Ads block
Konsep Kepribadian dan Keterkaitannya dengan Bimbingan Konseling
Konsep Kepribadian Oleh: M KHUZAIFAH A. Pendahuluan Dalam kehidupan manusia sebagai individu atau pun makhluk sosial, kepribadian senan…
Baca selengkapnya »
SEARCH
LATEST
3-latest-65px
SECCIONS
- Artikel (2)
- dinasti syafawi (1)
- makalah (21)
- Makalah Model Bimbingan dan Konseling (1)
- Novel (2)
- Puisi Kesedihan (2)
- slide (5)
About us
Total Pageviews
Konsep Kepribadian dan Keterkaitannya dengan Bimbingan Konseling
Konsep
Kepribadian
Oleh: M KHUZAIFAH
A.
Pendahuluan
Dalam kehidupan
manusia sebagai individu atau pun makhluk sosial, kepribadian senantiasa
mengalami warna-warni kehidupan. Ada kalanya senang, tentram, dan gembira. Akan
tetapi pengalaman hidup membuktikan bahwa manusia juga kadang-kadang mengalami
hal-hal yang pahit, gelisah, frustasi dan sebagainya. Ini menunjukan bahwa
manusia mengalami dinamika kehidupan.
Kepribadian
pada hakikatnya merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia secara umum yang
tercermin dari ucapan dan perbuatannya. Kepribadian
berbeda dengan karakter, karena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai.
Meskipun demikian baik kepribadian maupun karakter berwujud tingkah laku yang
ditujukan ke lingkungan sosial, keduanya relatif permanen serta menuntun,
mengerahkan dan mengorganisasikan aktifitas individu. Kepribadian meliputi
segala corak perilaku dan sifat yang
khas dan dapat diperkirakan pada diri seseorang atau lebih bisa dilihat dari
luar, yang digunakan untuk bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap rangsangan,
sehingga corak tingkah lakunya itu merupakan satu kesatuan fungsional yang khas
bagi individu. Wujud tingkah laku yang ditujukan kelingkungan tersebut tentu
terus berkembang dan adanya komponen-komponen atau faktor-faktor yang
mempengaruhinya yang saling berinteraksi sehingga membentuk suatu kepribadian.
Dalam tulisan
ini akan dijelaskan mengenai komponen atau aspek-aspek kepribadian tersebut,
faktor yang mempengaruhi perkembangannya, keterkaitan teori kepribadian dan
pendekatan konseling, serta pembentukan karakteristik kepribadian.
B.
Konsep Kepribadian
Konsep-konsep
kepribadian sebenarnya merupakan aspek-aspek atau komponen-komponen kepribadian karena pembicaraan mengenai kepribadian senantiasa
mencakup apa saja yang ada di dalamnya, seperti karakter, sifat-sifat, dan
lainnya. Interaksi antara berbagai aspek tersebut kemudian terwujud sebagai
kepribadian.
Ada beberapa
konsep yang berhubungan erat dengan kepribadian bahkan kadang-kadang disamakan
dengan kepribadian. Konsep-konsep yang berhubungan dengan kepribadian
diantaranya ialah character, temperament, traits, type dan habit.[1]
1.
Character (Watak)
Penjelasan umum
mengenai watak ialah kepribadian yang dipengaruhi oleh motivasi yang
menggerakkan kemauan sehingga orang tersebut bertindak. Yang dimaksudkan bahwa
kepribadian seseorang menunjukkan tindakan akibat kemauan yang teguh dan kukuh
maka ia dinamakan seseorang yang berwatak atau sebaliknya. Menurut Sumadi
(1985) dikutp dari Sunaryo (2004), watak adalah keseluruhan atau totalitas
kemungkinan-kemungkinan bereaksi secara emosional dan volisional seseorang yang
terbentuk selama hidupnya oleh unsur-unsur dari dalam (dasar, keturunan, dan
faktor-faktor endogen) dan unsur-unsur dari luar (pendidikan dan pengalaman,
serta faktor-faktor eksogen).[2]
Secara arti
normatif kata watak dipergunakan apabila orang bermaksud mengenakan norma-norma
kepada orang yang sedang dibicarakan. Misalnya ungkapan “Ia orang yang pandai,
tetapi sayang tidak berwatak dan Ia orang yang terdidik, tetapi tak punya
watak”. Orang berwatak apabila sikap, tingkah laku, dan perbuatannya dipandang
dari segi norma-norma sosial adalah baik dan sebaliknya.
Secara arti
deskriptif watak menurut Allport (1937) bahwa “character is personality
evaluated, and personality is character devaluated”. Menurutnya kepribadian
dan watak adalah satu dan sama, tetapi dipandang dari segi yang berlainan.
Apabila orang akan mengenakan
norma-norma, yang berarti mengadakan penilaian lebih tepat dipergunakan
istilah “watak”. Apabila tidak mengadakan penilaian sehingga menggambarkan apa
adanya, dipakai istilah “kepribadian”.[3]
2.
Temperament (Tabiat)
Temperament
adalah kepribadian yang lebih bergantung pada keadaan badaniah, atau kepribadian
yang berkaitan erat dengan determinan biologis atau fisiologis. Secara singkat
dapat dikatakan bahwa tabiat adalah konstitusi kejiwaan. Temperament memiliki
aspek yang meliputi:
a.
Motalitas (kegestian atau kelincahan) ditentukan oleh otot, tulang dan saraf
perifer.
Contoh:
·
Orang
bekerja dan bereaksi dengan lincah dan gesit.
·
Orang
bekerja dengan tenang.
b.
Vitalitas
(daya hidup) lebih ditentukan keadaan hormonal dan saraf otonom.
Contoh:
· Orang dengan vitalitas tinggi: baru bangun pagi sudah penuh
gairah hidup dan memiliki berbagai rencana.
· Orang yang mudah bosan, kurang kreativ, dan kurang inovatif.
c.
Emosionalitas (daya rasa) lebih ditentukan keadaan neurohormonial dan
saraf pusat.
Contoh:
·
Bila
ada sesuatu yang menakutkan, ada orang yang bereaksi segera dan spontan secara
emosional.
·
Ada
orang yang biasa-biasa saja dalam menghadapi hal yang menakutkan atau
mengejutkan.
3.
Traits (Sifat)
Sifat
adalah sistem neuropskis yang digeneralisasikan dan diarahkan, dengan kemampuan
untuk menghadapi bermacam-macam perangsang secara sama, memulai serta
membimbing perilaku adaptif dan ekspensi secara sama.
4.
Tipe
Perbedaan antara sifat dan tipe menurut Allport adalah:
a.
Individu
dapat memiliki sesuatu sifat, tetapi tidak dapat memiliki suatu tipe.
b.
Tipe
adalah konstruksi ideal si pengamat dengan mengabaikan sifat-sifat khas
individualnya.
c.
Tipe
menunjukkan perbedaan buatan, sedangkan sifat refleksi sebenarnya dari
individu.
5.
Habit (Kebiasaan)
Kebiasaan
adalah bentuk tingkah laku yang tetap dari usaha menyesuaikan diri terhadap
lingkungan yang mengandung unsur afektif perasaan.
C.
Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kepribadian
Perkembangan
adalah proses atau tahapan pertumbuhan ke arah yang lebih baik. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) perkembangan adalah suatu perkembangan menjadi
lebih sempurna dalam hal akal, pengetahuan, dan lain-lain.
Perkembangan
merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif,
melainkan kualitatif. Perkembangan tidak ditekankan pada segi material,
melainkan pada segi fungsional. Perkembangan pribadi sebagai perubahan
kualitatif daripada setiap fungsi kepribadian akibat dari pertumbuhan dan
belajar.[4]
Kepribadian
mencakup sistem fisik dan psikologis meliputi perilaku yang terlihat dan
pikiran yang tidak terlihat, serta tidak hanya merupakan sesuatu, tetapi melakukan
sesuatu. Kepribadian adalah substansi dan perubahan, produk dan proses serta
struktur dan perkembangan.
Perkembangan
merupakan suatu proses yang tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi
suatu perkembangan tersebut, baik faktor pendukung maupun faktor penghambat.
Menurut
Sjarkawi faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian seseorang dapat
dikelompokkan kedalam dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal.[5]
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri.
faktor internal ini biasanya merupakan faktor genetis atau bawaan. Faktor
genetis maksudnya ialah bawaan sejak lahir danmerupakan pengaruh keturunan dari
salah satu sifat yang dimiliki salah satu dari kedua orang tuanya atau bisa
jadi gabungan atau kombinasi dari sifat kedua orang tuanya.
Faktor
eksternal adalah faktor yang berasal dari orang tersebut. Faktor eksternal ini
biasanya merupakan pengaruh yang berasal dari lingkungan seseorang mulai dari
lingkungan terkecilnya, yakni keluarga, teman, tetangga, sampai dengan pengaruh
dari berbagai media sosial atau media informasi.
Faktor-faktor
pendukung terbentuknya kepribadian dan watak ialah unsur-unsur badan dan jiwa
manusia disatu pihak, dan lingkungan di lain pihak. Badan dan jiwa disebut
sebagai faktor endogen, dan lingkungan adalah faktor eksogen. Faktor endogen
disebut juga faktor dalam, faktor internal, faktor bawaan dan faktor keturunan.
Sedangkan faktor eksogen disebut juga faktor luar, faktor eksternal empiris,
dan faktor pengalaman.
Selain
faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadian juga terdapat faktor yang
menghambat pembentukan kepribadian antara lain:[6]
1.
Faktor Biologis
Faktor
biologis, yang merupakan faktor yang berhubungan dengan keadaan jasmani, atau
seringkali pula disebut faktor
fisiologis seperti keadaan genetik, pencernaan, pernafasaan, peredaran darah, kelenjar-kelenjar, saraf, tinggi badan, berat
badan, dan sebagainya. Kita mengetahui bahwa keadaan jasmani setiap orang sejak
dilahirkan telah menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan. Hal ini dapat kita
lihat pada setiap bayi yang baru lahir. Ini menunjukkan bahwa sifat-sifat
jasmani yang ada pada setiap orang ada yang diperoleh dari keturunan, dan ada pula
yang merupakan pembawaan anak/orang itu masing-masing. Keadaan fisik tersebut
memainkan peranan yang penting
pada kepribadian seseorang.
2.
Faktor Sosial
Faktor sosial. Yang dimaksud di sini adalah
masyarakat, yakni manusia-manusia lain disekitar individu yang bersangkutan.
Termasuk juga kedalam faktor sosial
adalah tradisi-tradisi, adat
istiadat, peraturan-peraturan, bahasa, dan sebagainya yang berlaku dimasyarakat
itu.
Sejak
dilahirkan, anak telah mulai bergaul dengan orang-orang di sekitarnya.
Dengan lingkungan yang pertama adalah keluarga.
Dalam perkembangan anak, peranan keluarga sangat penting dan menentukan bagi
pembentukan kepribadian selanjutnya. Keadaan dan suasana keluarga yang berlainan
memberikan pengaruh yang bermacam-macam pula terhadap perkembangan kepribadian
anak. Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan anak sejak kecil adalah sangat mendalam dan menentukan perkembangan pribadi anak selanjutnya. Hal ini disebabkan karena
pengaruh itu merupakan pengalaman yang pertama, pengaruh yang diterima anak
masih terbatas jumlah dan luasnya, intensitas
pengaruh itu sangat tinggi karena berlangsung terus menerus, serta
umumnya pengaruh itu diterima dalam suasana bernada emosional. Kemudian semakin
besar seorang anak maka pengaruh yang diterima dari lingkungan sosial makin besar
dan meluas. Ini dapat diartikan bahwa
faktor sosial mempunyai pengaruh terhadap perkembangan dan pembentukan
kepribadian.
3.
Faktor Kebudayaan
Perkembangan
dan pembentukan kepribadian pada diri masing-masing orang tidak dapat
dipisahkan dari kebudayaan masyarakat di mana seseorang itu dibesarkan.
Beberapa aspek kebudayaan yang sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan
kepribadian antara lain:
a.
Nilai-nilai
(values). Di dalam setiap kebudayaan terdapat nilai-nilai hidup yang dijunjung
tinggi oleh manusia-manusia yang hidup dalam kebudayaan itu. Untuk dapat diterima sebagai anggota suatu
masyarakat, kita harus memiliki kepribadian yang selaras dengan kebudayaan yang
berlaku di masyarakat itu.
b.
Adat
dan tradisi, yang berlaku disuatu daerah, di samping menentukan nilai-nilai
yang harus ditaati oleh anggotaanggotanya, juga menentukan pula cara-cara
bertindak dan bertingkah laku yang akan berdampak pada kepribadian seseorang.
c.
Pengetahuan
dan keterampilan. Tinggi rendahnya pengetahuan dan keterampilan seseorang atau suatu
masyarakat mencerminkan pula tinggi rendahnya kebudayaan masyarakat itu. Makin
tinggi kebudayaan suatu masyarakat makin berkembang pula sikap hidup dan cara-cara
kehidupannya.
d.
Bahasa.
Bahasa merupakan salah satu faktor yang turut menentukan ciri-ciri khas dari
suatu kebudayaan. Betapa erat hubungan bahasa dengan kepribadian manusia yang
memiliki bahasa itu. Karena bahasa merupakan alat komunikasi dan alat berpikir
yang dapat menunukkan bagaimana seseorang itu bersikap, bertindak dan bereaksi
serta bergaul dengan orang lain.
e.
Milik
kebendaan. Semakin maju kebudayaan suatu masyarakat/bangsa, makin maju
dan
modern pula alat-alat yang dipergunakan bagi keperluan hidupnya. Hal itu semua
sangat mempengaruhi kepribadian manusia yang memiliki kebudayaan itu.
D.
Keterkaitan Antara Teori Kepribadian dan Pendekatan Konseling
Suatu
teori terdiri dari segugusan asumsi yang saling berhubungan tentang
gejala-gejala empiris tertentu, dan definisi-definisi empiris yang memungkinkan
si pemakai beranjak dari teori abstrak ke observasi empiris.[7]
Dapat disimpulkan bahwa teori kepribadian harus merupakan segugusan asumsi
tentang tingkah laku manusia beserta definisi-definisi empirisnya. Suatu teori
kepribadian harus terdiri dari sekumpulan asumsi tingkahlaku manusia beserta
aturan-aturan untuk menghubungkan asumsi-asumsi dan definisi-definisi supaya
menjadi jelas interaksinya dengan peristiwa-peristiwaempiris atau
peristiwa-peristiwa yang bisa diamati.
Teori
kepribadian mempunyai peranan penting dalam pendekatan konseling, yang dimana
konseling merupakan suatu proses interaksi antar konselor dan konseli dalam
upaya membantu pemecahan masalah yang dihadapi oleh konseli. Penyelesaian
masalah yang dihadapi oleh suatu individu tentunya menggunakan berbagai
pendekatan yang berkaitan dengan teori-teori kepribadian. Yang kepribadian itu
sendiri merupakan corak tingkah laku individu yang terhimpun dalam dirinya,
yang digunakan untuk bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap segala rangsang,
baik yang datang dari dalam dirinya sendiri (internal) sehingga corak tingkah
lakunya itu merupakan suatu kesatuan fungsional yang khas bagi individu itu.
Teori kepribadian memberikan pemahaman mengenai gejala tingkah laku individu,
yang dimana masalah yang dihadapi oleh individu berkaitan dengan tungkah laku
yang timbul dari dalam diri dan lingkungannya. Segala tingkah laku individu
adalah manifestasi dari kepribadian yang dimilikinya sebagai perpaduan yang
timbul dari dalam diri dan lingkungannya.
Bila
dicermati, pada hakekatnya konseling itu bersifat psikologis. Dari sisi tujuan,
proses serta konsep yang tercakup menunjukkan bukti bahwa konseling merupakan
proses psikologis. Dari sisi tujuannya, rumusan tujuan konseling itu adalah
berupa pernyataan yang menggambarkan segi-segi psikologis (perilaku) dalam diri
klien, dari prosesnya, seluruh proses konseling merupakan proses kegiatan yang
bersifat psikologis, dan dilihat dari teori atau konsepnya, konseling bertolak
dari teori -teori atau konsep-konsep psikologi.
E.
Pembentukan Karakteristik Kepribadian
Pembentukan
kepribadian juga merupakan hasil dari pengalaman-pengalaman yang dialami oleh
individu, khususnya mengenai pengalaman-pengalaman yang ikut membentuk
kepribadian menurut Drs. H. Abu Ahmadi (2005:202) dapat dibedakan dalam dua
golongan, yaitu pengalaman umum dan pengalaman khusus.
Pengalaman
umum yaitu pengalaman yang dialami oleh tiap-tiap individu dalam kebudayaan
tertentu. Pengalaman ini erat hubungannya dengan fungsi dan peranan seseorang
dalam masyarakat. Misalnya, sebagai laki-laki atau wanita mempunyai hak dan
kewajiban tertentu. Beberapa dari peran itu dipilih sendiri oleh orang yang
bersangkutan tetapi masih tetap terikat pada norma-norma masyarakat, misalnya
jabatan atau pekerjaan. Selanjutnya pengalaman khusus, yang merupakan suatu
pengalaman yang khusus dialami oleh individu sendiri. pengalaman ini tidak
bergantung kepada status dan peranan orang yang bersangkutan dalam masyarakat.
Pengalaman-pengalaman
umum maupun khusus di atas memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada tiap-tiap
individu, dan individu tersebut juga merencanakan pengalaman-pengalaman
tersebut secara berbeda-beda pula sampai akhirnya ia membentuk dalam dirinya
suatu struktur kepribadian yang tetap (permanen). Sebelum sampai kepada proses
pembentukan kepribadian yang matang, dewasa dan permanen, proses pembentukan pembentukan
identitas diri harus melalui berbagai tingkatan. Salah satu tingkatan yang
harus dilalui adalah identifikasi, yaitu dorongan untuk menjadi sama (identik)
dengan orang lain, misalnya dengan ayah, ibu, kakak, saudara, guru, dan
sebagainya.
Pada
masa remaja tahap identifikasi ini dapat menyebabkan kebingungandan kekaburan
akan peranan sosial, karena remaja-remaja cendrung mengdentifikasikan dirinya
dengan beberapa tokoh sekaligus, misalnya dengan ayah, bintang filem
kesayangannya, dan tokoh idola lainya. Kepribadian seseorang itu diekspresikan
ke dalam beberapa karakteristik, sehingga dengan mengerti karakteristik-karakteristik
tersebut dapat dimengerti pula kepribadian orang yang bersangkutan.
Menurut
Drs. H. Abu Ahmadi karakteristik untuk mengenali kepribadian adalah:[8]
1.
Penampilan
fisik: tubuh yang besar, wajah yang tampan, tubuh yang sehat, pakaian yang
kusut, semuanya menggambarkan kepribadian dari orang yang bersangkutan, apakah
ia berwibawa dan percaya diri sendiri atau kurang semangat dan mempunyai rendah
diri.
2.
Temperamen:
yang merupakan suasana hati yang menetap dan khas pada orang yang bersangkutan,
misalnya pemurung, pemarah, periang, dan sebagainya.
3.
Kecerdasan
dan sebagainya
4.
Arah
minat dan pandangan mengenai nilai-nilai.
5.
Sikap
sosial.
6.
Kecendrungan-kecendrungan
dalam motivasinya.
7.
Cara-cara
pembawaan diri, misalnya sopan-santun, banyak bicara, mudah bergaul dan
sebagainya.
8.
Kecendrungan
patologis, yaitu tanda-tanda adanya kelainan kepribadian seperti reaksi-reaksi
yang skiofrenis dan sebagaiya.
Karakteristik juga terbagi dalam dua hal, yaitu
karakteristik kepribadian yang sehat, dan karakteristikkepribadian yang tidak
sehat. Menurut E. B. Hurlock (1986) karakteristik kepribadian yang sehat
ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Mampu menilai diri secara realistic. Individu
yang kepribadiannya sehat mampu menilai diri apa adanya, baik kelebihan maupun
kelemahannya, menyangkut fisik (postur tubuh, wajah, keutuhan dan kesehatan)
dan kemampuan (kecerdasan dan keterampilan).
2.
Mampu menilai situasi realistic. Individu dapat menghadapi situasi atau kondisi kehidupan yang dialaminya secara realistic dan mau menerima secara
wajar. Dia tidak
mengharapkan kondisi kehidupan itu
sebagai suatu yang harus sempurna.
3.
Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistic. Individu dapat
menilai prestasinya (keberhasilan yang diperolehnya) secara realistic dan
mereaksinya secara rasional. Dia tidak menjadi sombong, angkuh atu mengalami “Superiority
complex”, apabila memperoleh prestasi yang tinggi, atau kesuksesan dalam
hidupnya. Apabila mengalami kegagalan, dia tiak mereaksinya dengan frustasi,
tetapi dengan sikap optimistic (penuh harapan).
4.
Menerima tanggung jawab. Individu yang sehat adalah individu yang
bertanggung jawab. Dia mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya untuk
mengatasi masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.
5.
Kemandirian (autonomy). Individu memiliki sifat mandiri dalam cara
berfikir dan bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan
mengembangkan diri serta menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di
lingkungannya.
6.
Dapat mengontrol emosi. Individu merasa nyaman dengan emosinya. Dia
dapat menghadapi situasi frustasi, depresi atau stress secara positif atau
konstruktif, tidak deskruptif (merusak).
7.
Berorientasi tujuan. Setiap orang mempunyai tujuan yang ingin
dicapainya. Namun, merumuskan tujuan itu ada yang realistic dan ada yang tidak
realistic. Individu yang sehat kepribadiannya dapat merumuskan tujuannya
berdasarkan pertimbangan secara matang (rasional), tidak atas dasar paksaan dari
luar. Dia berupaya untuk mencapai tujuan tersebut dengan cara mengembangkan
kepribadian (wawasan) dan keterampilan.
8.
Menghargai dan menilai orang lain seperti dirinya sendiri.
9.
Merasa nyaman dan terbuka terhadap orang lain.
10. Tidak membiarkan
dirinya dimanfaatkan untuk menjadi korban orang lain dan tidak mengorbankan
orang lain karena kekecewaan dirinya.
11. Penerimaan social.
Individu dinilai positif oleh orang lain, mau berpartisipasi aktif dalam
kegiatan social, dan memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang
lain.
12. Memiliki filsafat
hidup. Dia mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat hidup yang berakar dari
keyakinan agama yang dianutnya.
13. Berbahagia. Individu
yang sehat, situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan. Kebahagiaan ini didukung
oleh factor-faktor achievement (pencapaian prestasi), acceptance (penerimaan
dari orang lain), dan affection (perasaan dicintai atau disayangi orang lain).
Adapun karakteristik kepribadian yang tidak
sehat, ditandai dengan:
1. Mudah marah
(tersinggung.
2. Menunjukan kekhawatiran
dan kecemasan.
3. Sering merasa tertekan
(stress atau depresi).
4. Bersikap kejam
atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap
binatang.
5. Ketidakmampuan
untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah diperingati atau
dihukum.
6. Mempunyai kebiasaan
berbohong.
7. Hiperaktif.
8. Bersikap memusuhi semua
bentuk otoritas.
9. Senang
mengkritik/mencemooh orang lain.
10. Sulit tidur.
11. Kurang memiliki
tanggung jawab.
12. Kurang memiliki
kesadaran untuk mentaati ajaran agama.
13.
Bersikap psimis dalam menghadapi kehidupan.
F.
Penutup
Konsep-konsep
kepribadian sebenarnya merupakan aspek-aspek atau komponen-komponen kepribadian karena pembicaraan mengenai kepribadian senantiasa
mencakup apa saja yang ada di dalamnya, seperti karakter, sifat-sifat, dan
lainnya. Interaksi antara berbagai aspek tersebut kemudian terwujud sebagai
kepribadian. Konsep-konsep yang berhubungan dengan kepribadian diantaranya
ialah character, temperament, traits, type dan habit.
Kepribadian
mencakup sistem fisik dan psikologis meliputi perilaku yang terlihat dan
pikiran yang tidak terlihat, serta tidak hanya merupakan sesuatu, tetapi melakukan
sesuatu. Kepribadian adalah substansi dan perubahan, produk dan proses serta
struktur dan perkembangan.
Perkembangan
kepribadian dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan faktor
eksternal, yang mencakupi faktor biologis, sosial, dan kebudayaan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Abu.
(2005). Psikologi Perkembangan, Jakarta: Rineka Cipta
Alwisol.
(2005). Psikologi Kepribadian, Malang: Universitas Muhammadyah Malang
Calvin
S, dkk. (1993). Psikologi Kepribadian 1Teori-teori Psikodinamik (klinis), Yogyakarta:
Kanisius
Paul Henry
Mussen. (1994). Perkembangan dan Kepribadian Anak, Jakarta: Arcan
Sjarkawi.
(2008). Pembentukan Kepribadian Anak, Jakarta: Bumi Aksara
Sunaryo.
(2002). Psikologi Untuk Keperawatan, Jakarta: Buku Kedokteran EGC
[1] Alwisol, Psikologi Kepribadian, (Malang:
Universitas Muhammadyah Malang, 2005), hlm. 8.
[2]
Sunaryo, Psikologi Untuk Keperawatan, (Jakarta: Buku Kedokteran EGC,
2002), hlm. 128.
[3]
Ibid.,
[4]
Abu Ahmadi, Psikologi Perkembangan, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2005), hlm. 6.
[5] Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008), hlm. 19.
[6]
Paul Henry Mussen, Perkembangan dan Kepribadian Anak, (jakarta: Arcan,
1994), hlm. 77.
[7]
Calvin S, dkk, Psikologi Kepribadian 1Teori-teori Psikodinamik (klinis), (Yogyakarta:
Kanisius, 1993), hlm. 37.
[8]
Abu Ahmadi, Opcit., hlm. 204.
Langganan:
Postingan (Atom)
Cari Blog Ini
- September 2021 (6)
- Juni 2019 (12)
- April 2017 (1)
- Januari 2017 (2)
- Desember 2016 (2)
- September 2016 (1)
- Mei 2016 (8)
- April 2016 (7)
- Maret 2016 (2)
- November 2015 (3)
- Juli 2015 (1)
- April 2015 (2)
- Maret 2015 (2)
- Februari 2015 (1)
- November 2014 (1)
- Februari 2014 (1)
Translate
Popular Posts
-
PERADABAN ISLAM DI ASIA TENGGARA Disusun Oleh M khuzaifah ...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan po...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepribadian pada hakikatnya merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia secara ...