Seseorang akan berhasil dalam berdakwah jika mengetahui ilmunya.
Ilmu pengetahuan itu harus memiliki objek studi yang menjadi lapangan penelitian. Dalam hal ini ada yang menyangkut objek materi dan objek formal. Ilmu adalah kumpulan pengetahuan. Namun bukan sebaliknya kumpulan ilmu adalah pengetahuan. Kumpulan pengetahuan agar dapat dikatakan ilmu harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang dimaksudkan adalah objek material dan objek formal. Setiap bidang ilmu baik itu ilmu khusus maupun ilmu filsafat harus memenuhi ke dua objek tersebut. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang tidak sekedar ilmu semata-mata, tetapi pengetahuan yang disertai dengan penyelidikan yang mendalam hingga dapat diyakini kebenarannya serta diketahui apa sebabnya demikian, dan mengapa harus demikian. Hal inilah yang melatarbelakangi pentingnya objek kajian dalam keilmuan dakwah.
B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana keilmuan dakwah?
2.      Apakah objek studi  ilmu dakwah?
3.      Apakah objek materil dan objek formal ilmu dakwah?
C.       Tujuan
1.      Mengetahui struktural keilmuan dakwah.
2.      Mengetahui objek kajian ilmu dakwah.
3.      Mengetahui objek materil dan formal ilmu dakwah

BAB II
PEMBAHASAN
A.      Dakwah Sebagai Disiplin Ilmu
Jalaluddin Rahmat mengatakan bahwa ”dakwah adalah fenomena sosial yang dirangsang keberadaannya oleh nash-nash agama Islam. Fakta-fakta sosial tersebut dapat di kaji secara empiris terutama pada aspek proses penyampaian dakwah serta internalisasi nilai agama bagi penerima dakwah”.[1]
Dakwah yang demikian itu baik yang dilakukan secara perorangan atau kelompok atau lembaga, yang dilakukan dengan berbagai media atau pendek kata dakwah dengan segala problematikanya adalah merupakan kenyataan sosial yang dapat diamati sehinnga merupakan pengetahuan. Pengetahuan tentang dakwah di atas dapat dikembangkan menjadi suatu ilmu pengetahuan tentang dakwah.
Untuk memahami persoalan ini terlebih dahulu harus dipahami apa yang disebut pengetahuan dan apa yang disebut dengan ilmu pengetahuan serta bagaimana proses yang berlangsung suatu ilmu pengetahuan bisa berubah atau meningkat menjadi ilmu pengetahuan.
Pengetahuan yang dalam bahasa inggrisnya knowledge adalah gambaran atau kesan yang terdapat dalam pikiran manusia tentang suatu hal baik mengenai sesuatu yang konkret maupun abstrak sebagai hasil dari penangkapan beberapa indranya.
S. I Poeradisastro mengartikan ”pengetahuan itu sebagai: kumpulan fakta yang saling berhubungan satu sama lain mengenai suatu hal tertentu”. [2]
Objek pengetahuan manusia itu bermacam-macam ada yang kalanya, tentang dirinya, tentang benda-benda di sekelilingnya, tentang alam raya ini, tentang kehidupan manusia sehari-hari, tentang kegiatan keagamaan, dan sebaginya. Pengetahuan itu dapat diperoleh dengan tidak sengaja. Pengetahuan itu oleh Poedjawijadna dikatakan bisa berupa pengetahuan khusus dan berupa pengetahuan umum. Sedangkan pengetahuan umum yang merupakan pengetahuan yang berlaku bagi seluruh macam dan masing-masing dan macamnya.
Apabila hal ini diterapkan  dalam dakwah, maka pengetahuan tentang suatu segi dari beberapa segi pelaksanaan dakwah adalah merupakan pengetahuan yang khusus mengenai segi dakwah tersebut. Apabila pengetahuan itu semakin dalam dan ditambah dengan pengetahuan-pengetahuan yang lain mengenai segi-segi lain yang lebih luas dari dakwah maka pengetahuan itu dapat berkembang menjadi pengetahuan umum tentang dakwah.
Antara dakwah dan ilmu dakwah tidaklah sama, keduanya memiliki perbedaan yang jauh. Dakwh sebagai aktifitas merupakan sesuatu yang telah muncul sejak adanya kenabian yang awalnya disampaikan oleh Rasulullah saw.
Berbeda dengan ilmu dakwah, walaupun dakwah sudah in hern dengan gerak Islam sejak awalnya, namun tidak dengan ilmu dakwah. Ilmu dakwah bisa dikatakan ilmu yang relatif baru. Ilmu dakwah lahir belakangan jika dibandingkan dengan ilmu keislaman lainnya,, seperti ulumul qur’an, ulumul hadits, dan lain sebagainya. Sebagai disiplin ilmu yang masih baru, awalnya ilmu dakwah belum memiliki tradisi keilmuan yang mapan dibandingkan dengan disiplinn ilmu lain.
Ilmu dakwah dimaksudkan sebagai seperangkat ilmuan yang mempelajari tentang bagaimana dakwah atau proses pembumian Islam dilakukan. Maka dalam ranah inilah, ilmu dakwah sebenarnya sebenarnya lebih dekat ke arah ilmu komunikasi sosial. Oleh karenanya, ilmu dakwah dengan sendirinya merupakan bagian ilmu-ilmu sosial, yang dirumuskan dan dikembangkan dengan mengikuti norma ilmiah dari ilmu-ilmu sosial.
Dalam hal ini, kelayakan ilmu dakwah sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri kini sudah menjadi suatu yang logis, dan tidak diragukan lagi sebagaimana sebelumnya setelah melalui berbagai kajian dan seminar-seminar panjang yang dilakukan di berbagai tempat untuk menguji keabsahan ilmu dakwah.

B.       Objek Studi Ilmu Dakwah
Sebelum mendiskusikan objek kajian ilmu dakwah, terlebih dahulu akan dikemukakan pendapat al-Faruqi tentang dakwah.[3] Dalam salah satu karyanya, Ismail al-Faruqi mengemukakan, dakwah berhubungan dengan Islam. Islam menempatkan yang benar dan yang salah dengan sangat jelas. Kebenaran menjadi nyata karena di sisi lainnya kesalahan menjadi tampak nyata.
Dakwah Islam memihak kepada kebenaran, Al-haq dan Ma’ruf karena kebenaran, Al-haq dan Ma’ruflah yang sesuai dengan fitrah manusia. Ilmu dakwah ilmu transformatif untuk mewujudkan ajaran yang bersifat fitri (Islam) menjadi tatanan Khairu Al-ummah atau mewujudkan iman menjadi amal saleh kolektif yang tumbuh dari kesadaran intelektual yang sepenuhnya berpihak kepada kemanusiaan.
Syarat-syarat dari ilmu pengetahuan adalah objektif. Syarat ini mengandung pengertian, yaitu:[4]
1.             Bahwa ilmu pengetahuan itu harus memilki objek studi yang menjadi lapangan penilitian. Dalam hal ini ada yang menyebutkan dengan objek materi dan objek formal. Dalam objek yang sama maka lapangan penyelidikan itu disebut dengan objek material sedangkan dari sudut mana objek material itu disoroti disebut dengan objek formal. Objek formallah yang menentukan macam ilmu jika ada beberapa ilmu yang memiliki objek meterial yang sama.
2.             Objektif itu juga berarti bahwa ilmu itu harus sesuai dengan keadaan objeknya dan persesuaian antara pengetahuan dan objeknya itulah yang disebut kebenaran.

C.       Objek Materil dan Objek Formal Ilmu Dakwah
Objek material adalah sesuatu hal yang dijadikan sasaran pemikiran (Gegenstand), sesuatu hal yang diselidiki atau sesuatu hal yang dipelajari. Objek material mencakup hal konkrit misalnya manusia,tumbuhan, batu ataupun hal-hal yang abstrak seperti ide-ide, nilai-nilai, dan kerohanian. Objek formal adalah cara memandang, cara meninjau yang dilakukan oleh peneliti terhadap objek materialnya serta prinsip-prinsip yang digunakannya. Objek formal dari suatu ilmu tidak hanya memberi keutuhan suatu ilmu, tetapi pada saat yang sama membedakannya dari bidang-bidang yang lain. Satu objek material dapat ditinjau dari berbagai sudut pandangan sehingga menimbulkan ilmu yang berbeda-beda.
Adapun objek penelaahan ilmu dakwah adalah memiliki objek-objek material dan objek formal. Objek material ilmu dakwah sebagaimana ilmu-ilmu sejenis lainnya adalah tentang tingkah laku manusia. Sedangkan objek formalnya adalah  usaha manusia untuk menyeru atau mengajak manusia lain dengan ajaran Islam agar menerima, meyakini, dan mengamalkan  ajaran Islam bahkan memperjuangkannya”. Dengan demikian, maka yang menjadi objek telaah ilmu dakwah adalah manusia dengan segala sikap tingkah lakunya yang berkaitan dengan aktifitas dakwah.[5]
Utuk menjadikan manusia sebagai objek material, kita membutuhkan gambaran definitif manusia.[6] Bagaimana sains bisa meneliti bila objeknya belum terlintas gambarannya. Begitu kita sudah membuat abstraksi dari objek material dan kita bisa membedakan dari yang lain, kita dituntut untuk lebih memfokuskan pada bagian tertentu dari objek material. Fokus pada bagian tertentu ini dinamakan dengan objek formal. Beberapa sains bisa sama dari segi objek materialnya, tetapi harus berbeda dari objek formalnya. Hanya objek formal yang membedakan antara satu sains dengan sains yang lain. Kembali kepada manusia sebagai contohnya, hampir semua disiplin ilmu sosial mengakui manusia sebagai objek materialnya. Hanya saja sudut pandang masing-masing disiplin ilmu ini berbeda.
Objek forma ilmu dakwah adalah sudut pandang tertentu yang dikaji dalam disiplin utama ilmu dakwah, yaitu disiplin tabligh, pengembangan masyarakat Islam dan pengembangan masyarakat Islam dan managemen dakwah. Sedangkan Objek material ilmu dakwah, menurut penjelasan Cik Hasan Bisri adalah unsur substansial ilmu dakwah yang terdiri dari enam komponen, yaitu da’i , mad’u, metode, materi, media dan tujuan dakwah.[7]
Amrullah Achmad berpendapat, objek material ilmu dakwah adalah semua aspek ajaran Islam (Al-Qur’an dan al-sunnah), hasil ijtihad dan realisasinya dalam sistem pengetahuan, teknologi, social, hukum, ekonomi, pendidikan dan lainnya, khususnya kelembagaan Islam. Objek material ilmu dakwah inilah yang menunjukkan bahwa ilmu adalah satu rumpun dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya, karena objek yang sama juga dikaji oleh ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti fiqih, ilmu kalam dan lainnya. Ilmu dakwah menemukan sudut pandang yang berbeda dengan ilmu-ilmu keislaman itu pada objek forma-nya yaitu kegiatan mengajak umat manusia supaya kembali kepada fitrahnya sebagai muslim dalam seluruh aspek kehidupannya.
Dalam mengemukakan objek material ilmu dakwah, para ahli berbeda pendapat. Amrullah Ahmad dan Asep Muhiddinmenyatakan dalil-dalil normatif Islam (Al-Qur’an, Al-Sunnah, dan Ijtihad ulama), sementara realitas dakwah yang meliputi unsur-unsur dakwah diajukan oleh Cik Hasan Basri, Imam Sayuti farid, dan Sukriadi Sambalas. Ini berarti ilmu dakwah dipandang oleh sebagian sarjana berasal dari ilmu-ilmu keislaman dan masuk wilayah sains humaniora, tetapi para sarjana yang lain melihat ilmu dakwah sebagai sains sosial. Dalam perbedaan ini Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag memandang bahwa ilmu dakwah lebih tepat masuk dalam rumpun sains sosial.[8] Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan kita memerlukan kajian normatif keislaman tentang dakwah, seperti tafsir dakwah dan fikih dakwah.
Beberapa defenisi Ilmu Dakwah tersebut menekankan aspek dakwah sebagai realitas sosial, bukan dakwah sebagai kewajiban setiap muslim. Pandangan dakwah sebagai kewajiban akan mengarahan Ilmu Dakwah sebagai kajian normatif. Kajian normatif dakwah melibatkan Al-Qur’an dan Al-Sunnah sebagai pijakan utama. Ia tidak hanya menafsirkan nash yang terkit dengan dakwah, namun menghubungkan secara timbal balik antara nash dan realitas sosial.
Objek materil Imu Dakwah yang diajukan para ahli belum dapat  diabstraksikan dengan baik. Kita tidak bisa mendefenisikan secara tepat suatu konsep yang terdiri dari Al-Qur’an, Al-Sunnah, dan ijtihad. Begitu pula konsep unsur-unsur dakwah juga sulit dirumuskan dalam gambaran realitas. Prose, hubungan, prilaku dan sejenisnya hanya dapat menjadi bentuk objek formal sains, bukan objek material sains. Untuk itu manusialah yang menjadi objek material ilmu dakwah.[9] Dalam proses dakwah, manusia terbagi dalam dua peran, yaitu sebagai pendakwah maupun mitra dakwah.
Banyak sains yang menjadikan manusia sebagai objek materialnya. Semua kegiatan dkwah ditentukan oleh konstruksi pendakwah atas unsur-unsur dakwah. Ketika kita menyoroti manusia sebagai pendakwah, kita akan menemukan kerangka referensinya, seperti keilmuan, keimanan, status sosial, perilaku, kemampuan, dan sebagainya. Ilmuan dakwah melihat bagaimana pendakwah melakukan pemberdayaan masyarakat dengan pilihan strateginya, ilmuan dakwah hanya menganalisis pilihan tersebut dengan pilihan komponen lainnya. Pendakwah tidak dapat menjelaskan keberhasilan atau kegagalan dakwahnya, ilmuan dakwah harus bisa menjelaskan demikian seterusnya. Dengan demikian, objek material Ilmu Dakwah adalah manusia sebagai pendakwah maupun mitra dakwah. Objek formalnya adalah penyampaian ajaran islam oleh pendakwah.
Dengan objek kajian tersebut, Ilmu Dakwah mengklaim diri sebagai bagian dari sains sosial, ilmu dakwah bukan kajian normatif sebagaimana ilmu tauhid, ilmu fikih, dan ilmu tasauf. Penelitian tafsir dakwah dapat didekatkan pada studi Ilmu Tafsir, hadis dakwah pada studi Ilmu Hadis, fikih dakwah pada Ilmu Fikih, dan sebagainya.
Karena itu, ilmuan dakwah harus memiliki metodologi sains sosial yang mendalam serta mengetahui masing-masing unsur dakwah dengan baik.
















BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
1.    Objek pengetahuan manusia itu bermacam-macam ada yang kalanya, tentang dirinya, tentang    benda-benda di sekelilingnya, tentang alam raya ini, tentang kehidupan manusia sehari-hari, tentang kegiatan keagamaan, dan sebaginya. Pengetahuan itu dapat diperoleh dengan tidak sengaja. Pengetahuan itu oleh Poedjawijadna dikatakan bisa berupa pengetahuan khusus dan berupa pengetahuan umum. Sedangkan pengetahuan umum yang merupakan pengetahuan yang berlaku bagi seluruh macam dan masing-masing dan macamnya.
2.    ilmu pengetahuan itu harus memilki objek studi yang menjadi lapangan penilitian. Dalam hal ini ada yang menyebutkan dengan objek materi dan objek formal. Dalam objek yang sama maka lapangan penyelidikan itu disebut dengan objek material sedangkan dari sudut mana objek material itu disoroti disebut dengan objek formal. Objek formallah yang menentukan macam ilmu jika ada beberapa ilmu yang memiliki objek meterial yang sama.
3.    Objek penelaahan ilmu dakwah adalah memiliki objek-objek material dan objek formal. Objek material ilmu dakwah sebagaimana ilmu-ilmu sejenis lainnya adalah tentang tingkah laku manusia. Sedangkan objek formalnya adalah  usaha manusia untuk menyeru atau mengajak manusia lain dengan ajaran Islam agar menerima, meyakini, dan mengamalkan  ajaran Islam bahkan memperjuangkannya.

B.       Saran
Keberhasilan dakwah sangat bergantung pada objek kajian dakwah, baik formal maupun material, maka hendaknya kita sebagai mahasiswa dakwah mengetahui tentang objek ilmu dakwah.




DAFTAR PUSTAKA
Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag. Ilmu Dakwah. Jakarta: kencana, 2004
Muhammad sulthon.  Desain ilmu dakwah. Yogyakarta:  pustaka pelajar, 2003
Drs. Samsul Munir Amin, M.A. Ilmu Dakwah. Jakarta:  Amzah, 2009
Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag.  Ilmu Dakwah. Jakarta:  Kencana,2009


[1] Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag, Ilmu Dakwah, (Jakarta: kencana, 2004), hlm. 189.
[2] Ibid., hlm. 190.
[3] Muhammad sulthon, Desain ilmu dakwah, (Yogyakarta: pustaka pelajar, 2003), hlm. 54.
[4] Dr. Moh. Ali Aziz, op.cit., hlm. 193.
[5] Drs. Samsul Munir Amin, M.A, Ilmu Dakwah,(Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 29-30
[6] Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana,2009), hlm. 55.
[7] Muhammad sulthon, op.cit., hlm. 58.
[8] Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag, op.cit, hlm. 60.
[9] Ibid., hlm. 60.

Tidak ada komentar: